21. Kebaikan Tuhan

39 7 0
                                    

"Thom, apapun yang terjadi aku pingin kamu tetap disini," Ucapku.

Aku sudah terbaring di tempat tidur rumah sakit bersiap untuk mengeluarkan calon bayiku. Siap atau tidak hal ini harus dilakukan untuk mengurangi progresivitas tumor.

"Aku tunggu kamu disini sama anak-anak," Jawab Thomas.

Merasa seperti perpisahan, aku melihat mereka  menahan tangis.

"Sampai ketemu nanti ya..."

Suster mulai mendorong brankar menuju ruang operasi. Khawatirku mulai muncul di detik tangan Thomas terlepas dari tanganku.

"MOM!!!" Teriak Yesa memecah keheningan rumah sakit.

Thomas mencoba menguatkan Yesa yang terduduk di lantai depan pintu ruang operasi.

Semua sedang menunggu kabar. 4 jam berlalu tetapi masih belum ada tanda-tanda operasiku selesai. Thomas mulai gelisah. Pikirannya mulai tak karuan. Tapi, apa yang bisa ia lakukan selain menunggu?

Tepat 4 jam lebih 45 menit lampu tanda ruang operasi yang sedang berlangsung padam. Thomas melihat dokter keluar dengan tersenyum.

"Maaf ya pak agak lama, soalnya tumor di otak ibu cukup besar dan saya harus sangat berhati-hati agar tidak mengganggu saraf-saraf yang lain," Jelas dokter.

"Jadi istri saya, bagaimana?" Semua sedang menunggu kabar baik.

"Ibu baik. Tapi untuk bayinya--" Kalimat dokter terputus. Raut wajahnya berubah menjadi sendu.

"Saya sudah ikhlas untuk bayinya. Sekarang yang terpenting Sessa baik-baik saja. Terimakasih, dok," Thomas tanpa sadar memeluk dokter yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

"Baik, saya permisi dulu. Kalian bisa menunggu suster untuk memindahkan ibu ke kamar rawat inap,"

"Dokter makasih ya," Ucap Yesa.

"Iya sama-sama. Jaga ibunya dengan baik ya," Pesan dokter pada Yesa.

"Siap dok,"

Thomas membereskan semua biaya rumah sakit di bagian administrasi bersama Jeff. Kamar VVIP ia pilih karena sangat besar. Cukup untuk anak-anak jika mau menginap juga.

"Efeknya bisa amnesia gak sih Dad kalau udah operasi otak gitu?" Tanya Jeff.

"Hal seperti itu gak dijelasin sama dokter sih kemarin. Mudah-mudahan memang gak ada ya," Jawab Thomas.

Setelah selesai membayar, Thomas menuju kamar yang ia pilih untuk kamar rawat inapku. Ia merapikan semua baju dan semua perlengkapanku. Ini seperti pindahan kamar. Senyaman mungkin kamar rumah sakit ini di atur Thomas.

[Panggilan Telepon]

Thomas:
"Halo mas. Aku izin gak masuk selama jagain Sessa ya."

Sultan:
"Lancar, Thom?"

Thomas:
"Alhamdulillah, lancar mas. Nanti kalau ada berkas yang harus aku baca, kirim email aja. Tapi, kalau mendesak banget aku usahain ke kantor."

Sultan:
"Beres, Thom. Gue handle apa yang bisa gue handle ya. Kalau emang nanti mendesak butuh tanda tangan, gue yang kerumah sakit. Gak usah lo yang ke kantor. Percayain ke gue,"

'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang