LM - Bagian 55

671 110 3
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Menyiksa dan mendengar teriakan kesakitannya membuatku merasakan ketenangan tak terhingga." -Unknow

---Last Mission---
____________________________________

Sebuah kursi yang sudah usang dibiarkan menjadi pijakan seorang gadis yang tubuhnya digantung di langit-langit ruangan.

Sebuah tali mengikat lehernya dengan kuat, membuat ia harus mendongak sambil mempertahankan tubuh agar tetap menapak pada kursi usang tersebut. Jika kursi tersebut ambruk, maka tamatlah riwayatnya.

"Mau sampai kapan seperti itu? Toh, lo bakal mati!" Sosok berjubah hitam dengan masker yang menututupi wajahnya datang sambil membawa sebuah nampan.

Nampan itu berisi berbagai jenis benda tajam. Mulai dari silet hingga alat pemotong daging. Mulai dari yang paling kecil, hingga yang paling besar. Ugh, ini menyeramkan.

"Ka-kamu mau apa?!" Gadis itu terlihat ketakutan. Ia bergerak gelisah hingga kursi usang yang ia duduki bergerak ke sana ke mari.

"Wow, tenang-tenang. Gua cuma mau ngambil jari-jari lo dan ambil bola mata lo aja kok. Jangan takut ya." Penuturan sosok berjubah itu membuat ia semakin gemetaran. Tubuhnya terasa lemas hingga tak sanggup untuk berdiri.

Sosok tersebut mengambil sebuah pisau yang biasa digunakan untuk memotong daging, lalu mendekat pada gadis itu.

Ia tersenyum miring di balik maskernya kala melihat wajah panik gadis itu. Cukup menyenangkan.

Tangannya mulai bergerak ke atas jari-jari kaki mangsanya dan dengan gerakan perlahan, pisau itu bergesekan dengan daging gadis tersebut, membuat teriakan kesakitan menggema jelas di ruangan tersebut.

Teriakan menyakitkan itu berhasil membuat sosok berjubah tadi semakin bersemangat. Ia semakin memperlambat gerakan memotongnya agar sang mangsa bisa merasakan sensasi menyenangkan yang keluar dari sana.

Darah mengucur deras bersamaan dengan suara teriakan yang semakin menggema. Pisau tajam itu sudah berhasil meremukkan satu jari, membuat pertahanan gadis itu semakin melemah.

Ia kembali menggoreskan luka di jari selanjutnya dengan gerakan lambat seakan memotong daging. "Sa-sakit," lirih gadis itu kala darahnya keluar semakin deras bersamaan dengan rasa sakit yang tak terhingga.

Kaki kirinya sudah tak mampu menapak pada kursi tersebut, membuat kaki kanannya bertahan mati-matiian menjaga keseimbangan dan berat tubuhnya.

Second Chance: Last Mission (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang