CHAPTER 44. Kepingan ingatan: Tragedi yang mengubah segalanya

475 83 171
                                    

Warning! Mungkin akan ada yang tidak nyaman nantinya, jadi buat yang gak kuat atau sensitif sama adegan yang melibatkan kecelakaan hingga sesuatu yang tragis silahkan bersiap-siap dulu. Semoga feel-nya sampai :) Dan karena bakal panjang maka maaf jika ada typo.

Taufan POV:

Selama beberapa hari ini, 'Taufan' lebih sering dititipkan pada keluarga Beliung. Alasannya sudah jelas, ibu berusaha menghindarkan 'Taufan' dari masa kelamnya di mansion. 'Taufan' juga lebih nyaman berada di desa Bayugan dan lebih membuka diri disana. Kadang dia ikut berinteraksi dengan anak sebaya yang bersekolah di tempat terpencil itu. Masa kecil 'Taufan' lebih kelihatan disini, tempat dimana dia bebas mengekspresikan dirinya tanpa ada yang harus mengekang, juga kak Maripos begitu perhatian padanya. Kadang aku merasa cemburu pada masa kecilku ini, aku ingin mengulang waktu saat bermain dengan anak-anak dimasa kecilku. Katakanlah jika aku juga sedikit kekanakan sejak memasuki ingatanku yang hilang karena kecelakaan waktu itu.

Namun berbeda dengan hari ini. Perasaanku dan 'Taufan' itu satu, dan kami sama-sama merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Jangan bilang jika kecelakaan itu akan terjadi hari ini? Jika aku ingat dengan benar, tanggal saat aku terbangun dari koma adalah tiga minggu dari sekarang, juga berdasarkan cerita ibu Kuputeri jika aku koma hampir tiga minggu. Oh, aku sungguh tidak siap dengan ingatan yang satu ini. Aku tidak ingin merasa kehilangan lagi, walau masih ada keluarga Beliung namun mereka juga akan kehilangan paman Amos (aku sudah terlanjur nyaman padanya dan kuanggap sebagai seorang ayah yang dibutuhkan 'Taufan' karena insting alaminya sebagai anak yang kurang kasih sayang seorang ayah).

Hari ini suatu keberuntungan 'Taufan' diajak sarapan bersama yang lain, tentu karena ibu yang memaksa ayah. 'Taufan' dan ibu sudah bersiap-siap ingin pergi. Aku melihat raut sendu di wajah ibu, ekspresi yang sama pada ibu Kuputeri ketika aku baru bangun dari koma. Apa ibu juga merasakan hawa yang tidak mengenakkan hari ini? Namun hanya 'Taufan' yang merasakannya, ayah dan para saudaraku tampak makan dengan tenang. Jika benar hari ini adalah hari perpisahan kami, aku juga tidak tahu harus bagaimana karena sudah mengetahui sedikit kejadian di masa depan nanti. Hatiku merasa sakit karena tidak mampu melakukan apapun saat ini, aku hanyalah seonggok jiwa kesepian dan kehilangan jati diri hingga memasuki tubuh kecilku ini. Aku merasa tidak berguna sekarang, karena aku akan berpisah dengan keluargaku jika memang sesuatu yang mengerikan terjadi hari ini.

Setelah sarapan kami tidak langsung meninggalkan meja makan, juga atas permintaan ibu. Ekspresinya yang biasanya lembut kini lebih serius dan membuat suasana agak tegang. "Begini, maaf jika ibu merepotkan kalian pagi-pagi. Hari ini ibu akan pergi keluar kota lagi untuk beberapa waktu. Ibu akan membawa Taufan dan kutitipkan pada keluarga teman ibu lagi. Teman ibu akan ikut bersamaku dalam perjalanan ini, kebetulan suaminya sedang senggang dan bersedia merawat Taufan bersama anaknya. Mungkin dia disana hanya sekitar satu hari, besok akan diantarkan kesini. Jadi ibu harap kalian bisa menjaga rumah dengan baik ya. Untuk anak-anakku yang tercinta, usahakan saling menjaga dan mengasihi antar saudara, jangan bertengkar untuk masalah sepele juga belajarlah berdikari. Untuk ayah, tolong jaga anak-anak, didik mereka dengan baik. Lalu tok Aba, awasi mereka dengan baik selama Luna tidak ada. Terakhir untuk kak Mecha, jalankan tugasmu sebagai orang kepercayaan kami ya. Mungkin hanya itu yang bisa ku katakan, jadi kami pamit dulu ya. Assalamu'alaikum." Selepas mengatakan kalimat yang entah mengapa memiliki maksud lain, ibu segera menyalami ayah dan tok Aba.

Kali ini ekspresi ayah yang biasanya keras mulai melunak. "Jaga dirimu ya Luna. Kabari kami setiap hari untuk memastikan keadaanmu. Kalau ada kendala maka jangan ragu untuk memberitahuku. Maaf selama ini aku sering menyakitimu, tapi ketahuilah jika aku adalah suamimu dan aku sangat menyayangimu. Kudengar akan sedikit lama dari yang biasanya ya? Aku tentu akan merindukanmu dan selalu menunggumu pulang." Walau kalimatnya singkat dan ayah mengucapkannya sambil terbata-bata (aku yakin dia sering gengsi dalam mengatakan kalimat sayang pada keluarganya) namun sukses membuat wajah ibu memerah. Mata ibu berkaca-kaca lalu segera memeluk ayah dengan mesra. Bahkan adik-adikku tidak ragu untuk menyoraki mereka. Kak Hali yang memang sensitif pada rasa cinta lalu menutupi wajahnya walau telinganya jelas memerah. Baguslah, itu artinya ayah benar-benar masih memilih perasaan sayangnya untuk ibu.

🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang