Malam ketiga di tempat tinggal baru mereka, keluarga Beliung bersantai di teras rumah mereka. Sambil melihat suasana di Kota yang sibuk dan dipenuhi gedung besar ditemani bulan dan bintang. Sambil melahap kue dan teh hangat yang tentunya sangat cocok dinikmati pada malam hari yang dingin seperti sekarang.
Walau masih belum terbiasa, tapi bukan keluarga Beliung namanya kalau tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Ibarat angin yang selalu berpindah dan menyesuaikan dirinya dengan cepat, bagaikan bunga Dandelion yang setelah ditiup akan pergi ke tempat lain dan tumbuh disana serta seperti kupu-kupu yang merupakan simbol transformasi atau perubahan. Tiga hal itulah yang menjadi simbol keluarga Beliung. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan suasana dan gaya hidup.
Tanpa disadari, mata Kuputeri menampakkan raut sendu sesaat. "Anak-anak, apa kalian nyaman tinggal disini?" Tanya Kuputeri. "Tentu saja Ibu, banyak hal baru yang akan dijalani di Kota ini. Dari dulu aku penasaran dengan keadaan di Kota ini, walaupun aku merasa seperti sudah pernah berkunjung sih..." Jawab Taufan jujur. Kuputeri tercengang dengan jawaban Taufan. "Emm... Alasanku kurang lebih sama dengan Taufan," Maripos yang menyadari perubahan emosi Kuputeri langsung menyela. Suasana kembali senyap.
Taufan menatap bulan. Bulan purnama bersinar menyinari Kota Pulau Rintis malam ini. 'Andai saja aku bisa seperti bulan itu. Mampu menerangi malam dan menenangkan perasaan siapapun yang melihatnya. Oh bulan, sampaikan salamku pada ribuan bintang yang bersinar itu. Aku mau kalian menyinari hidupku yang abu-abu ini...' Bukan cuma Kuputeri dan Maripos yang sedih. Taufan juga merasakan perasaan sedih entah apa penyebabnya. Ingatannya sangat abu-abu, dia harus mengetahui masa lalunya.
Setelah beberapa saat berdiam diri, mereka memutuskan masuk. Sudah malam, lebih baik mereka tidur, lagipula semua pekerjaan telah selesai. Setelah mengucapkan "selamat malam, semoga mimpi indah" seperti yang dilakukan kebanyakan orang, mereka lalu pergi tidur.
...
Taufan berada di sebuah tempat yang sangat gelap. Entah apa yang membuatnya bisa ke tempat itu. Anehnya, dia kembali pada tubuh kecilnya. Dengan kebingungan, dia berjalan menyusuri kegelapan dengan cahaya merah.
Lalu cermin yang telah pecah perlahan muncul. Cermin itu menampakkan refleksinya. Taufan mendatangi salah satu cermin. Dia melihat tubuh kecilnya yang penuh luka gores dan berdarah, baju yang dipakainya robek sana sini dan keadannya berantakan. Satu kata untuk mencerminkan keadannya, menyedihkan.
Taufan memang tidak merasakan rasa sakit apapun, tapi melihat dirinya yang masih kecil dengan keadaan menyedihkan seperti ini rasanya dia ingin menangis karena seakan ikut merasakan penderitaan 'dirinya' dahulu. Entah ini dirinya atau bukan, tapi dia ingat betul dengan wajah kecilnya walaupun tertutupi banyak luka. Sepertinya ini salah satu pecahan masa lalunya.
Cermin yang dia pakai berkaca perlahan memunculkan sosok manusia lain. Dia adalah seorang wanita, tapi wajahnya tidak jelas karena tertutupi kegelapan. Wanita itu mengenakan hijab putih. Wanita itu hanya diam, seperti melihatnya. Walau Taufan tidak tahu jelas apa ekspresinya, tapi dia yakin wanita itu menatapnya dengan sedih. Taufan mencoba menyentuh wanita itu, tapi dia tidak bisa karena dia seakan-akan ada didalam cermin itu.
Tidak lama kemudian, cermin lainnya juga memunculkan refleksi lain. Ratusan cermin itu hanya menampilkan bayangan hitam, tapi Taufan yakin mereka adalah manusia. Mereka semua memiliki mata berwarna merah. Tatapannya tertuju pada satu arah, yaitu ke arah Taufan yang masih ada di depan seorang bayangan wanita. Tatapan mereka seakan menusuk sampai ke relung jiwa Taufan. Tatapan itu sangat dingin dan menusuk, menatapnya seperti sampah dunia. Taufan merasa menjadi orang paling bersalah di dunia.
Taufan mulai berlari, bermaksud untuk menghindari ratusan cermin-cermin ini. Tapi sejauh mata memandang, cermin itu selalu mengikuti. Taufan merasa berlari di dalam labirin penuh cermin. Semua tatapan yang menusuk itu seakan menjadi penghalangnya saat berlari. Taufan mulai menangis ketakutan. Cermin dengan sosok manusia yang entah apa alasannya terus menatapnya dengan tatapan menghakimi.
KAMU SEDANG MEMBACA
🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪
FanfictionWARNING: Rating umur 13/15/17 tahun keatas Bahasa Indonesia Bahasa campur baku dan gaul Ada kata yang agak berat dipahami Siapkan pikiran biar paham alur Chapter agak panjang walau awal-awal pendek Jaga kesopanan dalam berkomentar Banyak typo dan ke...