CHAPTER 42. Kepingan ingatan: Rahasia Ibu

391 66 36
                                    

Taufan POV:

Jika aku melihat ingatanku lagi, aku seketika teringat salah satu pengalamanku dan ibu. Disitu aku dikejutkan dengan fakta siapa ibu yang sebenarnya. Para saudaraku bahkan tidak ada yang mengetahui hal ini. Rahasia yang besar, ternyata bukan hanya ayah dan teman-teman profesornya yang berjasa dalam sejarah kedaulatan kota Rintis... Ibu juga mengambil peran yang tidak kalah besar. Namun yang ibu lakukan bersifat rahasia, pemerintah biasa terutama penduduk dan rakyat kota Rintis tidak ada yang menduga jika dibalik berjayanya kota metropolitan ini, ada rahasia besar yang tersembunyi di bawah tanah. 'Rintis City Underworld' jika aku harus menjabarkan dengan kalimat mudah. Rahasia yang luar biasa dipegang ibu, seorang wanita yang kuanggap lemah lembut yang ternyata bukan orang biasa. Bakat yang para saudaraku dapatkan bukan hanya dari ayah, tapi juga dari ibu.

Semua berawal ketika 'Taufan' yang tidak lain adalah diriku sendiri saat masih bocah, pulang dari sekolah setelah seharian berkutat dengan materi Sekolah Dasar. Tidak hanya itu, 'Taufan' tentu harus mengalami masalah yang sudah seperti asupannya di sekolah, perundungan dari pihak yang tidak menyukai eksistensi 'Taufan', apalagi setelah rumor jika dia alias aku adalah putra dari salah satu Profesor terhormat di Rintis, Amato Edison. 'Taufan' yang mentalnya diatas baik dirumah maupun disekolah tentu saja tidak heran lagi dengan tingkah semena-mena orang disekitarnya. Bahkan aku berpikir, bagaimana aku dulu bisa waras ditengah-tengah orang egois ini? Jawabannya tentu semangat dari ibu dan kebahagiaan saudara-saudaraku. Jika mereka tidak ada, entah bagaimana lagi aku memiliki tujuan hidup.

'Taufan' saat ini dikunci di gudang sekolah yang tidak terawat dan gelap. Namun wajahnya tampak santai karena sudah terbiasa dengan berbagai ujian mental yang melibatkan ruangan gelap dan sempit lalu dikurung entah sampai kapan. Kebanyakan orang yang mengalami hal ini akan memiliki phobia pada ruangan gelap dan sempit jika sendiri apalagi pada anak kecil. Tapi jika aku mengulas pikiran masa kecilku ini, semua itu hanya pelatihan hidup untuk anak yang bisa diusir kapan saja jika pergerakannya di mata orang lain, termasuk ayah dan para perundung ini.

Dunia luar lebih ekstrim daripada sebuah ruangan gelap. Hutan lebih luas dengan banyak makhluk didalamnya, lautan hanya memiliki oksigen yang sedikit dengan milyaran misteri dibaliknya hingga langit yang merupakan kuasa milik-Nya tidak bisa diamati lebih jauh lagi karena manusia tidak punya hak dan kekuatan untuk melampaui semua itu. Apa yang didalam ruangan gelap hanya paranoid mengerikan tentang hal mistis dan segala kotoran karena tidak dirawat dengan benar.

'Taufan' hanya duduk di sebuah tumpukan box dengan senyum misterius. Tidak lama kemudian pintu gudang digedor kuat dari luar. "Fan, masih bernafas kan? Bertahanlah, pahlawan super ini akan menyelamatkan teman yang butuh pertolongan!" Sebuah suara kekanakan terdengar dari luar. "Bodoh! Bukan saatnya bercanda. Hei Taufan, semoga masih utuh ya." Interupsi suara lainnya disertai cengiran. "Haihh, kalian ini tidak ada bedanya. Aku bukan melakukan pertarungan sampai menanyakan pertanyaan tidak normal seperti itu. Dari suaraku kalian juga sudah bisa memastikan keadaanku bagaimana bukan?" jelas 'Taufan' sembari menghela nafas dengan tingkah konyol temannya.

Setelah pintu gudang di buka atau lebih tepatnya di dobrak karena engselnya macet, kedua sosok kecil menerobos masuk dan memastikan keadaan 'Taufan'. "Baiklah, dia aman. Tapi kakinya lebam lagi nih. Hei Leon, karena aku yang mendobrak pintu maka sekarang giliranmu untuk memapah Upan sampai ke UKS." ucap salah satu anak yang memiliki wajah yang ceria. "Hm. Kalau begitu kau yang nanti bicara pada ibu alasan kenapa penampilan kita berantakan. Aku juga pasti akan membantumu, asal Upan jangan sampai ketahuan." ujar anak lain dengan wajah kaku, kurang berekspresi walau sifatnya hampir sama dengan saudaranya. "Cukup. Ayo lari dulu sebelum siang semakin terik dan penjaga sekolah datang." ucapan singkat 'Taufan' yang mulai bosan dengan perdebatan mereka. Kedua bocah kembar mengangguk dan membantu 'Taufan' berdiri dan segera berjalan keluar.

🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang