Beruntung luka yang dialami Dean tidak terlalu parah, kata dokter Dean hanya butuh istirahat dan pemulihan beberapa hari. Bill tidak menghubungi keluarga Dean karena itu permintaan Dean sendiri jadi Bill juga tidak bisa berbuat banyak selain menjaga Dean.
Bill duduk di luar ruangan Dean dengan tatapan cemas dan gelisah, ia terus memikirkan nasib Juna yang masih berada dalam bahaya. Ponselnya berdering dan Bill segera mengangkatnya, dengan harapan mendapatkan kabar baik..
"Gimana Juna aman?" tanya Bill dengan harapan.
"Mereka gak ada di markas. Hendra itu licik gak mungkin dia bawa Juna ke markas di mana kita semua tau markas dia. Dia pasti bawa Juna ke tempat lain," jawab Galen. Setelah sulit dihubungi oleh Farel tadi akhirnya Galen bisa dihubungi juga, dan cowok itu langsung meluncur ke tempat Juna akan dibawa.
Bill panik, ketakutannya semakin besar. "Terus Juna gimana, Gal? Kita harus temuin Juna. Gue ikut cari Juna."
"Gak usah, lo jagain Dean di sana. Bisa aja anak buah Hendra ada yang masih ngawasin Dean. Gue sama anak-anak bakal temuin Juna Lo tenang aja. Jangan kasih tau Dean, kalau Dean nanya bilang aja Juna udah sama gue lagi sembunyi."
Tidak ada jawaban.
"Tenang Bill, Juna bakal baik-baik aja. Gue pastiin gue bakal bawa Juna."
****
Juna tidak tau di mana anak buah Hendra akan membawanya. Kepalanya ditutup oleh kantong hitam hingga ia tidak dapat melihat apapun juga dengan tangannya yang terikat. Tidak sampai di situ, Juna juga sedang berusaha menahan sakit sebab beberapa pukulan yang sempat dilayangkan padanya tadi.
"Kita udah mau sampai," ujar orang yang berada di sebelah Juna. Sepertinya orang itu sedang teleponan dengan Hendra.
"Aman aja, gue pastiin Lo bisa habisin Juna dengan santai."
Juna merapal doa, bagaimanapun juga ia masih ingin hidup. Ia tau betul kalau Hendra tidak akan membiarkannya kali ini.
"YUD AWAS YUD!"
Tiba-tiba, teriakan memekakkan telinga membuyarkan keheningan dalam mobil itu. Juna merasa kepala yang berat dan sakit, ketika mobil tiba-tiba berbelok ke kiri untuk menghindari sebuah motor yang melintas dengan cepat. Mobil itu kemudian kehilangan kendali dan menabrak pohon dengan keras.
Dengan kepala berat Juna membuka penutup kepalanya dan mendapati anak buah Hendra tidak sadarkan diri, orang di kiri kanannya juga tampak tidak bertenaga akibat kecelakaan tunggal ini. Kesempatan itu Juna gunakan untuk kabur meskipun kakinya terasa sakit dan membuatnya pincang. Juna berlari sekuat tenaga yang ia bisa sampai tiba-tiba lampu motor menyorotinya, Juna menutup matanya yang silau, jantungnya kembali berdegup kencang, apa itu salah satu anak buah Hendra?
"Buruan naik!"
Juna cengo mengetahui siapa yang menolongnya.
"Buruan gak ada waktu!"
Dan segera Juna naik di boncengan orang tersebut yang tidak lain adalah Wandi yang merupakan rivalnya sendiri.
Juna tidak dapat melakukan apapun selain percaya pada Wandi. Bahkan ketika Wandi membawa Juna ke rumahnya pun Juna hanya menurut karena menurutnya Wandi bisa menolongnya.
Sudah tiga puluh menit semenjak Juna berada dikediaman Wandi, cowok itu sudah membersihkan diri dengan mandi untuk menghilangkan darah akibat kecelakaan tadi.
"Kenapa lo nolongin gue?"
Wandi menaikan sebelah alisnya. "Emang harusnya gimana? Gue biarin aja?"
Wandi bukan sengaja menolong Juna. Ia hanya tidak sengaja melalui TKP dan melihat Juna dibawa oleh anak buah Hendra. Di situ tiba-tiba saja naluri Wandi bergerak untuk menolong Juna, entah karena apa tapi Wandi hanya merasa perlu menolong Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] 𝘚𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 - Arjuna Arjuna berdiri paling depan membela adik-adiknya jika terjadi suatu masalah, tidak mempedulikan bahwa dirinya juga terlalu banyak menanggung luka...