DENTING | DUA PULUH DUA

516 98 15
                                    

Sirine polisi terdengar nyaring, komplotan bermotor di persimpangan jalan kocar kacir berupaya kabur meninggalkan seorang cowok yang sudah lemah tak bertenaga akibat pengeroyokan. Cowok tersebut terbatuk-batuk memegangi dadanya yang sesak, ngilu terasa di mana-mana, ia berusaha berdiri. Tiba-tiba dahinya dibuat mengernyit kala seorang gadis menghampirinya dengan raut cemas.

"Lo gak papa?"

Wandi bungkam, perhatiannya teralihkan pada suara sirine polisi dari ponsel sang gadis.

"Ah, cuma ini yang bisa gue lakuin buat nolongin, lo. Untung mereka kira ini suara polisi beneran."

Gadis tersebut membantu Wandi duduk di kursi dan tidak ada penolakan dari Wandi.

"Mau ke rumah sakit gak biar diobatin? Kelihatannya parah banget?"

"Gak papa," ujar Wandi menyeka ujung bibirnya yang berdarah.

Gadis tersebut mengambil tisu dari tasnya lalu memberikan pada Wandi. "Coba lap pakai ini."

Wandi memperhatikan wajah gadis itu sejenak, kemudian tanpa segan mengambil tisunya.

"Kok lo bisa dikeroyok, ada masalah apa? Lo bisa laporin ini kepolisi kalau mereka mau begal atau emang niat nyelakain, lo."

"Sebelum gue jawab gue yang mau nanya sama lo, kenapa lo bisa ada di tempat sepi malam-malam gini?" Karena dari awal pertemuan hanya pertanyaan ini yang berada di benak Wandi. Pasalnya tempat ini memang sarangnya komplotan bermotor dan Wandi ke sini karena ada urusan, tapi nasib buruk sedang menimpanya karena bertemu musuh.

"G-gue gak sengaja lewat aja."

Wandi mengernyit, tidak puas dengan jawabannya. "Gak sengaja lewat emang lo mau ke mana?"

"Gue mau ke rumah temen, dan menurut maps ini jalan tembusan yang paling deket rumah temen gue, makanya gue lewat sini dan akhirnya gak sengaja lihat lo dikeroyok kayak tadi."

Jawaban kali ini cukup masuk akal, Wandi masih sibuk menetralkan dirinya dari serangan dan rasa sakitnya. "Makasih udah nolongin," kata Wandi.

Gadis tersebut mengangguk. "Emang udah tugas manusia saling tolong menolong. Btw ini Lo pulangnya gimana, mau gue pesenin gocar atau gimana?"

"Gue bisa bawa motor sendiri."

"Yakin? Dengan kondisi Lo yang kayak gini?"

Wandi mengangguk. "Mending Lo pergi dari sini, dan gue saranin jangan lewat jalan sini lagi. Gak papa milih jalan yang jauh yang penting selamet daripada yang Deket tapi kenapa-kenapa."

"Emang jalanan sini kenapa?"

"Gak lihat gue diapain tadi?"

Gadis tersebut termenung, tiba-tiba rasa takut bersarang di dada. "Tapi gue harus ke rumah temen gue. Kalau mutar lagi bakal lama."

"Emang penting banget?"

Gadis tersebut mengangguk.

Wandi diam, membiarkan gadis ini pergi sendirian akan mengundang bahaya lainnya. Tapi kalau dia berinisiatif mengantar bukan tidak mungkin dia juga ikut dalam bahaya karena kondisinya yang tidak bisa untuk baku hantam.

"Saran gue mending putar balik aja, atau besok Lo temuin temen, Lo."

"Gak bisa, gue harus pastiin sekarang dia ada di rumah atau enggak."

Raut kebingungan terlihat jelas di wajah Wandi.

"Infonya temen gue kabur dari rumah, dan gue mau mastiin itu karena yang gue tau dia bukan tipe orang yang begitu."

DentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang