Dua hari setelah dirawat di rumah sakit akhirnya Dean bisa menginjakkan kaki di rumahnya kembali, ia juga sempat beristirahat di rumah selama tiga hari hingga akhirnya kini bisa kembali bersekolah. Selain perawatan jasmani, Dean lebih banyak mendapatkan perawatan mental agar tidak lagi menyakiti dirinya sendiri.
Dean tidak tau harus bagaimana mengekspresikan perasaannya sekarang. Relung hatinya masih sakit dengan kenyataan bahwa keluarganya bisa hancur kapan saja, tetapi di sisi lain Dean mendapatkan anugerah terbesar yang menjadi mimpinya selama ini yaitu, Bunda yang berubah baik hati lemah lembut menjaganya.
Ayah dan Bundanya tau tentang Dean yang suicide karena mau bagaimanapun mereka adalah orang tuanya, baik Dean maupun Juna tidak bisa menutupi itu. Tetapi, Ayah dan Bunda tidak tau alasan sebenarnya Dean melakukan suicide, alasan yang mereka tau adalah karena Dean tertekan dengan semua tuntutan keluarga ditambah sifat tempramen Ayahnya.
"Kakak nanti temenin Raefal main, ya? Raefal kangen main bareng sama Kak Dean."
"Raefal, Kak Dean masih sakit. Raefal main sama Bi Arin aja ya, atau minta temenin Kak Juna," kata Retna sembari sibuk mengangkat ikan gorengnya.
Melihat wajah cemberut Raefal, Dean melukis senyum tipis lalu mengusap kepala adiknya itu. "Nanti waktu Kak Dean pulang sekolah kita main bareng ya."
"Beneran kak?"
Dean mengangguk, dibalas senyum rekah Raefal yang langsung memeluknya.
"Hari ini Bunda bawain kamu bekal. Jangan jajan sembarangan dulu, harus makan makanan yang sehat biar cepet pilih." Retna memberikan kotak bekal pada Dean, begitu juga untuk Raefal.
Dean dengan senang hati menerimanya, bahkan jika bekalnya hanya berisi sayuran sekalipun Dean akan memakannya selama itu buatan Bundanya.
"Makasih, Bun."
"Berangkat di antar pak Iyus aja jangan bawa kendaraan sendiri."
"Dean gak papa kok Bun, masih kuat bawa motor."
"Di antar aja sekalian antar Raefal ke sekolah. Bunda juga gak akan ijinin kamu bawa motor kalau kamu belum sembuh total."
Lagi-lagi Dean menurutinya dengan lapang dada, perhatian seperti inilah yang Dean inginkan dari dulu. Bahkan jika ini hanya mimpi, Dean tidak akan mau terbangun dari tidurnya.
"Ayah," Raefal menghampiri Ayahnya yang ikut bergabung di meja makan. Danu memandang Dean yang sudah lengkap dengan seragam sekolah.
"Mau sekolah hari ini?"
"Iya, Yah."
"Sudah sembuh?"
Dean mengangguk. "Dean sudah enakan."
Danu bergeming lalu menyantap sarapan paginya yang telah disiapkan oleh sang istri.
Dean sangat ingin waktu berhenti sekarang, ia tidak ingin waktu berlalu dan mengubah sikap orang tuanya padanya, terlebih lagi Dean takut jika waktu akan mengungkap perbuatan Ayahnya yang bisa menghancurkan keluarganya kapan saja.
"Mau nunggu apalagi? Ini sudah jam 7 lewat lho," kata Retna.
Dean terkesiap dari pikirannya, segera membereskan peralatan makannya lalu berpamitan dengan kedua orangtuanya.
****
Chika bersungguh-sungguh dengan ucapannya untuk berhenti memperjuangkan Arjuna. Jika biasanya Chika terus menempel pada Arjuna jika di sekolah, kini Chika tampak acuh tak acuh dengan Juna. Teman sekelasnya pun dibuat bingung dengan sikap cewek itu, tapi kini mereka tau bahwa alasan Chika tidak lagi mengganggu Juna adalah karena Chika telah lelah, terlebih lagi sekarang Juna dengan terang-terangan mengekspresikan perasaannya pada Amora di mana Juna terlihat sering berangkat dan pulang sekolah bersama Amora. Kenyataan itu cukup membuat beberapa orang prihatin dengan Chika, mereka paham bahwa tidak semudah itu menghilangkan perasaan pada seseorang yang telah lama terpenjara di hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] 𝘚𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 - Arjuna Arjuna berdiri paling depan membela adik-adiknya jika terjadi suatu masalah, tidak mempedulikan bahwa dirinya juga terlalu banyak menanggung luka...