DENTING | DUA BELAS

683 122 31
                                    

Dean melemparkan kaleng Coca cola dan dengan sigap Juna menangkapnya.

"Kenapa lagi sama Nayra?"

"Dia ngadu ke elo?"

"Yang di sana tadi bukan cuma Nayra doang."

Terdengar bunyi desisan dari kaleng yang Juna buka, cowok itu meminumnya. "Bisa gak sih lo gak usah cerita-cerita masalah keluarga kita ke orang lain? Biar apa lo begitu? Biar semua orang tau kalau keluarga kita gak baik-baik aja? Biar semua orang tau perilaku ayah sama bunda gimana? Biar semua orang ngecap ayah sama bunda jahat? Biar apa coba gue tanya sama, lo? Atau lo pengen dikasihani sama orang-orang?"

"Gue gak pernah berpikir begitu, Jun. Gue gak pernah cerita masalah keluarga ke Nayra. Gue gak pernah cerita tentang perilaku bunda sama ayah ke kita."

"Terus kenapa Nayra selalu sok tau tentang gue?"

"Gue cuma bilang bunda sama ayah strict parents, makanya susah buat kita keluar-keluar."

Air wajah Juna berubah. "Lo bohong ke Nayra?" Tidak mendapat jawaban, Juna menentang Dean dengan menatap tajam matanya. "Siapa yang ngajarin lo buat bohong? Ayah sama bunda gak pernah ngajarin kita buat bohong. Bahkan gue sama kakak gak pernah sama sekali ngajarin lo buat bohong ke siapapun itu." Wajah Juna memerah menahan emosinya. "Kalau lo gak mau cerita kenyataan yang ada lo bisa diem, Yan, diem. Lo gak perlu bohong sama orang-orang apalagi ke orang yang jelas-jelas peduli sama, lo. Gak susah kok Yan buat diem doang. Emang kedengaran ngeselin tapi setidaknya lo gak bohong."

"Gue bukan elo, Jun. Gue gak bisa kayak elo yang bisa nutupin semuanya seolah gak ada apa-apa. Gue gak bisa kayak elo yang bisa mendem semuanya sendiri. Gue butuh temen cerita, gue butuh temen bertukar pikiran yang bisa bikin gue lega. Kenapa gue gak cerita sama lo aja? Ya karena gue tau beban gue sama Raefal bakalan jadi beban buat lo juga. Gue tau Jun gue tau, setiap masalah yang gue hadapi dan gue cerita ke elo pasti elo ikut kepikiran, kan?" Dean membalas tatapan tajam tersebut. "Dan lagi, gue butuh seseorang yang cepet respon. Dan itu cuma gue dapetin dari Nayra, Galen, Farel, Bill. Lo terlalu kaku buat sekedar semangati gue, Jun. Padahal yang berat bukan cuma hidup lo doang. Lo terlalu sibuk sama pikiran yang seharusnya gak lo pikirin."

Jujur saja, pernyataan Dean cukup menyentil perasaan Juna.

"Dan lagi, emangnya lo gak pernah bohong? Justru elo yang paling sering bohong ke orang-orang, Jun. Bohong kalau lo baik-baik aja. Bohong kalau lo gak pernah punya masalah padahal dalam diri lo hancur!"

"Udah gue bilang jangan sok tau tentang gue! Yang tau apa yang ada di dalam diri gue itu ya gue sendiri. Emang lo pernah lihat kehancuran dalam diri gue?"

"Air mata, lo."

Kali ini Juna yang dibuat terdiam. Perang mata itu terjadi beberapa detik.

"Jun, gue mohon ... Ikuti kemauan Ayah sama bunda."

Juna mengalihkan pandangannya, meneguk minumannya hingga tandas lalu meremas kaleng tersebut. "Yan, dengerin gue. Tetap berada di jalan lo sekarang, dan gue bakal tetap ada di jalan gue."

"Ini demi kebaikan, lo! Gue gak tega lihat lo kesakitan terus!"

Juna mengacuhkan.

"Jun ... Gue mohon."

Juna menyandarkan tubuhnya ke sofa—menatap langit yang tampak mendung. Perlahan kepalanya menggeleng menjawab permintaan Dean.

****

Chika sudah siap dengan gaun biru malam dan rambut yang tergerai dengan riasan yang mencolok. Chika berulang kali menghubungi Juna, tetapi tidak ada panggilan atau pesan yang dijawab. Hingga acara hampir dimulai, ia buru-buru mengambil kunci mobilnya.

DentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang