DENTING | DUA PULUH EMPAT

379 81 18
                                    

Dari pintu kamar yang sedikit terbuka Juna melihat Dean sibuk berkutat dengan buku-buku di meja belajarnya. Juna seakan paham apa yang adik tirinya rasakan, tentang seberapa frustasinya Dean dengan hubungannya sekarang ditambah lagi beban Dean yang menggunung menanggung ekspektasi keluarga.

Sejam sebelum Dean berakhir di meja belajarnya sekarang, cowok itu sudah mendapatkan luka baru di bahu akibat pukulan sang Ayah. Itu semua perkara Dean yang akan pamit pergi keluar tapi tidak diizinkan. Dean beradu argumen karena niatnya keluar malam ini adalah untuk mencari Nayra, tapi karena tidak diizinkan ia harus mengurung niatnya dalam-dalam.

"Beberapa hari ini kamu itu udah keluyuran terus! Mau jadi apa kamu kalau main main main terus? Mau jadi kayak Arjuna?!"

Juna sempat mendengar pertengkaran di ruang tamu antara Dean dan Ayah, bukannya mengasihani diri sendiri ia begitu memikirkan perasaan adiknya. Tapi entah kenapa Juna tidak tau harus berbuat seperti apa untuk menghibur adiknya.

"Mau sampai kapan berdiri di situ?" kata Dean membuat Juna terkejut, jadi dari tadi Dean menyadari keberadaan Juna?

"Gue gak papa," ujar Dean.

Juna mengatur ekspresi seperti biasanya. Dingin tak tersentuh. "Fokus sama sekolah, jangan sampe masalah Nayra bikin lo gak fokus sama goals yang udah lo buat. Jangan bikin Bunda sama Ayah kecewa."

Dean  menaikkan sebelah alisnya, terkejut dengan perkataan Arjuna. "Kenapa harus gue? Lo juga anaknya, kan? Kenapa cuma gue yang harus menuhin semua ekspektasi keluarga? Kenapa cuma elo yang boleh bikin Bunda sama Ayah kecewa?" Dean memandang Juna dengan tajam, namun dengan intonasi yang berusaha ia redam karena posisi Raefal yang sudah tidur.

"Kalau lo aja bisa egois kenapa gue enggak? Gue selalu nurut sama apa yang disuruh Bunda sama Ayah bukan berarti gue gak bisa berontak kayak elo!"

"Mending lo tidur."

Dean tersenyum hambar, harusnya ia sadar bagaimana Arjuna, laki-laki egois yang semaunya sendiri.

****

"LEPASIN!"

Seseorang menarik lengan Nayra paksa keluar dari minimarket tak memperdulikan barang belanja yang dibawa Nayra jatuh berserakan. "Daffa lepasin gue bilang!"

Daffa bak bertemu harta Karun yang dicarinya selama ini, ia tidak menyangka akan bertemu Nayra di tempat yang tidak pernah dipikirkannya, padahal niat awalnya hanya membeli minum. Dan Nayra merutuk diri, harusnya ia tidak nekat keluar dari tempat persembunyiannya, harusnya ia mengandalkan Chika untuk memesan makanan lewat gofood dan semacamnya.

"Kemana aja sih lo selama ini? Kenapa lo nekat pergi dari rumah? Orang-orang khawatir sama lo Nay, orang tua lo khawatir, gue juga khawatir!"

"Gue gak peduli!" sentak Nayra berusaha mengurai cekalan Daffa yang malah mengeratkan cengkramannya.

"Ikut gue pulang sekarang!"

"Gak mau!" Nayra memberontak, kenapa jalanan di sini sepi sekali? Apa karena malam hari? "Daffa lepasin gue berengsek gue gak mau pulang!"

"Lo mau jadi gelandangan? Selama ini lo tinggal di mana? Ohh atau pacar lo itu ngasih lo tempat tinggal makanya lo gak mau pulang? Dengan pergi dari rumah lo bisa bebas ketemu sama Dean kapan aja gitu?"

"Gue pergi dari rumah itu gara-gara elo! Gue gak mau dijodohin sama cowok kayak elo!"

"Itu karena lo tolol lebih milih cowok kayak dia!"

"Gue bakal berkali-kali lipat lebih tolol kalau milih cowok kayak elo!"

Daffa kembali menarik lengan Nayra untuk membawanya pulang. Nayra berontak sekuat tenaga bahkan rasa perih di lengannya ia abaikan yang penting ia bisa terbebas dari Daffa.

Bugh!

Sebuah pukulan melayang mengenai wajah Daffa membuat cowok itu terhuyung kebelakang dan melepas cengkeramannya. Nayra melongo melihat siapa yang datang membantunya.

"Juna?"

Juna memutar-mutar tangannya yang terasa sakit setelah memukul tulang pipi Daffa, cowok itu menatap picik cowok tersebut.

Tidak terima Daffa menyerang dengan tinjuan namun Arjuna cepat tanggap menangkap tangan Daffa lalu memutarnya ke belakang. Daffa merintih sakit, harusnya ia sadar siapa yang ia tantang, Arjuna Aileen Basupati—siswa yang berhasil membawa pulang piala seni bela diri tingkat nasional beberapa waktu lalu.

"Akh sialan! Gue gak punya urusan sama elo!"

"Pergi sebelum gue makin jauh."

"Hak ap—akhh—" Juna menekan tangan Daffa membuat cowok itu merintih sakit. "Gue cuma mau Nayra pulang! Lo tau cewek itu udah dicari-cari keluarganya?"

"Gue yang bakal anter dia pulang."

Pernyataan yang mampu membuat Nayra tercekat.

*****

Di kursi panjang pinggir jalan Nayra dan Juna dilanda hening berkepanjangan. Coca cola di tangan Nayra tak kunjung diminum karena kecanggungan yang melanda. "G-gue—"

"Pulang."

Nayra memandang Arjuna dari samping, cowok itu tampak santai karena berkali-kali meneguk minuman kalengnya.

"Gue harap lo gak ngerepotin orang-orang buat nyari elo. Apalagi stress karena khawatirin elo."

Nayra memainkan ujung sepatunya, ia dilanda kebingungan.

"Mau sampai kapan lo bergantung sama Chika? Mau sampai kapan lo mau nutupin hubungan Lo sama Daffa dari Dean?"

Kali ini Nayra rasakan jantungnya mau keluar, dari mana Juna tau semua itu? Apa Chika yang menceritakannya? Tidak tidak Chika tidak mungkin seperti itu, tapi Juna kenapa ... bisa?

Juna tidak memperdulikan bahwa perkataannya hampir membuat orang di sebelahnya ini kehabisan napas. Juna memang tau semua itu, tentang Nayra yang berada di rumah Chika, Juna tidak sengaja melihat Nayra ketika Juna mengantar jaket Chika malam itu. Ia melihat Nayra mengintip dari jendela kamar Chika di lantai dua. Dan hubungannya dengan Daffa, Juna mendengarnya saat menolong Chika yang berkelahi dengan Daffa di sekolah tadi. Juna tau tapi ia menutup diri, jika Chika punya alasan untuk tidak memberi tau keberadaan Nayra kenapa Juna harus membongkarnya?

Tapi saat ini, setelah melihat Dean tadi, Juna tidak akan membiarkan adiknya itu merasa frustasi dan menyalahkan diri.

"Juna gue—"

"Jangan jelasin ke gue karena gue gak akan peduli lo tau itu? Jelasin ke orang-orang yang bakal peduli sama alasan elo."

****

Bahkan setelah cekcok dengan Arjuna tadi Dean masih melanjutkan belajarnya sampai sekarang, kepala Dean terasa berat tapi ia masih belum ingin tidur. Tes. Darah mengucur dari hidungnya dan mengenai bukunya, Dean mendongak untuk menahan darah yang keluar lalu cepat menyumpal hidungnya dengan tisu. Ini bukan yang pertama kali terjadi, jika sedang banyak pikiran Dean memang sering mimisan jadi ia menghadapinya dengan santai. Orang akan berpikir Dean manusia gila karena dengan hidung tersumpal tisu ia masih melanjutkan belajarnya. Sampai akhirnya dering ponsel mengalihkannya, nama yang tertera di layar membuat Dean cepat mengangkat telepon tersebut.

"Nayra lo di mana sekarang? Lo tau semua orang khawatir sama lo? Kasih tau gue lo di mana gue bakal jemput dan anter lo pulang ya Nay."

Dean tercekat ketika yang terdengar hanya isakan tangis, sebenarnya apa yang terjadi dengan gadisnya.

"Maafin gue."

"Nay, lo kenapa? Nayra cerita sama gue lo kenapa? Lo marah sama gue? Kasih tau gue lo di mana sekarang." Dean bangkit dari duduknya, menyaut jaket yang tergantung di dinding dan kunci mobilnya di meja.

"Let's break up."

"Nay...,"

"Sorry."


















TO BE CONTINUED

DentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang