DENTING | TIGA PULUH LIMA

72 13 0
                                    

Hujan baru berhenti setelah mentari berganti sang purnama. Saat itulah Arjuna tiba di rumahnya setelah terjebak dalam hujan selama berjam-jam di sekolah, membantu melatih adik kelasnya untuk turnamen silat. Meski sebenarnya Arjuna bisa saja menerobos hujan, dia tetap berada di sana karena ada anak didiknya yang tak berani melakukannya.

Dengan baju yang sedikit basah di bagian depan karena gerimis, Arjuna menuju kamarnya lewat pintu belakang. Membuka pintu kamar dahi Juna mengernyit melihat Dean tertidur di kasurnya. Arjuna menghela napas kasar, menaruh tas nya di meja. "Punya kamar sendiri gak usah ngerusuhin kamar orang," seru Arjuna. Seperti biasa ia tidak suka jika ada yang masuk kamarnya.

Dean tidak mengindahkan, cowok itu tidur membelakangi Juna.

Arjuna membiarkan Dean dan memilih mandi, harapannya ketika ia selesai mandi nanti Dean sudah pergi, tapi nyatanya tidak, Dean masih diposisi sama.

Arjuna menggosok-gosok rambutnya dengan handuk. "Yan!"

"Bentar doang," kata Dean.

Mau itu semenit atau sedetikpun Juna tidak akan mengijinkan. "Tidur kamar lo sendiri."

"Akh—"

Arjuna terdiam saat Dean meringis ketika ia menggoyangkan punggung Dean. Arjuna yang penasaran lantas membalik tubuh Dean walau Dean sempat menolak untuk menghadapnya.

"Kali ini kenapa lagi?" tanya Arjuna melihat sudut bibir Dean yang sobek, itu akibat tamparan Ayahnya tadi.

Dean menjauhkan tangan Juna, ia hendak kembali tidur tapi Arjuna menahannya.

"Ayah atau Bunda?" Dean tidak menjawab yang membuat Arjuna geram. "Yan!"

"Bukan karena siapa-siapa! Salah gue sendiri makanya bisa kayak gini."

Mendengar jawaban tidak memuaskan dari Dean, Arjuna keluar kamar. Dean tidak menghentikan, dirinya terlalu lelah untuk mencari pembelaan.

"Juna," ujar Bi Arin berpapasan di depan kamar. Bi Arin berniat membawa makan malam untuk Dean karena tau Dean ada di kamar Juna. "Sudah pulang?"

Juna gak ada waktu buat basa basi, ia melalui Bi Arin begitu saja untuk menemui Ayahnya.

"Juna," Bi Arin menghentikan langkah Arjuna. Karena tau apa yang akan dilakukan Juna, semua terlihat dari raut wajah Juna yang menahan amarah. "Dean kayak gitu karena Ayah kamu. Ayah kamu mau ngirim Dean ke luar negeri, Bibi gak tau tepatnya di mana tapi yang pasti Ayah kamu minta Dean buat keluar dari rumah ini kalau Dean masih tetep mau ambil Kedokteran dan gak mau nerusin bisnis Ayah kamu. Ayah kamu bahkan bilang kalau Dean gak bakal boleh kumpul sama keluarga ini lagi," cerita Bi Arin karena itu lah yang ia dengar. "Yang buat Ayah kamu marah itu karena Dean bilang Ayah kamu punya perempuan lain. Bibi juga kaget dengernya kenapa Dean bisa bilang kayak gitu."

Juna merasa dadanya dihantam besi tajam mendengar seberapa kejam Ayahnya yang tega mengusir anaknya sendiri juga seberapa nekatnya Dean mengungkapkan tentang perselingkuhan itu. Juna merasakan kepalanya memberat, kenapa masalahnya tak kunjung usai dan kini kian rumit saja?

"Udah ya kamu di kamar aja nemenin Dean. Jangan bikin masalah lagi."

Juna masih terpaku dalam pikirannya, kemudian ia kembali ke kamarnya. Membuka laci meja belajar, membuat Dean terkejut. Setelah mendapatkan apa yang dicari Juna menuju ruang kerja Ayahnya. Pintu tertutup dan tanpa permisi Juna membuka pintu itu dengan kasar.

Danu yang sedang sibuk bekerja sontak terkejut dengan kehadiran Juna yang sangat tidak sopan itu.

"Di mana sopan santunmu sama orang tua?!"

Brak!

Juna meletakkan dengan kasar amplop cokelat yang dibawanya di atas meja. "Juna yang bakal terusin bisnis Ayah!"

****

Arjuna menuju lantai bawah. Dengan langkah yang mantap ia menghampiri Bundanya yang sedang membuatkan kopi untuk Ayahnya di dapur. Retna menatap kehadiran Arjuna bingung, amarah itu terlihat jelas di wajah Arjuna.

"Juna pikir Bunda bener-bener berubah. Juna pikir Bunda bakal baik ke Dean dan gak memperlakukan Dean kayak dulu lagi. Tapi ternyata Juna salah, Bunda sama Ayah masih yang dulu, masih jadi orang tua yang gak pernah peduli dan gak mikirin perasaan anaknya!"

Retna dibuat terdiam dengan perkataan Arjuna yang berani.

"Sedikit aja Bun, sedikiiiit aja Juna minta buat Bunda baik ke Dean sama Raefal. Juna gak peduli segimanapun sifat Bunda ke Juna, tapi Juna cuma mau Dean sama Raefal dapat kasih sayang yang cukup. Apa susahnya sih Bun ngasih kasih sayang ke anak? Toh, kita gak pernah macam-macam?"

"Maksud kamu apa bilang kayak gitu ke Bunda?"

"Maksud Juna berhenti nyakitin Dean, Bun. Dean selalu nurut sama kalian selama ini, jadi tolong biarin Dean buat keputusan masa depannya sendiri."

"Juna, kalau kamu marah sama Bunda karena perbuatan Ayah kamu ke Dean tadi, Bunda gak tau apa-apa. Bunda gak tau kalau Ayah kamu mau ngirim Dean keluar negeri. Ayah gak bilang ke Bunda."

"Kalaupun Ayah bilang Bunda gak bakal ngelakuin apa-apa, kan? Bunda bakal diam aja dan ngebiarin semuanya kayak yang sudah-sudah? Bunda selalu kayak gitu."

"Bunda tau? Juna kecewa sama Bunda."

****

Setelah perdebatannya dengan Arjuna yang memanas tadi, Retna menuju kamar Dean. Dilihatnya Raefal yang sedang tidur di temani Bi Arin di sebelahnya. Bi Arin yang menyadari kehadiran majikannya segera bangkit.

"Dean tidur di kamar Juna. Jadi saya yang nemenin Raefal tidur, Bu."

Retna memandang putra bungsunya yang terlelap tiba-tiba hatinya menghangat. "Bibi tidur aja, biar Raefal tidur sama saya."

Bi Arin sontak terkejut mendengarnya. "Beneran, Bu?" Pasalnya jarang sekali Retna mau menemani Raefal tidur, mengingat selama ini kan Raefal selalu tidur dengan Dean.

Melihat anggukan dari Retna, Bi Arin cukup merasa senang karena setidaknya Retna masih mau memeluk Raefal yang masih sangat membutuhkan pelukan hangat orang tua. Kini, ganti Retna yang menemani Raefal tidur.

Retna berbaring di samping Raefal. Di usapnya kepala anak bungsunya, ditatap lekat wajah yang masih polos itu. Seketika dadanya terasa nyeri, mengingat seberapa besar perannya selama ini menjadi seorang Ibu? Seberapa banyak hal yang ia tau tentang anak-anaknya? Mengetahui jawabannya membuat Retna berpikir, masih pantaskah ia sekarang dipanggil 'Bunda'?

Kenapa anak-anaknya masih memanggilnya Bunda setelah perlakuan kejam yang selama ini ia lakukan? Bahkan di saat titik terendah mereka, di saat kata 'kecewa' keluar seperti yang diucapkan Arjuna tadi, Arjuna masih memanggilnya 'Bunda'. Layak kah gelar itu untuknya?

Retna makin tersiksa dari waktu ke waktu. Setelah insiden Dean suicide saat itu Retna mulai merasakan gejolak aneh pada dirinya. Entah kenapa Retna merasa marah dan bersalah pada dirinya sendiri. Retna merasa dihujam duri tajam mengetahui anaknya tega menyakiti dirinya sendiri dan itu semua karenanya?

"Maafin Bunda, ya. Maafin Bunda udah banyak nyakitin kalian. Ijinin Bunda buat menebus semua kesalahan Bunda."












To Be Continued

DentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang