95. Sudah Berakhir

10.3K 1.5K 203
                                    

Aksa memegang pulpen dengan tidak nyaman. Sedari tadi ada banyak pasang mata yang diam-diam melirik ke arahnya. Dulu ini juga pernah terjadi saat ia masih kecil. Meskipun tatapannya terasa berbeda, ini masih tetap tidak nyaman untuknya. Aksa tidak tahu apa yang salah. Ia hanya datang ke sekolah seperti biasa, tidak berbicara pada teman sekelasnya yang lain dan membaca buku dengan tenang.

Anya masuk dengan penuh semangat. Tatapannya langsung jatuh pada Aksa. Lelaki itu memotong rambutnya menjadi lebih pendek. Matanya yang tertutup kini terlihat dengan jelas. Lekuk wajahnya pun semakin menonjol. Dengan matahari pagi yang jatuh padanya, Aksa terlihat sangat indah. Jika keindahan itu tersembunyi sebelumnya maka sekarang dapat ditemukan dengan mudah. Mungkin rambut adalah kunci ketampanan seorang lelaki.

Telinga Anya menjadi tajam jika bersangkutan dengan Aksa. Samar-samar ia mendengar pembicaraan di antara para gadis. "Bukankah itu Aksa? Dia terlihat sangat tampan!" seru salah satu gadis.

"Kamu benar! Coba lihat matanya itu, tampak berkilauan."

"Aku harus bicara padanya!"

Anya melebarkan matanya. Ia cemberut. Anya mendekat pada Aksa, ingin mengajukan protes atas ketampanannya. Hanya Anya yang boleh melihat sisi tersembunyi itu. Gadis lain tidak diizinkan. Aksa mendengar pergerakan dari kursi di sebelahnya, ia mendongak dan tersenyum sangat manis. Anya memegang dada kirinya, hatinya luluh seketika. Lupakan! Bukan salah Aksa jika ia menjadi sangat tampan.

"Pagi, Anya." sapanya duluan.

"Um, pagi, Aksa." Anya duduk di kursinya. Ia mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya. Menunjukkan hamburger yang dibuat di rumah. "Aku tidak mengabulkan permintaanmu untuk makan hamburger hari itu jadi aku membawakannya untukmu. Kita bisa makan bersama hari ini!"

Aksa mengangguk. Ia tidak peduli lagi dengan permintaan ulang tahunnya selama ada Anya di sisinya. Jeremy berbalik badan. Menatap keduanya secara bergantian. Ia menatap Aksa dengan mata peringatan. "Kalian dilarang berpacaran di sekolah! Jangan membuat Anya mengabaikan pelajarannya."

Anya tersenyum. Menatap Jeremy seakan tidak mendengar peringatannya. "Aksa akan mengajariku dengan baik. Kakak tidak perlu khawatir. Benar, 'kan, Sayang?" tanyanya pada Aksa dengan tujuan menggodanya.

Aksa mengangguk patuh. "Aku akan mengajarinya."

Jeremy cemberut. Mengapa Anya justru menunjukkan kasih sayang di depannya. Mereka baru resmi berpacaran kemarin dan Jeremy sudah menghabiskan waktu 16 tahun bersama Anya. Perannya sebagai seorang Kakak kalah dihadapan seorang pacar. "Anya, di antara aku dan juga Aksa siapa yang paling kamu sayang?" tanya Jeremy tiba-tiba.

"Tentu saja Kakak!" jawab Anya langsung. Jeremy tersenyum. Lalu Anya menggenggam tangan Aksa. "Tapi aku juga menyayangi Aksa. Aku ingin menghabiskan waktuku sebagai pasangannya."

Malik yang hanya sekadar lewat di antara ketiganya, tidak sengaja mendengar hal ini. Ia melihat tangan Anya dan juga Aksa yang saling terkait. "Ka ... kalian pacaran?" tanyanya gugup.

"Iya." Anya mengangguk langsung. Ia tidak ingin menutupi hubungannya dengan Aksa. Biarkan mereka tahu. Sehingga tidak ada gadis yang berani mendekati perinya. Aksa adalah pacarnya sekarang.

Seluruh kelas terdiam setelah mendengar pernyataan Anya. Wondi mendatangi Malik yang membatu di tempat. Ia menepuk pundak Malik merasa kasihan. Para gadis yang baru ingin melancarkan serangan untuk mendekati Aksa hanya bisa menerima kekalahan sebelum memulai. Anya sangat cantik, mereka tidak akan bisa menyainginya. Sayang sekali saat kelas mereka menyadari bahwa Aksa sangat tampan, lelaki itu justru sudah menjadi milik orang lain.

"Kalian harus memberikan pajak jadian." kata Malik berusaha untuk tetap tenang. Ia berbalik badan setelah mengatakan itu. Pergi keluar kelas dengan langkah yang sangat berat. Ia patah hati.

DAN (END) - SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang