Part 10 : Dongeng dan Kematian

60 12 0
                                    

"Kalian beruntung ... Putri kalian hanya mengalami koma." pernyataan yang diberikan oleh seorang dokter yang barusaja keluar dari ruang IGD itu membuat mereka yang berada disana menghela nafas lega.

Caldwell yang tengah duduk itu berdiri menghampiri dokter itu dengan tatapannya yang berbinar, "bisakah saya menemuinya?" lalu menanyai dokter itu.

Dokter itu segera menggeleng pelan. "Saat ini dia harus banyak istirahat, mungkin kalian bisa menemuinya dua hari lagi." jelas dokter itu lalu pamit, melangkahkan kakinya meninggalkan keluarga yang tengah diam itu.

Caldwell mengeratkan kepalan tangannya, tatapannya mengarah pada tiga gadis yang tengah duduk terdiam itu.

"Kau ... lupakan." hendak memarahi mereka namun melihat lirikan Cassie membuatnya mengurungkan niatnya. Akhirnya lelaki itu kembali ke tempat duduk.

Caldwell menelungkupkan kepalanya dalam lipatan tangannya, ia terus-menerus menghela nafas.

"Aku akan pulang."

Setelah beberapa menit menelungkupkan kepala itu, Caldwell berdiri berpamitan lalu pergi dari depan ruang IGD.

Caldwell menyeret kakinya, lemas. Ia seharusnya lebih dulu menyadari perbuatan Claretta yang selalu tak terduga itu.

Harusnya ia yang sedang koma. Harusnya ia melindungi Claretta seperti pangeran yang diharapkan gadis itu.

Kembali menghela nafasnya, Caldwell menatap langit kebiruan yang sudah berubah warna itu. Tetesan hingga tetesan air hujan mulai turun membasahi wajahnya.

Mengabaikan hujan yang kian deras itu, Caldwell masih mendongak melihat langit membiarkan rintikan air hujan itu masuk kedalam matanya yang terasa perih.

"Tuan Muda." seseorang memanggilnya membuat lelaki itu menoleh menatap pelayannya Clohre yang sudah menghampirinya membawa payung.

Clohre menyodorkan payung itu kepada Caldwell namun lelaki itu menolaknya setelah melihat Clohre yang hanya membawa satu buah payung saja.

"Kau payungi dirimu saja. Saya tidak mau jika kau sakit, siapa yang akan mengurus saya?"

***

Sudah seminggu sejak Claretta dinyatakan koma, setiap harinya Caldwell dan ketiga gadis itu selalu mengunjungi Claretta. Mereka kadang membawakan buah tangan atau datang sekedar menengok saja.

Caldwell duduk didekat ranjang, ia memegangi tangan Claretta kemudian mengecupnya sekilas.

"Clare ... kau harus bangun." kata Caldwell yang tersirat memaksa itu, iris matanya yang berwarna abu-abu itu menatap sayu gadis yang tengah terbaring dengan alat infus itu.

Ketiga gadis itu pamit, meninggalkan Claretta dan Caldwell berduaan di ruang rawat inap.

Pintu terbuka menampakkan Cassie yang tengah menenteng tas. Cassie berjalan mendekati Caldwell lalu menepuk pundaknya membuat lelaki itu tampak terguncang kaget.

"Astaga ... kau pikir aku siapa hm?" tanya Cassie tampak menggoda Caldwell yang kaget itu.

Caldwell menggeleng lemah, "tidak siapapun 'kok, Tante."

Wanita parubaya itu melihat Caldwell dari bawah sampai atas, "kamu makan dengan benar 'kan?" tanya Cassie seraya menepuk-nepuk pipi Caldwell yang keliatan sedikit tirus.

Claretta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang