Ketika cinta tahu arah pulang
***
Dira menerima pesan dari Rafly bahwa ia sudah berada di depan rumahnya. Sebetulnya saat tadi siang, Rafly berjanji akan datang ke rumah Dira saat malam tiba. Hal itu membuat Dira semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan laporannya.
Dira bergegas untuk menghampiri Rafly, dengan hati yang berbunga-bunga. Rafly kali ini mengenakan kemejanya, agak kusam mungkin dia baru pulang.
"Baru pulang?" Tanya Dira.
Rafly mengangguk, "Iya,"
"Abis dari mana emang?"
"Eh?—"
Dira mengerutkan keningnya, nampaknya Rafly terlihat bingung. "Kamu abis dari mana kok baru pulang?" Ulangnya lagi.
"—dari rumah temen." Jawabnya gugup.
"Kamu punya temen sekarang?"
Rafly mengangguk,
Dira tersenyum bahagia, akhirnya Rafly mempunyai teman untuk berbagi ceritanya, walaupun sekarang bukan hanya Dira satu-satunya tempat ia berbagi keluh kesah.
"Lain kali, kenalin aku sama temen kamu, ya?" Pinta Dira.
"Pasti, nanti aku kenalin."
"Gimana kerjaan kamu?" Sambung Rafly.
"Lancar, tapi agak capek juga harus nanggepin bos yang super moodyan parah." Ungkap Dira.
"Dia cowok?"
Dira mengangguk, "Untung dia cowok, coba kalau dia cewek udah resign aku."
"Dia ganteng?"
Dira tampak berpikir sejenak, Deva memang ganteng namun sikapnya bikin semua orang ilfeel padanya. "Dia ganteng sih—" belum sempat Dira melanjutkan ucapannya, Rafly terlebih dahulu memotongnya, "—Oh ganteng, ya. Saingan aku makin berat nih." Ucap Rafly dengan nada jahil.
Melihat ekspresi Rafly yang menggemaskan, Dira langsung menyenggol bahunya, "Cie, cemburu 'kan?"
"Mana ada seorang Rafly cemburu?"
"Ada, contohnya sekarang lagi cemburu."
Rafly yang kesal digoda terus oleh Dira, ia mencubit kedua pipi Dira dengan sangat gemas. "Nggak pernah berubah jailnya," Ucap Rafly
Dira tersenyum sambil menatap nanar ke arah Rafly, dalam hatinya Dira berkata, "Apa bisa kita bakal terus sama-sama buat ke depannya?"
Entah hal apa yang membuat Dira bisa berpikiran seperti itu, ia sama saja seperti tidak yakin terhadap Rafly kali ini. Lihat saja dari sikap Rafly yang kian hari semakin berubah, untuk mengabari saja sepertinya butuh alasan. Bukankah dalam suatu hubungan perlu adanya komunikasi?
***
"Dira, ini tolong kasih ke Pak Deva, ya." Kata Mila sambil memberikan tumpukan berkas yang perlu persetujuan Deva.
"Oke, kamu yang ambil lagi atau aku yang antar?" Tanya Dira
"Nanti aku ambil lagi," Balas Mila
"Oke."
"Makasih, ya."
Dira langsung beranjak menghampiri ruangan Deva yang tampak suram. Tentu bukan karena hal mistis, namun karena aura dari Deva sangat negatif.
"Permisi, Pak, ini ada berkas yang perlu tanda tangan Bapak." Ucap Dira
Deva masih sibuk dengan layar laptopnya, sedangkan Dira masih diabaikan. Dira mendengus kesal, sudah berapa kali Dira diabaikan dalam satu hari ini. Mesti banyak sabar jika menghadapi Deva.