Setelah suasana hening dan sendu itu perlahan tenang, para BoBoiBoy bersaudara pun mulai menenangkan diri dengan kegiatan masing-masing. Mereka tetap menguatkan diri untuk melihat beberapa foto saudara kedua dan ibu mereka yang selalu tersenyum dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Entah apa yang membuat bibir mereka selalu tersenyum, tapi mereka selalu menghadapi berbagai cobaan. Para BoBoiBoy mampu merasakan, dibalik senyuman ada banyak penderitaan yang harusnya tidak mereka berdua alami, apalagi saudara kedua mereka yang saat itu masih belia.
Tengah hari sudah mencapai puncaknya. Saat inilah orang-orang memilih istirahat dari keseharian yang melelahkan. Tidak terkecuali para BoBoiBoy bersaudara. Halilintar memilih membaca dikamarnya. Gempa membantu menyiapkan makan siang bersama kakek dan kepala pelayannya, Mecha. Blaze dan Duri bermain video game bersama dan Ice yang tentu saja tidur. Terakhir yaitu Solar yang melanjutkan pekerjaannya.
Gempa yang telah selesai menyiapkan makan siang lalu memanggil saudaranya. Agak sulit membujuk Solar yang memilih kerja tapi pada akhirnya ikut makan dan Ice yang merasa mimpinya diganggu. Blaze dan Duri dengan bersemangat berlari ke meja makan dan mulai berceloteh dengan tok Aba. Saudaranya yang lain hanya menggeleng kepala melihat tingkah kekanak-kanakan mereka berdua. "Kalau kak Taufan ada pasti dia sudah membantu memasak dan ikut bercerita dengan kakek bersama Blaze dan Duri, seperti dulu..." Gumam Gempa tanpa sadar. Perhatian saudaranya yang lain langsung tertuju padanya. Halilintar lalu menepuk pelan punggung Gempa. "Ayo panggil ayah." Gempa mengangguk lalu mengikuti Halilintar sedangkan sisanya ikut ke meja makan.
Halilintar dan Gempa memanggil sang ayah di ruang kerjanya. Mereka berdua mengetuk pintu sampai sebuah suara menyuruh mereka masuk. Terlihat sang ayah, Amato duduk di meja kerjanya sambil melihat sebuah bingkai foto. Gempa dan Halilintar mendekat dan ikut melihat bingkai foto itu. Di foto itu tampak wanita dan seorang anak kecil serba biru yang tersenyum cerah di kelilingi bunga. Mereka adalah Ibu dari BoBoiBoy bersaudara dan Taufan yang berfoto bersama. Sudah tertebak apa yang dilakukan ayah mereka, meratapi nasib kedua orang itu. Gempa dan Halilintar saling melirik lalu menepuk pinggang Amato. "Ayah... Ayo makan siang bersama. Mereka telah menunggu." Ajak Halilintar. "Ayah disini saja." Balas Amato lesu. "Tidak! Kali ini kita makan bersama!" Dengan tegas Gempa menarik tangan sang ayah dan berjalan keluar. Halilintar mengekor dibelakang mereka. Amato tertegun dengan tindakan Gempa. "Lama kelamaan kau bertingkah seperti 'dia' ya..." Lirih Amato. "Tentu saja, dia kan ibuku! Kalau ada disini mungkin dia sudah menyeretmu ke meja makan." Balas Gempa. Amato hanya tersenyum maklum.
Sesampainya di ruang makan, semua perhatian langsung tertuju pada tiga orang yang masuk. "Yey ayah akhirnya makan bersama kita!" Girang Duri. Yang lain hanya tersenyum, ikut senang karena Amato memang sangat jarang makan lagi bersama mereka sejak kejadian itu. Amato lalu duduk di kursi yang disediakan khusus untuknya lalu mulai mengedarkan pandangannya ke orang-orang di hadapannya. Dia melihat dua kursi yang kosong dan tatapannya lagi-lagi sendu. "Tidak ada yang bisa menggantikan mereka..." Gumam Amato, lalu mulai memimpin jalannya makan siang. Para BoBoiBoy saling melirik dan hanya menghela nafas. Tok Aba dan Mecha hanya menatap maklum ayah dan anak itu. Mereka tidak bisa melupakan masa lalu. "Habiskan makananmu Amato, jika tidak aku akan memaksamu makan sepiring penuh! Dan jika makanannya mubazir, sisanya akan kujadikan makan malam saja tanpa ada lauk tambahan, mau?!" Ancam Mecha. Yang mendengar seketika bergidik dan makan dengan tenang.
Ditengah-tengah makan, Ice mengambil satu biskuit di toples dan memakannya. "Hmm... Aku rindu biskuit buatan kak Taufan..." Gumamnya tanpa sadar sambil mengunyah yang lagi-lagi mengalihkan pandangan penghuni ruang makan itu. "Aku juga..." Ujar Blaze dan Duri bersamaan. Gempa mulai sakit kepala dengan semua yang terjadi hari ini. "Akan kubuatkan nanti. Makan dulu." Hibur Gempa. Seketika Blaze, Ice dan Duri tersenyum senang dan makan dengan cepat karena tidak sabar. "Aku juga akan membuatkan es coklat spesial untuk kalian." Ujar Tok Aba yang dibalas dengan sorakan Blaze dan Duri. Makan siang berlalu dengan cukup damai, walau diselingi beberapa drama kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪
Fiksi PenggemarWARNING: Rating umur 13/15/17 tahun keatas Bahasa Indonesia Bahasa campur baku dan gaul Ada kata yang agak berat dipahami Siapkan pikiran biar paham alur Chapter agak panjang walau awal-awal pendek Jaga kesopanan dalam berkomentar Banyak typo dan ke...