Dirga pulang kerja dalam keadaan kebingungan. Iris hitamnya menatap waswas pada sosok Nabila dan Luna yang sedang mengobrol di halaman depan rumah Luna. Satu hal yang Dirga dapati ketika dua perempuan itu mengobrol, adalah tawa gembira dari Nabila.
"Ngomongin apa, tuh?" lirih Dirga. Ia jadi waswas sendiri, takut bahwa dirinya yang jadi trending topic dalam alur cerita Nabila dan Luna. Ketika cowok itu menghela napas berat sambil berupaya untuk mengabaikan Nabila dan Luna, mendadak Nabila malah memanggilnya.
"Dirga!"
Langkah Dirga terhenti. Ia memejamkan matanya lelah.
"Sini, dong! Ada gosip heboh, nih!"
"Astagfirullah, ini Kakak mau apa, sih?" gumam Dirga. "Ini pasti mau bikin gue malu lagi, nih."
Luna tersenyum kecil ketika Nabila menyikut dirinya. Ia melirik sosok Kirana yang keluar dari rumah untuk membuang sampah. Mamanya itu mendadak tersenyum diam-diam ketika melihat sosok Dirga berdiri di depan gerbang.
"Dirga, ih!" seru Nabila.
"Kenapa, sih, Kak? Kakak bawaan hamilnya jadi bawel gini, ya?" heran Dirga.
Nabila tersenyum seraya menepuk tanah berlapis rumput di sebelahnya. "Sini duduk!"
Kirana menghampiri gerbang. "Masuk aja, Dirga. Nggak perlu takut sama Papanya Luna."
Dirga menggaruk pelipisnya. "Bukan takut, Tante. Cuma malas aja, Kak Nabila, 'kan, orangnya bawel?" ucap Dirga. "Sebelas-dua belas sama Bang Andra."
Kirana tertawa. "Itu Luna mau minta tolong, makanya Nabila manggil kamu. Tau sendiri, Luna, 'kan, kadang ragu buat minta tolong? Takut ngerepotin, apalagi kamu baru pulang kerja gini."
Dirga diam sejenak, sebelum menyusul Kirana yang menghampiri Nabila dan Luna.
"Hm." Nabila memulai obrolan setelah Dirga duduk dan Kirana berdiri di belakang Dirga. "Jadi, besok Luna mau ketemuan sama temennya."
"Terus?" balas Dirga.
Nabila memasang raut wajah sebal. Lelah juga melihat tingkah kaku Dirga yang sudah bertahun-tahun tak bertemu lagi dengan Luna. "Temennya cowok, ganteng parah, Dir!"
Dirga mengernyit dan diam selama beberapa saat. "Ya ... ya udah, kenapa harus ngomong sama aku?" Dirga membuang wajahnya ke arah pot bunga kosong yang ditumpuk di satu tempat.
Luna memelotot pada Nabila sambil menggeleng. Mulutnya terbuka seolah mengatakan sesuatu tanpa suara.
Nabila hanya tersenyum girang sambil menyikut Dirga. "Tadi Kakak udah lihat fotonya dari Luna. Aduh, Dir, cakep banget temennya Luna. Lulusan kedokteran UGM, lho."
"Iya memang kenapa?" Dirga mencoba untuk apatis. Diraihnya selembar daun jambu biji yang jatuh, yang kemudian dikoyak menjadi beberapa bagian. Dari luar, lekuk alis Dirga sudah kelihatan tak suka dengan topik pembicaraan ini.
"Ya, rencananya Luna mau ketemu sama temennya itu hari Minggu. Nah, mumpung kamu libur kantor, anterin Luna ketemu temennya, dong."
Dirga tak menatap wajah serius Kakak iparnya. Malas rasanya, ketika ingat bahwa topik pembicaraan mereka terasa berat.
Kirana di belakang Dirga sudah menutup mulutnya rapat-rapat, takut kelepasan tertawa.
"Cowok, 'kan, temennya?" Senyum miring terbit di bibir Dirga. "Suruh jemput aja ke sini. Kalau memang dia cowok, ya, senggaknya harus berani jemput langsung."
Nabila mengernyit. "Ih, 'kan, cuma temen? Masa harus jemput ke rumah, kayak pacaran gitu?"
"Birain, lah." Dirga menekuk kakinya. "Aku juga cuma temen Luna, dulu waktu mau nemenin Luna beli buku aja harus izin sama Papanya. Kakak juga, waktu belum nikah sama Bang Andra, apa-apa Bang Andra sendiri yang datang ke rumah Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Universum
Teen FictionDALAM REVISI, BEBERAPA BAB MUNGKIN BELUM DIPUBLIKASIKAN KEMBALI [Universum] Mereka tumbuh berdampingan. Tahu perasaan masing-masing hanya dengan satu tatapan. Berjalan bersebelahan, saling diam menatap langit malam. Luna ingin menjadi gadis yang ha...