DENTING | DUA

1.5K 207 52
                                    

Ketika kelamaan menjomlo google bertindak wkwk^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kelamaan menjomlo google bertindak wkwk^^

****

Malam semakin larut, lampu jalan menyala temaram, namun tidak memadamkan semangat pemuda-pemuda yang tengah mengglayer motor memainkan gas hingga suaranya memekakkan telinga. Arjuna dan hoodie abu-abunya, cowok itu melirik Wandi di sebelahnya yang sedang diberi semangat oleh gadis berpakaian minim-memamerkan paha mulusnya. Saat asik mengglayer motor Juna tersentak saat seseorang menggelayuti lengannya, seorang gadis yang berpakaian tak berbeda jauh dari gadis yang bersama Wandi. Segera Juna menepisnya, memberi tatapan tajam dari balik helm full face yang kacanya terbuka. Gadis itu pun pergi dengan kekesalan.

Entah sudah berapa banyak gadis yang menggoda Juna di setiap malam balapan liar namun Juna sama sekali tak tergoda. Gadis yang tadi masih mending, ada yang lebih parah bahkan sampai memamerkan belahan dadanya di hadapan Juna. Dan dengan kurang ajar menarik tangan Juna untuk memegangnya, tentu saja Juna langsung menepisnya, membentak, lalu mengusir gadis itu pergi.

"Yah, cupu! Masa digoda cewek cantik malah diusir, homo lo ya?"

Kejadian selanjutnya tentu kalian tahu apa.

Juna mencengkram gasnya erat saat seorang gadis siap memulai pertandingan malam ini. Dan dalam hitungan ketiga motor Juna dan Wandi mulai melaju, membelah keheningan malam ibu kota.

"Gal, Arjuna sudah ada gandengan?"

Galen melirik gadis di sampingnya. "Emangnya kenapa?"

"Kok dia jauhin gue terus, gue kurang apa coba? Cantik udah, sexy udah, terkenal juga udah. Banyak kali cowok-cowok ngantri sama gue," katanya sembari menyibakkan rambut.

"Kalau kata pak haji sih najis mugaladoh deket sama lu," ujar Bill.

"Mulut lo minta ditampol, ya!"

Bill tertawa renyah bersama Galen dan Farel.

"Kayaknya ada sih," jawab Galen.

"Seriusan? Tapi kok gak pernah diajak ke sini?"

Galen menggendikan bahu. Membuat gadis yang bertanya memberenggut kesal.

****

"Dari mana aja kamu jam segini baru pulang? Kenapa gak pulang sekalian aja?"

Juna berusaha santai menghadapi Ayahnya yang sedang berkutat dengan laptop tetapi sadar akan kehadirannya. "Gak lihat sekarang udah jam berapa?"

"Maaf, Yah."

Danu menutup laptopnya keras sembari melepas kacamata dan ia letakkan di meja. "Kenapa sih kamu itu susah banget dibilangin? Mau ditaroh mana muka Ayah sama rekan-rekan kerja Ayah punya anak gak tau aturan kayak kamu, huh?!"

"Dean anaknya penurut tapi Ayah berlaku sama juga. Yang Ayah mau itu anak kayak gimana? Anak-anak Ayah harus berperilaku seperti apa?"

Plakk

Pipi Juna berkedut ngilu, hal seperti ini sudah seperti makanan baginya. "Juna tau Yah, sebenarnya Ayah khawatir kan sama Juna makanya Ayah belum tidur dan nungguin Juna di sini?"

"Gak usah berharap kamu!"

"Yang Juna bisa cuma berharap, Yah. Karena cuma harapan Juna yang bisa buat Juna bahagia. Berharap keluarga kita bisa harmonis kaya keluarga-keluarga lain."

"Ayah banyak kerjaan dan baru pulang dari kantor, bukan nungguin kamu apalagi khawatirin kamu. Justru kalau kamu gak pulang Ayah malah senang, setidaknya beban Ayah berkurang."

Juna tersenyum tipis, memandangi wajah sang Ayah. "Jangan kerja terlalu keras Yah, jangan lupa istirahat. Juna gak mau Ayah sakit."

"Gak usah sok peduli kamu!"

"Mama udah tidur ya, Yah?"

"Kamu lihat sekarang sudah jam berapa? Sudah waktunya orang untuk tidur dan istirahat, bukan keluyuran kayak kamu!"

Memang benar, tetapi hanya ini yang bisa Juna lakukan guna melampiaskan sesak dan sakit yang dialaminya selama ini. Baginya menembus angin malam diiringi berisik deru motor bisa mengurangi penuh sesak dadanya.

"Awas aja kalau kamu buat ulah diluaran sana! Sekali kamu buat ulah jangan harap kembali ke rumah ini!" final Danu pergi tak lupa mengambil laptop dan kacamatanya terlebih dahulu.

Juna menghela napas berat sembari mengelus pipinya yang terasa ngilu bekas tamparan ayahnya tadi. Bukannya ke kamar dan berobat Juna malah ke kamar adik-adiknya—Dean dan Raefal. Mereka tertidur pulas dengan posisi Dean memeluk Raefal, selama ini memang hanya Dean yang merawat Raefal, memberi kasih sayang lebih daripada orang tuanya, Dean memegang kendali seorang ayah juga bunda untuk Raefal agar anak itu bisa tumbuh tanpa rasa sakit dan tanpa kekurangan kasih sayang.

Juna mengusap sayang rambut Raefal yang halus, ditatapnya Raefal penuh sayang. Begitu juga Dean, Juna mengamati wajah Dean mengingat seberapa banyak beban yang ditanggung adik tirinya itu. Manakala perhatian Juna jatuh pada punggung Dean yang kaosnya sedikit terbuka pertahanan Juna runtuh seketika, bahunya terguncang karena tangisan, Juna membekap mulutnya dengan kedua tangan, tak ingin membuat adik-adiknya terbangun ia bergegas keluar kamar menuju kamarnya yang berada di pojok rumah tepatnya kamar pembantu. Itu adalah kamar yang boleh Juna tempati oleh orang tuanya. Kamar tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, setidaknya bisa menjadi pelepas Juna setelah beraktivitas berhari-hari.

Juna luruh dibalik pintu, menyembunyikan wajah dilipatan kakinya. Tubuhnya terguncang tangis, bahkan suara tangisnya sampai memenuhi kamar. Juna memukul dadanya kuat, sakit ditubuhnya sama sekali tidak sebanding dengan sakit saat melihat punggung Dean penuh luka bekas cambukan.

Juna mengingat itu, mengingat saat Dean mencoba menolongnya. Dan berakhir sama sepertinya.

"Harusnya lo gak usah ikut campur urusan gue," kata Juna makin kalut dalam kepedihan.







TO BE CONTINUED

DentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang