"Sedekat itu lo sama Chika sampai dia minta bantuan lo?"
"Gak penting buat lo. Yang penting buat lo tau sekarang itu .... Amora."
Mendengarnya, Arjuna langsung melayangkan pukulan ke pipi Kyle. Apa tadi? Amora? Bisa-bisanya Kyle menyebut nama Amora. Kenapa hal itu harus menjadi penting baginya?
Kyle merasakan linu di pipinya, namun seolah tujuan itu tidak berarti apa-apa, ia tersenyum lebar, menatap Arjuna. "Welcome to my game."
"Gak usah macem-macem sama orang-orang gue."
Kyle tersenyum sinis. "Emm, kalau satu macem aja gimana? Atau dua deh, tiga kayaknya cukup."
Bugh! Juna kembali melayangkan pukulannya sampai membuat ujung bibir Kyle berdarah. Kyle membuang ludah yang bercampur darah, kali ini tatapannya berubah tajam, berbeda dengan pukulan sebelumnya.
"Elo yang macem-macem duluan sama orang-orang gue. Sama Chika. Dan harusnya lo udah tau dong sifat gue gimana? Gue turutin kemauan Chika buat gak nyentuh elo, tapi sebagai gantinya ... Gue pastiin lo bakal menderita tanpa harus gue sentuh."
"Berengsek!"
"Ohh atau sekalian sama temen men-temen lo yang cupu?"
"Berani lo sentuh mereka, habis lo sama gue!"
"Atau adek lo, siapa namanya? Dean? Si kutu buku?"
"ANJING!"
Bugh! Belum sempat Arjuna memberi bogeman, Kyle lebih dulu menendang perut Arjuna.
"Lo pikir gue bakal biarin orang-orang yang udah bikin Chika menderita? Orang yang Chika anggap temen tapi tega ngelihat dia dibully bahkan dituduh ngelakuin hal yang enggak dia lakuin? Sakit lo pada!"
"Salah gue! Chika kayak gini karena gue! Kalau lo mau bales dendam bales ke gue, jangan ke orang-orang yang gak ada sangkut pautnya sama masalah ini. Kalau begitu lo gak ada bedanya sama Hendra."
Kyle berdecih. "Jangan samain gue sama si berengsek itu, jelas gue beda sama dia. Gue bisa lebih sadis daripada dia."
Arjuna dapat menangkap keseriusan dari mata Kyle, cowok itu tampak bersungguh-sungguh. Kini, rasa sakit di perutnya mulai menjalar ke dadanya, rasanya sakit dan sesak, lidahnya terasa Kelu untuk mencari pembelaan.
"Gue bakal menderita seperti yang lo mau."
Kyle mengangkat sebelah alisnya.
"Sebagai gantinya... Jangan ganggu orang-orang gue. Terutama Amora, jangan temui dia lagi."
-oOo-
Koridor cukup sepi karena pembelajaran masih berlangsung, keluar dari kantor Arjuna tidak langsung ke kelas, langkahnya membawanya ke tempat lain namun tiba-tiba dadanya dibuat berdebar kencang. Amora memeluknya dengan erat, suara isakan terdengar jelas di telinganya. Juna terhenyak mencoba memahami situasi ini.
"Jangan pergi...," suaranya terdengar serak. "Tolong jangan."
Arjuna terdiam sejenak, terkejut dengan pelukan tiba-tiba dari Amora. Amora mengangkat wajahnya, mata berkaca-kaca.
"Ra," Arjuna mencoba mengurangi pelukan itu tapi Amora semakin mengeratkan pelukannya.
"Gue denger. Kenapa lo harus pindah sekolah? Kenapa harus pergi?"
Arjuna tidak menjawab, pelan-pelan ia melepaskan pelukan Amora dan gadis itu perlahan melepaskannya. Arjuna memegang kedua pundak Amora, menatap matanya dengan tekad. "Gue gak ke mana-mana." Arjuna dengan suara lembut, mencoba menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] 𝘚𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 - Arjuna Arjuna berdiri paling depan membela adik-adiknya jika terjadi suatu masalah, tidak mempedulikan bahwa dirinya juga terlalu banyak menanggung luka...