CHAPTER 12. Angin dan petir

909 98 41
                                    

Pelajaran telah usai untuk hari ini, waktu pulang telah tiba. Seluruh siswa muslim di SMA Pulau Rintis harus melakukan Shalat Ashar sebelum pulang. Yang lainnya seperti yang non-muslim dan gadis datang bulan telah diperbolehkan pulang, tapi ada juga yang masih menunggu temannya.

Selesai shalat, banyak siswa yang memilih pulang. Tapi ada juga yang tetap tinggal seperti yang mengikuti ekstrakurikuler, pelajaran tambahan (les) atau yang masih memiliki keperluan sendiri. Salah satunya adalah Taufan. Dia ingin mengerjakan tugas yang diberikan gurunya di Perpustakaan sekaligus menunggu Kakaknya Maripos yang telah memasuki ekstrakurikuler bela diri. Taufan belum mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena masih termasuk siswa awal tahun. Setelah sebulan lalu bisa mengikuti ekstrakurikuler. Rencananya dia ingin mengikuti ekstrakurikuler skateboard dan piano.

Taufan dengan mudah menemukan Perpustakaan karena itu adalah tempat paling mencolok di sekolahnya dengan gaya kuil Yunani kuno dan letaknya tepat di tengah sekolah, sejajar dengan gerbang depan sekolah. Apalagi dia tadi sudah datang bersama Solar untuk membaca sebentar. Bahkan dia sudah meminjam sebuah buku.

Taufan lalu masuk ke dalam Perpustakaan besar itu. Didalamnya sangat luas dengan banyak rak tinggi dan replika barang-barang bersejarah dan hiasan dinding yang kebanyakan adalah foto bersejarah atau tabel pelajaran. Benar-benar seperti Museum sekaligus Perpustakaan. Inilah yang Taufan sukai. Kebetulan dia juga suka membaca sejarah, legenda dan mitos. Dia merasa cukup tenang sekarang.

Taufan lalu menemui siswa perempuan yang sedang menjaga Perpustakaan. "Hai Kak Suci." Sapa Taufan kepada gadis itu. "Hai, Taufan!" Balas gadis itu dengan nada ceria. "Eh dimana Kak Zahra?" Tanya Taufan. "Yah biasa, gadis kutu buku itu lagi membaca di belakang." Jawab Suci enteng. Taufan hanya mengangguk paham. Taufan tadi telah mengenal gadis yang bernama Suci dan Zahra saat dia dan Solar datang. "Aku disini. Kau mau apa Taufan?" Sahut suara lain. "Oh, hai Kak Zahra. Aku mau menyelesaikan tugas." Zahra yang paham lalu mempersilakan Taufan duduk. "Aku sarankan di belakang saja kau mengerjakan tugas. Disana sangat tenang." Saran Suci. "Ada anak lain disana. Lebih baik kau tidak mengajaknya berbicara. Dia sangat dingin dan cuek." Peringat Zahra. "Baiklah lagipula aku juga suka dibelakang. Terima kasih Kak Suci, Kak Zahra." Balas Taufan dengan senyum manisnya. Zahra melanjutkan membaca buku sementara Suci sedikit memerah karena gemas dengan wajah Taufan yang baby face. "Semoga kau nyaman ya!" Ucap Suci dan Taufan lagi-lagi hanya mengangguk saja.

Taufan mencari buku yang sesuai dengan tema tugasnya lalu mencari tempat. Dia melihat seorang pemuda fokus mengerjakan tugasnya. Dia mengingat perkataan Zahra bahwa ada seorang pemuda yang dingin. Mungkin dia orangnya pikir Taufan. Dia memutuskan untuk tidak mengganggu dan duduk di tempat yang lumayan dekat dengan pemuda itu dan mengerjakan tugasnya.

Taufan sangat fokus sampai tidak sadar kalau pemuda didekatnya menatapnya intens. Pemuda itu tidak lain adalah BoBoiBoy Halilintar. Sebenarnya dia menyadari keberadaan Taufan dari awal dia masuk di Perpustakaan dan mendengar percakapannya dengan Suci dan Zahra. Walaupun begitu Halilintar tetap cuek tapi saat melihat siapa yang datang dia langsung menoleh kearah Taufan. 'Oh dia. Ini bisa menjadi kesempatanku untuk berbicara dengannya.' Batin Halilintar sambil menunggu momen yang tepat untuk dia berbicara pada Taufan.

Halilintar tetap mengerjakan tugasnya sambil mengawasi gerak-gerik Taufan. Taufan yang menyadari dirinya ditatap lalu sedikit menoleh kepada Halilintar. "Umm maaf apa ada yang perlu kau tanyakan padaku, eh?" Taufan bertanya tapi terkejut melihat siapa yang menatapnya. "Hai umm Halilintar?" Taufan berniat menyapa tapi malah seperti bertanya karena tidak tahu harus memanggil apa pada Halilintar. Halilintar mengerti kegugupan Taufan. "Panggil saja Halilintar." Ucap Halilintar dengan nada datar, walaupun begitu dia diam-diam tersenyum karena seperti mendengar suara seseorang yang pernah memanggilnya seperti itu. "Kenapa kau menatapku?" Tanya Taufan. "Aku tidak menatapmu. Daritadi aku membaca." Jawab datar Halilintar. Namun apa yang dikatakannya tentu tidak benar. Orang gengsian seperti dia akan berusaha mencari cara untuk menghindar dari masalah perasaan atau jika terlibat masalah seperti ini. Dalam bahasa Jepang biasanya disebut tsundere yang berarti malu dalam menyatakan perasaan kepada orang yang disayanginya. Taufan hanya mengangkat bahu tidak peduli dan lanjut mengerjakan tugas.

🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang