Part 13 : Dongeng dan Kenyataan Pahit (3)

49 7 0
                                    

Claretta mematung perkataan lelaki yang saat ini berada dihadapannya seolah tidak masuk akal.

Saat ini mereka sudah kembali ke ruangan persegi berwarna putih itu. Mereka tengah berhadap-hadapan dengan Claretta yang selalu menatap tajam lelaki itu.

"Apa maksudmu tahun lalu hah?" kakinya yang dihentakkan itu membuat lelaki yang berada didepannya saat ini justru tertawa.

Lelaki itu berjalan menjauh membuat sebuah portal yang menghubungkan ruang serba putih ini dengan ruang pasien.

Tangannya terulur tak kunjung mendapati balasan akhirnya lelaki itu menarik Claretta paksa, melompat kedalam portal itu.

"Sehari didunia nyata sama dengan satu jam di dimensi antara hidup dan mati ini. Kalau aku tak salah ingat ... kau sudah berada disini selama empat Minggu kurang." jelas lelaki itu tanpa memperdulikan ekspresi Claretta dibelakangnya.

Claretta yang masih diam itu perlahan menghampiri dirinya yang terbaring di kasur itu.

Lelaki itu mendekat seraya memeluk tubuhnya, "lalu sekarang, kau hanya perlu menghitung detik karena sebentar lagi akan memasuki Minggu keempat." bisiknya membuat Claretta segera melepaskan pelukan lelaki itu dan berjalan menjauh.

"3 ... 2 ... 1."

'Nuuttttt'

Alat yang memancarkan aktifitas jantung itu seketika berubah menjadi rata yang awalnya naik turun itu.

Claretta membulatkan matanya dengan segera ia menghampiri tubuhnya berusaha masuk kedalam tubuhnya memberikan energi. Namun hanya sebagain jiwanya saja yang berhasil masuk kedalam raganya.

Bersamaan dengan dilepasnya alat pemacu jantung, jiwa Claretta terpental hingga sofa dekat pintu keluar-masuk itu.

"Selamat terjebak di dimensi kematian, Claretta."

Lelaki itu memutar kepalanya sembilan puluh derajat, iris matanya yang berbeda itu melirik Claretta tajam, singgungan senyum terlihat diwajahnya yang rupawan.

***

"Siapa namamu?" tanya lelaki itu membuka percakapan diantara keheningan yang tercipta.

Claretta diam sebentar kemudian mendongakkan kepalanya, "bukankah kau sudah tahu namaku?" lalu kembali menelungkupkannya diantara lipatan tangan.

Lelaki itu diam sebentar kemudian melihat luasnya ruang persegi berwarna putih ini.

"Kalau kau tidak mau memberitahu namamu aku tak akan memberitahu namaku juga." jelas lelaki itu sembari mendekati Claretta dan menarik wajahnya dengan paksa membuat gadis itu melihat kearah matanya.

Claretta terdiam sebentar, "mata birumu ternyata cantik, ya." alih-alih menjawab pertanyaan, dirinya justru membahas iris mata yang dimiliki lelaki itu.

Lelaki itu tersipu, ia lalu melepaskan pegangannya dan berjalan menjauhi Claretta.

"Apa-apaan reaksimu itu!" omel lelaki itu dari ujung sana membuat Claretta terkekeh geli. Mungkin ia sudah sedikit terbiasa tinggal dengan lelaki itu hanya berdua saja.

Claretta tak membalas lagi membuat suasana kembali hening, tak ada suara apapun selain lelaki yang berada diujung sana tengah memainkan sesuatu di atas tanah putih yang didudukinya itu.

Deruan nafas terdengar membuat Claretta barusaja menyadari kejanggalan, "kita bisa bernafas disini?"

"Kita sudah berada di dimensi kematian tentu saja bisa." balasan yang diberi lelaki itu tak cukup masuk diakal Claretta.

Claretta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang