Part 16 : Dongeng dan Ingatan

25 6 0
                                    

Snow terdiam meratapi iris matanya yang berwarna hitam berubah menjadi emas itu didepan cermin.

Saat ini ia sudah kembali ke kamarnya, kejadian di pesta minum teh pun sudah tiga hari yang lalu. Snow hanya mengurung diri di kamarnya, pun jika Grimm datang dan menyalahkannya untuk mengembalikan Snow yang asli ia tidak perduli lagi.

"Kepalaku sakit sekali ...." lirihnya seraya merebahkan diri di kasur berukuran kingsize itu. Tangannya ia arahkan ke atap-atap kamar, pikirannya mulai membayangkan kejadian tiga hari yang lalu.

Sebuah nama tanpa sadar ia ucapkan juga beberapa potong ingatan mulai muncul membuat ia sendiri pusing mengingat siapa dirinya.

Tak berapa lama kemudian, Snow bangun meregangkan tubuhnya ia berjalan kembali mendekati cermin.

Tangannya mengarah ke cermin itu menyentuh tepat dibagian matanya, "Aku pernah koma." lagi sebuah kalimat tanpa sadar ia ucapkan.

"Tuan Putri ... ratu memanggil Anda." pintu terketuk beberapa kali membuat Snow akhirnya tersadar dari lamunannya.

Snow berjalan kearah pintu kamarnya yang bermotif bunga itu, hendak membuka kenop pintu namun sebuah angin berhembus kencang membuat dirinya terjatuh.

"Akh!"

Snow meringis memegang bokongnya yang mencium lantai, ia dengan cepat melirik jendela dengan tirainya yang tertutup.

Pintu yang tak kunjung dibuka itu akhirnya terbuka menampakkan seorang pelayan wanita, "Tuan Putri, Anda baik-baik saja!?" dengan ekspresi paniknya pelayan itu membantu Snow berdiri.

Snow masih terdiam ditempatnya menolak pelayan itu yang membantunya berdiri.

Gadis itu lebih memilih memikirkan bagaimana cara angin itu masuk, angin itu seolah memberitahu sesuatu.

Seseorang yang rupanya tidak diketahui itu tengah berjuang di ranjang pasien ditemani oleh seorang lelaki yang selalu mengunjunginya setiap hari.

Satu tahun dua tahun, hingga memasuki tahun ketiga tubuh seseorang itu kian melemah.

Dirinya melihat dirinya yang lain yang tak kasat mata itu lalu dimensi ruang seketika berubah. Sebuah acara pemakaman, ia melihat dirinya yang tak kasat mata dengan seorang lelaki.

Lalu dirinya itu berlari memasuki sebuah lemari, langkah kaki lelaki itu bisa ia dengar sebelum akhirnya lelaki itu sampai didepan lemari tempat dijadikannya bersembunyi.

Bersamaan dengan lelaki itu yang membuka pintu lemari, lebih dulu ia ditarik menembus tembok dan begitu ia bangun ia sudah berada di padang bunga.

"Aku sudah mati!?"

Bersamaan dengan keterkejutannya, rambutnya yang pendek mulai memanjang disertai sebuah cahaya yang menyelimuti dirinya bersamaan dengan hilangnya cahaya itu, rambutnya yang hitam seketika berwarna pirang.

Dirinya menoleh menatap cermin disampingnya lalu melihat pelayannya yang masih membulatkan matanya.

"Putri Snow?" dengan ragu pelayan itu mengucapkan nama Snow namun melihat Snow menggelengkan kepalanya, pelayan itu berlari meninggalkan kamar Snow.

Snow bangun tanpa melepas pandangannya dari cermin, ia memegangi wajahnya dan pantulannya lalu tersenyum tipis.

"Claretta Nelson."

Pantulan dihadapannya berbicara mengucap sebuah nama, Snow memiringkan kepalanya lalu ia kembali mengingat peti mati bertuliskan sama dengan nama yang disebut itu.

Snow lalu memegang pantulan didepannya dan mendekatkan wajahnya dengan pantulan cermin itu.

'Brak!'

Claretta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang