❗WARNING ❗
ADEGAN KEKERASAN TIDAK UNTUK DITIRU
HARAP BIJAK DALAM MEMBACA-oOo-
Setelah percakapannya dengan Juna tadi Chika memutuskan untuk pergi dari sekolah. Ia tidak mungkin kembali ke kelas dengan air mata dan perasaannya yang sakit dan kecewa, bahkan satpam yang menjaga gerbang saja sampai mempersilakan Chika pulang karena Chika yang tampak buruk dengan air matanya yang mengalir deras.
Tujuan Chika saat itu hanya pulang ke rumah dan mengurung diri di kamar, karena hanya itu yang terlintas di kepalanya. Ia merenungkan banyak hal tentang Arjuna juga tentang ucapannya yang begitu berani pada Arjuna tadi. Berhenti? Apa itu pilihan yang tepat? Apa Chika akan benar-benar menyerah? Hatinya memang lelah, jiwanya pasrah, tapi jauh di dalam dirinya ia masih betul-betul mencintai lelaki yang tidak pernah sedikitpun meliriknya. Tetapi setelah dipikirkan lagi keputusannya ini sudah benar. Ia memang harus berhenti karena terlalu banyak waktu sia-sia yang ia luangkan hanya untuk memperjuangkan cinta yang tidak akan jadi cintanya.
Siang itu rasanya melelahkan, kepalanya terasa berat sampai Chika ketiduran dan panggilan telepon membangunkannya. Dengan mata sembab dan suara serak Chika mengangkat telepon tersebut.
"Halo."
"Chik, ke mana sih di panggil di grup gak aktif!" ketus Josia membuat Chika sampai menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Kenapa sih?"
"Kafe simpang sini cepet. Gue sama anak-anak udah di sini."
"Sore sore gini?"
"Sore pala lo ini udah jam 9 malam ege!"
Chika hanya ber-oh ria, ternyata selama itu ia ketiduran.
"Cepeten gue tunggu!"
"Gu-"
Belum sempat menolak Josia memutus panggilan sepihak. Chika menghela napas, ia bangkit dari ranjang, penampilannya begitu mengenaskan dengan mata bengkak, rambut urakan, seragam sekolah yang masih melekat juga seprainya yang basah karena air matanya. Huh, Chika semakin yakin untuk berhenti, ia tidak seharusnya seperti ini, kan?
****
Sudah ketebak kalau Josia, Eliza, Arumi dan Hersa akan heboh dengan mata sembab Chika meskipun Chika sudah memakai kaca mata hitam. Dan Chika tidak bisa bohong untuk tidak menceritakan alasannya pada teman-temannya itu.
"Gila ya si Juna! Dia dipelet apa gimana deh sama Amora," ujar Hana.
"Ini tangan gue gatel banget pengen nampol Juna. Bisa kali besok samper ke sekolah Lo ngelabrak cowok sok kegantengan itu, sekalian gue mau lihat Amora. Secantik apa sih dia sampe Juna berani sia-siain elo," ujar Josia.
Chika hanya bisa menebalkan telinga menanggapi teman-temannya yang terlalu overprotektif ini. Sampai kedatangan seseorang membuat jantung Chika berdegup kencang, tubuhnya menegang lantas menatap teman-temannya tajam. Ini siapa yang berani menghubungi Wandi?
"Lo tau kan kalau kita gak mungkin berani aksi. Nah, kita laporin ke pawangnya aja, kalau dia pasti berani ngasih pelajaran ke Juna," ujar Josia tanpa rasa bersalah.
"Gue kan udah bilang jangan bilang ke siapa-siapa apalagi ke Wandi!" sentak Chika, kali ini ia benar-benar kesal. "Nyesel gue percaya sama lo pada," ujar Chika memutuskan pergi dengan kedongkolan, moodnya bertambah buruk.
Wandi yang baru tiba langsung mengejar Chika keluar kafe, cowok itu berkali-kali memanggil namun tidak Chika hiraukan. "Chika!" panggil Wandi dengan nada tinggi dan itu berhasil menghentikan langkah Chika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] 𝘚𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 - Arjuna Arjuna berdiri paling depan membela adik-adiknya jika terjadi suatu masalah, tidak mempedulikan bahwa dirinya juga terlalu banyak menanggung luka...