CHAPTER 14. Ilmuwan

723 84 20
                                    

Taufan membuka matanya. Dia telah sadar dari pingsannya. Tubuhnya memang masih lemas, tapi kepala dan dadanya tidak terlalu nyeri lagi. Taufan juga menyadari jika dirinya di infus dan diberi masker oksigen agar bisa bernafas dengan benar. Dia lalu melepaskan masker oksigennya dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Taufan lalu meneliti sekitarnya. Dia sempat mengira dirinya ada di rumah sakit karena cukup banyak obat-obatan di sekitarnya dan suasananya berwarna silver, namun tidak berbau antiseptik dan tidak memiliki jendela. 'Aku ada dimana sekarang?' Batin Taufan cemas.

Dia masih ingat dengan jelas jika dia pingsan di pinggir jalan dan hampir tertabrak mobil, karena terlalu terkejut dadanya nyeri lagi. Dia juga ingat kalau mobil yang hampir menabraknya sempat berhenti dan tiga orang keluar dari mobil itu dan berlari menuju arahnya. Berbagai spekulasi kini memenuhi otak Taufan. Dan yang paling membuatnya merinding adalah jika dia telah diculik. Seketika dia panik dan ketakutan.

Tidak lama kemudian, engsel pintu ruangan Taufan bergerak tanda jika ada orang yang masuk. Taufan yang panik lalu memojokkan dirinya di dinding yang dekat dengannya sambil menutupi dirinya dengan selimut. "Jangan sakiti aku, jangan sakiti aku..." Taufan terus mengulang kalimat itu dengan panik. Taufan sedikit mengintip dan melihat ada tiga orang yang masuk. "Kau sudah sadar rupanya." Ucap seseorang. "Tenang saja, kami tidak akan menyakitimu." Ucap orang lainnya. "Kau aman disini, kami melihatmu pingsan dan membawamu kemari." Kali ini yang berbicara adalah seorang wanita.

Taufan menurunkan selimutnya dan melihat tiga orang yang memakai jas khusus Lab itu. "Siapa kalian?" Tanya Taufan. "Baiklah kami akan memperkenalkan diri. Namaku Abdul Adudu, seorang Dokter dan Profesor. Panggil saja Adudu. Aku adalah pimpinan mereka." Jawab seorang pria bernama Adudu. "Aku Probe, seorang Dokter dan Teknisi." Jawab seorang pria lainnya yang bernama Probe. "Namaku Carren, sama seperti mereka aku juga Dokter sekaligus ahli komputer." Jawab satu-satunya wanita yang ada di sana, Carren. "Kalian bertiga dokter?" Tanya Taufan. Tiga orang itu mengangguk. Sekarang Taufan mengerti mengapa ruang yang ditempatinya penuh dengan alat kedokteran dan obat-obatan. "Namaku Taufan Beliung. Hanya anak yang baru memasuki SMA. Jika kalian menculikku, kalian tidak akan mendapatkan apapun." Ujar Taufan dengan sedikit penekanan.

Taufan masih belum sepenuhnya percaya pada mereka. "Jadi kalian hanya menolongku kan, tidak menculikku?" Tanya Taufan polos. Ketiga orang itu tertawa atas jawaban polos Taufan. "Kami bukanlah orang seperti itu, lagipula jika kami menculikmu kami tidak akan sebaik ini." Jawab Adudu. Taufan lalu sedikit merenung. "Hmm benar juga." Gumam Taufan. Carren lalu mengambil catatan kecil dari kantung jasnya. "Kau memiliki masalah pada jantungmu. Karena terlalu terkejut, jantungmu mengalami shock dan detaknya sangat lemah. Mata kirimu juga sedikit bermasalah, tapi tidak terlalu berbahaya. Fungsinya hanya terganggu karena gangguan syaraf di otakmu. Ini adalah penyakit langka." Diagnosa Carren. "Ya, aku tau. Itu sudah lama." Balas Taufan. "Kami minta maaf, karena terlalu terburu-buru jadi kami hampir menabrakmu sehingga kau terlalu terkejut dan jantungmu mengalami shock." Ujar Probe. Taufan tersenyum. "Tidak apa-apa. Salahku juga yang ada di tengah jalan dan tidak melihat kalian." Jelas Taufan.

Tiga orang di ruangan itu menatapnya sedikit canggung. "Kenapa?" Tanya Taufan. "Bukankah itu terlalu baik?" Tanya Adudu. Taufan yang mendengarnya lalu tertawa kecil. "Harusnya aku berterima kasih karena kalian mau menolongku. Jaman sekarang manusia hanya cuek jika ada yang mengalami kecelakaan, bahkan langsung kabur. Tapi kalian rela berhenti dan membantuku." Jawab Taufan. Tiga orang yang mendengar itu seketika tersentuh. Jarang sekali ada anak yang berpikiran dewasa seperti Taufan. Entah mengapa, mereka bertiga melihat sesuatu yang familiar dalam diri Taufan, sesuatu yang penting. Namun mereka tidak tahu apa itu.

Mereka bertiga lalu saling bertatapan seakan sedang berbicara lewat pikiran. Adudu sedikit menghela nafas. "Kau mau mendengar kisah kami?" Tanya Adudu. "Apa tidak masalah menceritakan masa lalu?" Tanya Taufan sedikit tidak enak hati. "Malahan kami membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah. Melihatmu yang sepertinya bisa dipercaya jadi kami meminta tolong padamu..." Ujar Probe. Taufan lalu menatap tatapan mereka yang seakan sangat berharap padanya. "Baiklah." Jawab Taufan setuju. Ketiga orang itu tersenyum. Mereka menarik nafas sesaat dan mulai bercerita "Baiklah jadi dulu..."

🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang