Anya berdiri di depan kelas 12 IPS 1. Mengintip sedikit ke dalam kelas. Memperhatikan setiap kakak kelas yang berkeliaran di dalam dengan seragam olahraga mereka. "Aksa, apa kamu menemukannya?" tanya Anya. Keduanya memakai seragam sekolah, lambang kelas 10 terlihat dengan sangat jelas di antara logo kelas 12. Keduanya tampak sangat mencolok.
Aksa ikut mencari, ia menggeleng. "Tidak."
"Teruslah mencari." seru Anya.
Aksa mengangguk.
Salah seorang kakak kelas menyadari keduanya, ia mendekat dan bertanya dengan sopan. "Siapa yang kalian cari?"
Anya dan Aksa berdiri dengan tegap. Berhenti mengintip. "Apa Kak Adhikari datang ke sekolah hari ini?" tanya Anya. Karena berbicara dengan kakak kelas, Anya menambahkan kata 'Kak' sebelum menyebut nama Adhikari. Lagi pula, Adhikari lebih tua dari dirinya.
Kakak kelas itu menggeleng. "Adhikari masuk rumah sakit. Dia mungkin akan dirawat lama kali ini."
"Rumah sakit?" Anya terkejut. "Apa Kakak bisa memberitahuku tempat Kak Adhikari dirawat. Ada sesuatu yang ingin aku berikan secara langsung padanya."
"Baiklah. Tunggu sebentar." Kakak kelas itu mengambil sebuah kertas. Menulis sesuatu dan memberikannya pada Anya. "Ini alamatnya. Sampaikan salamku jika kalian bertemu Adhikari."
Anya mengangguk. "Terima kasih, Kak."
Ponsel Anya berbunyi, Jeremy menelepon. "Ada apa, Kak?"
"Aksa bersamamu?"
Anya melihat Aksa yang berdiri manis di sampingnya. "Iya."
Jeremy menghela napas. "Minta dia untuk pergi ke kelas 11 IPA 3. Lomba cerdas cermat akan segera dimulai."
Anya memegang tangan Aksa, keduanya berjalan tergesa-gesa menuju kelas 11 IPA 3. "Mengapa kamu tidak bilang kalau hari ini ada lomba cerdas cermat?"
"Aku lupa." kata Aksa ringan.
Anya menghela napas. Tidak ia sangka Aksa yang pintar dan suka membaca buku ini akan melupakan sesuatu seperti ini. Pada akhirnya, seorang jenius pun tetaplah seorang manusia biasa. "Bagaimana dengan belajar? Kamu sudah mempelajari soal yang mungkin keluar, bukan? Aku dengar lomba cerdas cermat ini memiliki soal yang mengerikan."
Aksa tersenyum. "Jangan khawatir." katanya untuk menghapus kecemasan Anya. Aksa tidak belajar semalam tapi ia pikir kalah ataupun menang bukanlah masalah untuknya. Ia hanya berpartisipasi karena Anya merekomendasikannya. "Aku akan menjawab sebisaku."
Keduanya sampai di 11 IPA 3. Jeremy dan Malik sudah menunggu di luar kelas. Anya menatap ketiganya, ia mengepalkan kedua tangannya ke atas. "Semangat!"
Jeremy mengusap pucuk kepala Anya. "Tunggulah di kelas bersama Wendi. Jangan sendirian." ingatnya. Meskipun ini sekolah, Jeremy masih tidak yakin akan keamanannya. Ditambah kejadian beberapa hari yang lalu, Jeremy tidak mau Anya sendirian.
Anya mengangguk patuh.
Malik melihat Anya dan tidak bisa tidak merelakannya bersama Aksa. Keduanya memang terlihat sangat serasi. Malik menghela napas dalam. Anya menepuk pundak Malik karena berpikir Malik tertekan dengan lomba ini. "Semangat, Malik! Serahkan pertanyaan yang sulit pada Kak Jeremy dan Aksa!" serunya. Malik mengangguk. Rasanya menjadi teman dengan Anya pun bukan masalah.
Ketiganya masuk ke dalam kelas untuk melakukan babak penyisihan terlebih dahulu. Jika mereka kalah maka itu akan baik-baik saja. Anggota kelas tidak berharap banyak pada ketiganya. Lagi pula mereka baru kelas 10. Masih ada dua tahun untuk mengikuti lomba cerdas cermat lagi di sekolah ini. Namun jika kelas 10 IPA 5 berhasil melewati babak penyisihan ini dan berhasil masuk ke final. Itu akan sangat menakjubkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN (END) - SEGERA TERBIT
Fiksi RemajaDILARANG PLAGIAT!!!! BOLEH SUKA TAPI KALAU SAMPAI COPY PASTE, UBAH NAMA ATAU INTINYA PLAGIAT! INGAT, ITU DOSA!!!! JIKA KALIAN MENEMUKAN PLAGIAT TOLONG BERITAHU. TERIMA KASIH . . . Anya Kirania Pratista mendapatkan ingatan masa depan lewat sebuah mi...