"Udah selesai?" tanya Deva pada Dira.
"Iya." jawab Dira.
"Ayo, takut klien udah nunggu."
"Sorry, ya, Ghe, gue harus pergi nih masih ada kerjaan. Next time kita ketemu lagi, ya!" ucap Dira.
"Iya, semangat kerjanya, Dira."
Dira dan Deva masuk ke mobil. Keduanya sama-sama diam sampai mereka datang lagi ke kantor. Mereka berpisah ketika Deva memasuki ruangannya terlebih dahulu.
Dira menghela napasnya lalu menyimpan tasnya di atas meja. Memijat pelan pelipisnya, agak terasa pusing setelah kejadian tadi. Tidak biasanya Ghea bersikap seperti itu. Bukan hanya karena ingin menjaga perasaan Deva, namun, Dira juga tidak ingin membahas Rafly. Akan sia-sia usaha move on yang dia lakukan selama ini.
"Kenapa sih Ghea barbar banget di depan Deva." gerutu Dira.
Sedangkan di sisi lain, Deva masih setia dengan hati yang kesal. Memutar memory di restoran tadi membuatnya jijik untuk bertemu lagi dengan perempuan itu. Mulutnya sangat tidak dijaga seperti tidak bisa menghargai orang.
***
"RAFLY!" teriak Hana yang melihat Rafly belanja di minimarket sore ini.
Seperti sebuah takdir yang mengharuskan mereka untuk bertemu. Rafly berusaha menghindar dari perempuan iblis ini karena bisa saja dia punya rencana lain untuk menjatuhkan namanya. Jika bertemu dengan perempuan ini harus hati-hati.
Rafly terus berjalan tanpa menunggu Hana yang meneriakinya. Kemudian, Hana lari sampai memegang tangan Rafly. Namun, Rafly menepisnya lalu berkata, "Kenapa sih, Na?" tanya Rafly.
"Kamu ke mana aja sih? Aku nyariin kamu. Setiap aku WhatsApp nggak pernah di balas, setiap aku telepon nggak pernah di angkat." gerutu Hana.
"Nggak ada notif." kata Rafly.
Hana berdecak kesal. "Kamu kapan sih hargain aku kalau aku lagi ngomong?"
"Hargain atas dasar apa? Kamu bukan siapa-siapa buat aku, Na."
"Kamu tuh keterlaluan tau nggak!"
"Hana, apaan sih, kamu nggak malu kayak orang gila gini di depan umum? Perlu aku anterin ke rumah sakit jiwa?"
Hana menghentakkan kakinya kesal karena Rafly meninggalkannya sendirian. Hana pergi ke mobilnya dan mengikuti arah mobil Rafly. Bukan ke rumahnya, namun ke taman.
Rafly menepikan mobilnya lalu membuka sedikit kaca mobilnya. Mengingat semuanya yang berkaitan dengan Dira. Dulu, sering sekali mereka ke taman ini. Effort yang dirasakan Rafly sangatlah besar. Masih ada harapan walaupun sedikit untuk memperjuangkan cintanya. Rafly tidak mau hubungannya sia-sia hanya karena kesalahpahaman.
Sampai saat ini pun Rafly masih yakin bahwa dirinya tidak melakukan hal yang tidak senonoh bersama Hana. Rafly juga yakin, ada dalang di balik semua ini yang mengetahui hubungannya dengan Dira.
"Kalau aku nggak bisa bareng sama kamu lagi, seenggaknya kamu tau ini hanya salah paham." kata Rafly.
Hana yang memerhatikan Rafly dari belakang merasa aneh kenapa Rafly berhenti di depan taman? Apa Rafly sedang menunggu seseorang di sana? Tapi, tidak ada satu orang pun yang ada di sana.
Rafly melihat kaca spionnya, terlihat mobil berwarna silver itu ikut berhenti di belakang mobilnya. Rafly yakin itu adalah mobil Hana. Jadi, sedari tadi Hana membuntutinya?
Ah, Hana memang benar-benar gila. Apa dia tidak capek terus menerus diabaikan oleh Rafly?
Apa perlu juga Rafly mengantar Hana ke rumah sakit jiwa? Hana benar-benar sakit.