Hari-hari tanpa gadis itu berlalu begitu saja bagi Dirga, tak ada momen-momen yang patut untuk dikenang lebih lama lagi, selain Dirga yang mendapat peringatan dari wali kelasnya karena dirinya absen selama nyaris seminggu penuh. Ini hari ketiga Luna dirawat di rumah sakit pascaoperasinya. Hari ini pula, hari pertama Orion masuk ke sekolah, setelah kabarnya izin selama dua hari.
"Kalian itu harus ditegasin kayak gimana lagi, sih?" Rafli berdiri di depan seluruh anak musik cowok dengan wajah tegas. "Kemarin itu seminggu Dirga yang absen. Begitu Dirga masuk sekolah, malah Orion yang izin. Kalau kayak gini terus, penampilan kita bisa hancur!"
Orion yang baru masuk sekolah di hari Rabu ini hanya diam di sisi Haris. Sementara Dirga duduk di depan mikrofon tempatnya berlatih.
Rafli bertelekan pada meja. "Tolong kerja sama kalian, dong. Besok mau siapa lagi yang nggak masuk?!" ucap Rafli. "Tolong diingat, di sini kita nggak punya pemain cadangan yang memang bener-bener cadangan. Semua anak cowok kebagian posisi tampil, nggak ada yang bener-bener cadangan. Kalaupun harus ada cadangan di posisi vokalis atau gitaris, itu masih bisa Kakak yang ngisi, tapi kalau kosongnya di bagian bass, drum set, keyboard, atau biola, Kakak nggak bisa bantu. Kalian harus bisa kerja sama!"
Hening mengisi ruangan.
"Coba Dirga, Kakak tanya yang serius. Kamu pengin tampil atau nggak? Kalau memang nggak niat, biar pasti Kakak ganti posisinya." Rafli menatap Dirga.
Dirga mengangguk tanpa pikir panjang. "Niat tampil, Kak."
"Serius? Bisa konsisten latihan?"
"Bisa, Kak."
Rafli berpindah pada Orion. "Kalau Orion gimana? Bisa konsisten? Alasan kamu nggak masuk sekolah karena izin. Kamu izin ke mana memangnya?"
Orion tak menjawab pertanyaan Rafli. Cowok bertubuh tinggi itu hanya diam, tertunduk menatap sepatunya.
"Orion, tolong jawab!" Rafli kembali bertelekan pada meja.
"Saya bisa konsisten, Kak. Maaf kemarin nggak masuk latihan," jawab Orion.
"Serius bisa konsisten? Kamu Ketua Ekstrakurikuler Musik Putra, lho."
"Serius, Kak."
Rafli menghela napas berat setelah mengeluarkan tenaganya untuk bicara dengan keras seperti tadi. Cowok itu menatap Dirga yang sudah duduk di depan mikrofon. "Kelompok utama boleh langsung latihan, sekarang. Kakak mau lihat gimana kompaknya kalian."
Haris lekas ambil posisi di belakang Dirga—agak ke kiri—dengan membawa bass berwarna biru kehitaman di tangan kanannya. Orion dan dua anggota lainnya pun mulai berdiri di posisi masing-masing. Dirga bangun dari duduknya untuk menggeser kursi kayu yang tadi ia duduki, kemudian ia menghadap mikrofon dengan bibir digigit pelan.
Dirga menghela napasnya ketika petikan gitar Orion memulai latihan. Sorot tatapnya menyendu. Dirga ingat sore itu di hari Rabu, ketika Luna datang mengunjunginya sambil membawa sekotak makanan. Kala itu, Luna menatapnya dengan sorot penuh permohonan.
"Dirga harus tampil. Pokoknya aku mau kamu tampil di depan semua tamu ...."
Benar, Dirga memang harus tampil dengan lagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Universum
Teen FictionDALAM REVISI, BEBERAPA BAB MUNGKIN BELUM DIPUBLIKASIKAN KEMBALI [Universum] Mereka tumbuh berdampingan. Tahu perasaan masing-masing hanya dengan satu tatapan. Berjalan bersebelahan, saling diam menatap langit malam. Luna ingin menjadi gadis yang ha...