04¦ Tak Sedekat Itu

85 16 15
                                    

Kamis pagi dan Dirga sudah rapi dengan seragam sekolahnya, buru-buru meraih smartphone untuk memeriksa apakah ada notifikasi di sana, terutama pesan balasan dari Luna yang sejak semalam tak bisa dihubungi. Kemudian ketika Dirga tak menemukan adanya pesan balasan dari si Tetangga, cowok itu pun membuang napas berat.

Luna kemarin pergi ke mana, coba?

"Dirga, sarapan!"

Seruan Putra terdengar dari luar yang membuat Dirga bertambah kesal. Tanpa repot-repot menjawab, dirinya pun lekas meraih ransel dan menyimpan ponsel sebelum bergegas menuju ruang makan.

"Kenapa?" Andra berbisik, bertanya apa gerangan wajah Adiknya terlihat lebih pelit ekspresi daripada semalam. Namun, pertanyaan itu hanya dibalas Dirga dengan gelengan pelan hingga sarapan selesai.

Begitu Dirga mendorong motornya menuju halaman hendak berangkat sekolah, pemuda itu dibuat menghela napas lega karena melihat keberadaan Luna di terasnya sendiri. Perempuan itu membawa kotak bekal—mungkin belum sempat sarapan—kemudian berjalan menuju pinggiran jalan dan menunggu ojek di sana.

Sebisa mungkin Dirga menahan rasa penasarannya selagi ia menutup gerbang. Namun, ketika ia lihat tak ada senyuman Luna di pagi ini, Dirga rasa ia tak bisa menahan diri lagi. "Nunggu ojek?" tanyanya menghampiri Luna.

Luna sempat menoleh sebelum mengangguk. "Iya."

"Tadi malam lo ke mana?" tembak Dirga menyuarakan isi otaknya.

Bukannya langsung menjawab pertanyaan tersebut, Luna malah memegang erat kotak bekalnya sambil mengalihkan pandangan.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Dirga lagi, kali ini lebih tepat sasaran.

Luna pun menarik napas sebelum memberanikan diri menatap lawan bicaranya. "Tadi malam aku ke rumah sakit. Mama kecelakaan."

Dirga refleks mengernyit. "Tante Kirana kecelakaan?"

"Iya, kemarin Mama ternyata demam, anemianya juga kambuh, tapi Mama tetap pergi meeting sama kliennya. Sepulang dari sana, Mama niat nyeberang jalan karena mau beli obat ke apotek, tapi sayang Mama malah kecelakaan di sana."

Dirga tahu, bahwa di balik wajah tenang itu ada beragam kekhawatiran yang Luna sembunyikan. "Parah?"

"Alhamdulillah, nggak parah. Mama cuma lecet di tangan, terus pergelangan kaki kirinya terkilir."

"Terus, sekarang masih di rumah sakit?"

"Iya."

Dirga mengangguk. Kalau sempat, ia ingin menjenguk Kirana—Mamanya Luna.

Begitu ojek yang Luna pesan datang, Dirga pun kembali menyalakan mesin motornya. Seperti hari-hari kemarin, dirinya akan berangkat ketika ia lihat tetangganya itu juga berangkat.

Melihat wajah tenang Luna ketika menceritakan sedikit hal tentang Mamanya tadi membuat Dirga tahu, bahwa Luna memang pintar berpura-pura. Namun, sayangnya Dirga juga cukup pintar menganalisis. Ia sadar meskipun gadis itu kurang diperhatikan oleh kedua orang tuanya, Luna tetap menyayangi mereka sebesar itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UniversumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang