Part 8 : Dongeng dan Seekor Kucing

50 11 0
                                    

"Clare!! Mama harap kau sudah bangun!" sebuah suara yang agak berteriak itu terdengar dari arah dapur.

Sang empunya kamar yang masih terlelap itu perlahan membuka matanya, dirinya terkesiap akan sebuah sosok yang muncul mengagetkannya. Hantu, ia menyebut sosok itu sebagai hantu.

Claretta mengabaikan sosok itu seraya bangkit menuju cermin, ia memperhatikan dirinya didepan cermin kemudian melirik sedikit pada seragam barunya. Gadis itu menghela nafasnya seraya meregangkan tubuhnya.

"Aaaaaaah!" teriak gadis itu kala beberapa barang yang ada didekatnya melayang-layang.

Mulai dari selimutnya, bantal, buku-buku dan lainnya. Namun hanya perasaannya saja atau di benda-benda yang melayang itu terdapat sebuah aura.

"Kau melihatnya 'kan?

Aura benda yang kubuat melayang itu."

'Brak!'

Bersamaan dengan pintu yang terbuka, barang-barang yang melayang itu mulai kembali ke tempatnya. Pintu itu terbuka menampakkan Cassie yang menggunakan apron masaknya, wajahnya khawatir lalu menghampiri Claretta yang sudah terduduk di lantai itu.

"Apa yang terjadi, Clare? Bukankah kau harusnya sudah bersiap untuk sekolah?" tanya Cassie beruntun.

Ah, benar. Harusnya ia sudah bersiap.

Tanpa berkata sepatah kata pun akhirnya Claretta bangun dan mengenalkan seragamnya itu.

***

"Clare harus semangat!"

Claretta meregangkan otot-ototnya saat dirinya tiba di gerbang depan sekolah barunya. Ia tak menyangka akan diterima di Gesamtschule padahal sebelumnya dia ragu.

Disampingnya ada Caldwell yang selalu menempelinya, mereka berdua akhirnya melangkahkan kaki masuk menuju gedung berwarna putih gading itu.

"Ahh dia tampan sekali!" Claretta menoleh kearah beberapa siswi yang tak dikenalnya, tatapan yang mereka tuju pada Caldwell seketika berubah tajam begitu mendapati Claretta yang berada disampingnya.

Gadis itu berjengit kaget, ia akhirnya berusaha mengabaikan mereka dan juga berusaha melepaskan Caldwell dari sisinya.

Caldwell merasa ada yang aneh dengan Claretta pun akhirnya membuka suaranya, "ada apa, Clare? Oh ya, kau harus menggunakan 'aku' ketika berbicara. Biasakanlah itu." tanya lelaki itu sembari memberitahunya.

"Clar- ah aku itu emm ...." tatapannya gelisah begitu terus merasakan hujaman transparan dari belakangnya. "Tidak apa-apa, tidak jadi, hehe!" Claretta menepuk kepalanya pelan kemudian berjalan mendahului Caldwell.

Caldwell diam sebentar kemudian melirik sekitar setelahnya ia tersenyum. Senyuman yang membuat siapapun yang melihatnya tak sadarkan diri, senyuman maut. Setelahnya Caldwell berlari menyusul Claretta yang sudah berada didepan pintu masuk.

Gadis itu terperangah, iris emasnya menyusuri setiap inci ruangan yang ada. Namun tiba-tiba ia terperangah dengan ruangan yang tampak terbuka itu, Claretta berjalan mendekatinya namun sebelum benar-benar memasuki ruangan itu seseorang menghalanginya masuk.

"Walah, anak baru tidak tahu sopan santun, ya?" sebuah suara menyapa di indra pendengaran Claretta membuat Claretta mendongak, terlihatlah seorang gadis yang lebih tinggi darinya.

Gadis itu mengenakan riasan yang terbilang cukup tebal ditambah beberapa hiasan yang tersemat di jari-jemarinya serta pergelangan tangan dan lehernya.

Claretta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang