LM - Bagian 6

1K 167 396
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Dunia ini penuh teka-teki. Hanya mereka yang punya keyakinan yang bisa memecahkan teka-teki tersebut."

-Last Mission-
_________________________
______________________________

Suasana di antara mereka terlihat tenang, tapi tidak dengan pikiran mereka. Sampai titik ini semua terasa semakin tak masuk akal.

"Nath ...." Ia menggantungkan ucapannya. Jujur ia ragu mengucapkan ini. Bukan hal penting. Hanya sekedar keinginan dirinya sendiri.

Nathan menoleh. "Ngomong aja, gua dengar." Ia menghela napas. Walau sudah diberi izin, ia tetap ragu. Perlahan mulutnya terbuka, lalu terkatup lagi.

Mulutnya tak henti-henti bergumam kecil. Ia menatap Nathan sekali lagi dan mencoba memberanikan diri. "Nath ... gua mohon jangan bawa-bawa Vena ke misi kita ini." Ia berujar pelan. Berharap Nathan tak mendengar.

Nathan menunduk. "Gua gak bawa-bawa dia, Dan. Yang tadi itu kebetulan aja." Tampak meyakinkan, tapi tetap saja ia tak tenang.

"Lagipun kenapa lo kesal banget tiap ketemu dia?" tanya Nathan pelan. Ia takut menyinggung Daniel.

Mulut yang awalnya terkatup rapat, malah mengeluarkan sebuah helaan napas. "Perasaan gua gak enak tiap lihat dia. Kayak ... gimana ya. Susah ngejelasinnya." Tatapannya kini beralih lurus ke depan. "Setiap lihat wajah dia, gua kayak lihat sesuatu yang gak beres."

"Itu sih pendapat gua," lanjutnya dengan tatapan lurus ke depan. Nathan tampak mengingat-ingat wajah Vena. Menurutnya, tak ada yang aneh dari wajah gadis itu.

Wajahnya sama saja dengan gadis yang lainnya. Hanya satu yang berbeda. Jika gadis lain moodyan, atau cerewet, maka Vena tidak. Raut wajah gadis itu selalu tenang tanpa beban. Tidak banyak bicara ataupun berekspresi.

"Oke. Untuk kasus Ivana gua gak bakal biarin dia ikut campur. Cukup kita berdua aja." Akhirnya. Daniel tersenyum senang. "Ini nih teman kesayangan gua."

Dirangkulnya cowok itu sambil tersenyum lebar. "Lama-lama gua takut, Dan. Senyum lo seram." Daniel berdecak kesal. Ia melepas rangkulan, lalu memasang wajahnya kesalnya.

Tawa Nathan semakin pecah saat Daniel memasang raut datar. Menurutnya sedikit aneh. "Eh bentar! Gua baru ingat." Daniel yang awalnya kesal langsung menoleh.

"Ingat apa'an?"

"Kita 'kan nyium bau darah tuh. Artinya, ada yang penyiksaan di tempat itu. Iya gak sih?" Pendapat Nathan membuat Daniel kembali berpikir keras. Ada benarnya juga.

Second Chance: Last Mission (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang