CHAPTER 25. Anak yang bermata unik

625 74 12
                                    

Sekolah telah usai, para siswa telah diizinkan untuk pulang. Setelah menjalankan jam pelajaran selama 9 jam, para siswa kini bisa mengistirahatkan otak mereka dari segala pelajaran yang menguras tenaga otak dan otot. Tak terkecuali Taufan yang keluar dari kelasnya sambil meregangkan tubuhnya yang kaku karena terlalu lama duduk, ditambah dia jadi bahan kerumunan dadakan tentang perjalanan study tournya.

Saat akan keluar dari gerbang sekolah, Taufan telah ditunggu oleh Maripos. "Fan, mau langsung pulang gak?" Tanya sang kakak. "Ah kak, aku niatnya mau jalan kaki, nikmati udara sambil jalan-jalan gitu. Ufan janji bakal pulang kok." Ujar Taufan. Maripos berpikir sebentar, lalu mengangguk. "Oke. Jaga diri baik-baik. Jangan bikin Ibu kepikiran. Kakak duluan." Maripos lalu menyalakan motornya dan segera pulang. Taufan menatap kakaknya yang mulai menjauh kemudian mulai berjalan meninggalkan kawasan sekolah.

Taufan berjalan sambil mendengar musik dari earphone nya agar tidak bosan dan bisa rileks menikmati jalan-jalannya. Taufan merasa seperti bebas dan lebih tenang, melupakan masalah yang baru-baru ini menimpanya. Menikmati angin sepoi dan mendengar lagu yang menenangkan membuat relung jiwa Taufan lebih nyaman. Entah mengapa perasaan ini membuat Taufan kembali ke masa kecilnya dahulu, ingin mengingat bagaimana kehidupan kecilnya yang telah ia lupakan akibat amnesia. Taufan merasa dia selama ini hidup dalam ilusi, keluarganya saat ini bukanlah keluarga aslinya. Dia selalu merasa asing diantara keluarganya, tapi Taufan tidak ingin berpikiran negatif. Oh, alam pikiran Taufan berkecamuk lagi.

Saat tengah menikmati acara jalan-jalannya, Taufan melihat lima anak kecil yang sepertinya berusia sepuluh tahunan tengah dikejar oleh beberapa orang berpakaian hitam. Pemuda itu tampak langsung paham apa yang terjadi dan berusaha mendekati posisi anak-anak itu agar bisa ia selamatkan. Dia bersembunyi di sebuah pohon besar dan memiliki semak yang lebat didekat persimpangan jalan. Kebetulan anak-anak itu melewati tempat Taufan bersembunyi, saat melihat ada kesempatan dia dengan gesit menarik kelima anak itu ke dalam semak-semak. Anak-anak itu tampak ketakutan, namun Taufan mengisyaratkan agar mereka menutup mulut dan anak-anak itu menurut. Taufan mengawasi sekeliling, melihat orang-orang berpakaian hitam tampak kebingungan karena mereka telah kehilangan targetnya. Saat merasa orang-orang itu mulai berjalan menjauh Taufan dan anak-anak itu keluar dari tempat persembunyiannya. "Kalian tidak apa-apa?" Tanya Taufan ramah. Anak-anak itu meragu, namun mengangguk tanda jika mereka baik-baik saja.

Anak-anak itu menarik-narik tangan atau baju Taufan, terlihat ingin mengatakan sesuatu. Taufan berjongkok agar bisa menyamai tinggi salah satu anak kecil yang memiliki mata yang berwarna campuran antara merah dan biru, tampak paling muda diantara anak lainnya. "Mengapa orang-orang itu mengejar kalian? Dan ngomong-ngomong mereka semua siapa?" Tanya Taufan halus. Anak kecil itu terdiam sejenak lalu mulai menjelaskan. "Kami tersesat setelah dikejar beberapa penjahat yang ingin menculik dan membawa kami ke tempat menakutkan itu. Bisakah kakak menolong kami untuk pulang? Paman akan menjelaskannya saat sampai di rumah." Jelas singkat anak itu. Taufan mengangguk lalu mulai mengumpulkan anak-anak itu. "Apa kalian tau rumah kalian?" Tanya Taufan. Anak yang menggunakan kacamata model visor mengangguk lalu melirik anak yang tadi diajak Taufan bicara. Dua anak itu berjalan didepan sambil menarik kedua tangan Taufan untuk menunjukkan arah rumah. Taufan hanya pasrah, berpikir jika kelima anak-anak ini sepertinya dikejar oleh penculik anak.

Sepanjang perjalanan Taufan mencoba mengajak anak-anak itu mengobrol. Mereka berlima memberi berbagai macam reaksi, ada yang bersemangat, santai, penuh penjelasan menggunakan bahasa buku, polos serta cukup pendiam dan hanya menjawab jika diperlukan. Taufan lupa bertanya akan nama mereka dan berinisiatif memperkenalkan diri. "Oh ya, namaku Taufan. Panggil saja Ufan. Nama kalian siapa?" Tanya Taufan. "Ah namaku FrostFire! Aku adalah yang tertua diantara kami." Jawab anak dengan mata jingga bercampur biru aqua dengan semangat yang menggebu. "Namaku Glacier. Aku bertugas untuk menjaga mereka." Jawab anak yang bermata amber dengan gradasi biru aqua. "Aku Supra! Aku adalah yang tercerdas diantara mereka." Angkuh anak yang menggunakan kacamata visor dan memiliki mata merah gradasi silver. "Emm namaku adalah Sori. Aku pembantunya Supra." Jawab polos anak yang bermata hijau gradasi silver, Supra terlihat berkeringat dingin saat mendengar ucapan Sori. "Storm. Yang termuda." Jawab singkat anak yang bermata merah gradasi biru itu, namun wajahnya tampak ramah. Taufan mengangguk-angguk mendengar nama anak-anak itu.

🌪𝙰𝙽𝙶𝙸𝙽 𝚈𝙰𝙽𝙶 𝙷𝙸𝙻𝙰𝙽𝙶🌪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang