Anya dan Jeremy turun bersamaan, mereka berjalan beberapa menit sebelum akhirnya sampai di perumahan XX, Anya hampir ingin berlari segera jika saja Jeremy tidak menahannya.
"Pelan-pelan, kamu masih sakit." ingat Jeremy.
"Dik, ada yang bisa saya bantu?" Satpam yang sedang menjaga di pintu depan, menyapa Jeremy dan Anya.
Anya menghampiri satpam tersebut. "Kami ingin bertemu Ayah, Pak."
"Ayah? Siapa Ayah kalian?" tanyanya ramah.
"Kenzie Pambudhi!" balas Anya semangat. Untuk pertama kalinya, ia menyebut nama sang Ayah di dunia nyata.
"Pak Pambudhi?!" Satpam itu terlihat terkejut. Pasalnya, Kenzie Pambudhi adalah penghuni yang terkenal karena jiwa bisnisnya dan sikap dinginnya. Satpam itu tidak menyangka bahwa ada dua remaja yang mengaku sebagai anaknya.
"Iya, apa Bapak mengenalnya?" Anya memperhatikan raut wajah satpam tersebut sebelum menambahkan. "Kami tinggal bersama Bunda sebelumnya, kami ingin memberikan kejutan pada Ayah."
Satpam itu mengangguk paham. Orang terkenal dan berpengaruh pasti ingin menjauhkan anak mereka dari hal-hal seperti ini. Satpam melirik pada Jeremy yang hanya diam sedari tadi, wajah bocah lelaki itu pun terlihat sangat mirip dengan Kenzie Pambudhi. Hanya orang buta yang tidak bisa melihat bahwa mereka ayah dan anak.
"Bapak akan mengantar kalian."
"Terima kasih, Pak. Kami akan merepotkan Bapak." Anya tersenyum. Mengikuti satpam tersebut di belakangnya bersama Jeremy.
Jeremy memandangi Anya, pembicaraan itu terasa sangat alami, kapan Anya pandai berbicara sambil berbohong seperti itu?
Satpam itu berhenti di sebuah rumah tiga lantai. Halamannya sangat luas dan cantik. Rumah itu terlihat sangat mewah bagi Jeremy dan Anya yang hanya hidup di dalam gudang selama 11 tahun.
"Kalau begitu, Bapak undur diri."
Anya tersenyum. "Terima kasih, Pak."
Jeremy ikut tersenyum dan berkata yang sama dengan Anya.
Selepas perginya satpam, Anya dan Jeremy berdiri di depan pagar rumah dengan perasaan gugup. Anya menekan bel rumah setelah mempersiapkan hati cukup lama.
"Siapa?" Suara pria terdengar, suaranya lebih seperti pria yang sudah berumur jauh di atas 50 tahun. Itu pasti bukan ayah mereka. Kenzie masih bisa di bilang muda meskipun sudah berumur 36 tahun.
"Anya dan Jeremy. Kami mencari Ayah."
Asisten itu bingung, setahunya, tidak ada kolega ataupun janji temu untuk hari ini. Dan siapa itu Anya dan Jeremy? Pak Sam menatap layar dan hanya terlihat wajah seorang gadis muda. Dan lagi, Ayah? Siapa Ayah mereka?
"Tunggu sebentar." balasnya.
Pak Sam segera berlari ke ruang belajar untuk bertanya pada Kenzie. Siapa tahu ini adalah tamu yang tidak diketahuinya. Untuk pertama kalinya setelah bekerja sebagai asisten Kenzie, Pak Sam tidak tahu harus melakukan apa. Setelah mengetuk pintu, Pak Sam masuk ke dalam ruangan. Kenzie yang sedang membaca laporan, menatap Pak Sam dengan pandangan dingin.
"Ada apa?" tanya Kenzie.
"Tuan, di depan ada tamu yang bernama Anya dan Jeremy, mereka mencari Ayah mereka."
"Usir saja." katanya dingin. Kembali membaca laporan yang tertunda sebelumnya.
Pak Sam berlari menuruni tangga, kembali berbicara pada layar. "Gadis muda sepertinya kamu salah alamat. Tidak ada Ayahmu di sini."
"Tidak. Alamat Ayah benar di sini." kata Anya bersikeras. "Nama Ayah kami, Kenzie Pambudhi. Apa Ayah sedang tidak di rumah?"
Mendengar nama Tuannya disebut, Pak Sam terkejut. Ia segera berlari ke ruang belajar yang ada di lantai dua, menarik napas terlebih dahulu lalu mengetuk pintu sekali lagi.
Pak Sam masuk, punggungnya terasa dingin. Kenzie menatap dingin pada Pak Sam yang mondar-mandir.
"Tuan, kedua remaja itu mencari Anda," Pak Sam menatap ekspresi Kenzie yang tidak nyaman. "Ayah yang mereka cari adalah Anda."
Kenzie mengangkat alisnya, ia berdiri dari duduknya dan berkata pelan. "Suruh mereka masuk."
Pak Sam mengangguk, keluar dari ruang belajar dan segera berlari untuk membuka pagar secara langsung. Ia melihat Anya yang mengenakan banyak jaket, gadis itu masih terlihat sangat cantik meski kulitnya terlihat pucat. Pak Sam kemudian melirik Jeremy yang berdiri di samping Anya, ia terlihat lebih terkejut, Jeremy benar-benar mirip dengan Kenzie saat ia masih remaja.
Pak Sam terlihat sangat gembira. "Ayo masuk ke dalam." katanya sambil menuntun Jeremy dan Anya ke dalam ruang tamu.
Di dalam, Kenzie sudah duduk dengan tenang di sofa tengah. Ia menyesap teh yang disiapkan Bi Asri. Menatap dengan tenang kedua remaja yang mengekori Pak Sam. Semakin dekat mereka, tanpa sadar Kenzie mengerutkan keningnya semakin dalam.
"Ayah!" seru Anya gembira.
Anya ingin berlari segera namun kakinya kehilangan kekuatan dan ia jatuh pingsan. Jeremy yang ada di samping Anya terkejut dan segera menahan tubuh Anya sebelum jatuh ke lantai. Selama perjalanan, Anya menahan diri untuk jatuh. Setelah bertemu sang Ayah, Anya akhirnya bisa tenang dan tubuhnya kembali bereaksi. Ia kembali lemah.
"Anya! Anya!" Jeremy memanggil Anya namun sang Adik sudah tidak sadar.
Setelah keterkejutan itu, Kenzie kembali tenang. "Panggil Farhan." perintahnya pada Pak Sam.
Pak Sam mengangguk.
Kenzie menatap Jeremy, wajahnya berubah rumit untuk beberapa detik. Kenzie menatap gadis yang memanggilnya Ayah sebelum pingsan. Ia mendekat pada Anya, menyentuh dahinya yang sangat panas.
"Aku akan menggendongnya." kata Kenzie namun tangannya ditepis oleh Jeremy.
"Biar aku yang menggendong Adikku." balas Jeremy sengit.
Senyum tipis muncul di bibir Kenzie. "Baiklah." Kenzie berdiri dan menunjuk salah satu kamar kosong. "Adikmu bisa istirahat di sana."
Jeremy mengangkat Anya dan mengikuti kamar yang ditunjuk Kenzie.
Kenzie menatap keduanya dengan perasaan campur aduk.
28 Desember 2020
.
PAPA KENZIE!!!
.
Red
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN (END) - SEGERA TERBIT
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!!! BOLEH SUKA TAPI KALAU SAMPAI COPY PASTE, UBAH NAMA ATAU INTINYA PLAGIAT! INGAT, ITU DOSA!!!! JIKA KALIAN MENEMUKAN PLAGIAT TOLONG BERITAHU. TERIMA KASIH . . . Anya Kirania Pratista mendapatkan ingatan masa depan lewat sebuah mi...