Jangan menaruh kepercayaan lebih pada seseorang hanya karena kamu menganggapnya spesial
***
"Lo masih cari kerjaan, Dir?" Tanya Randy melalui video call yang tersambung sejak 1 jam yang lalu
Dira terlihat menopang dagunya menunjukkan ekspresi suntuk, "Ya gitu lah. Gue tuh bukan apa-apa ya, bosen banget sumpah diem di rumah kayak introvert."
Randy terkekeh diseberang sana, "Ya udah, nikah aja kenapa sih."
"Pala lo nikah! Gue nggak lagi mikirin itu." Ucap Dira penuh dengan kebohongan. Kalian tahu bahwa Dira yang sangat menginginkan untuk segera dilamar oleh Rafly, namun Rafly yang masih acuh.
"Lo nggak ada kenalan gitu di Bandung?"
"Banyak! Temen-temen gue udah pada sukses, giliran gue nyusul."
"Nah cocok! Kenalin dong ke gue, ya?"
Randy membulatkan matanya, "Lo mau pindah haluan? Lo udah bosen sama Dosen lo?"
"Ck. Bukan gitu, maksudnya kenalin gue ke temen-temen lo yang udah punya perusahaan gitu. Siapa tahu gue jadi sekretarisnya." Ucap Dira sambil terkekeh
"Gue coba deh, gue bantuin cari, ya!"
"Nah gitu dong jadi temen bisa diandalin."
"Ya udah, gue mau tidur dulu. Besok kerja, nggak kayak lo pengangguran." Ucap Randy sambil menjulurkan lidahnya
"Sialan!"
Sambungan video call tersebut langsung terputus, kemudian Dira merasakan lapar yang tiba-tiba menyerang perutnya. Akhirnya Dira memutuskan untuk turun ke bawah menghampiri Bunda yang kebetulan hampir selesai memasak.
Dira langsung menarik kursi yang ada di ruang makan, lalu bertanya, "Masih lama, Bun?"
"Makanya masak jangan bisanya makan doang." Sindir Bunda sambil memindahkan makanan ke piring
Dira memajukan bibirnya, lagi pula kalau Dira yang masak mana mau Bunda makan. Nanti muncul berbagai alasan, keasinan, kurang matang, terlalu gosong. Dira hanya bisa mengelus dadanya.
"Nih makan." Ucap Bunda sambil menaruh piring yang berisi makanan di hadapan Dira
Dira tersenyum senang sambil menggosokkan kedua telapak tangannya. Lalu teringat sesuatu, "Bun, aku mau nanya boleh?"
Lalu Dira menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya.
"Nanya apa?"
"Kalau aku nikah tahun depan, Bunda izinin nggak?"
"Nggak."
Dira menghentikan aktivitas mengunyahnya, lalu menatap heran dan bertanya, "Kenapa nggak boleh?"
"Dir, nikah itu ibadah. Lebih cepat lebih baik. Kenapa harus tunggu tahun depan? Kalau kamu serius, kamu bisa siapin semuanya dari sekarang." Ujar Bunda
Dira termenung, seandainya Bunda tahu kalau Dira juga ingin menikah secepatnya. Mungkin seperti ini saja dulu, Dira harus bisa menyimpan semuanya sendiri.
"Ya—tapi aku belum dapat kerjaan. Aku malu sama Rafly, Bun." Alibi Dira
"Makanya cari kerja. Jangan ngadem di kamar terus." Sindir Bunda
"Iya-iya Bunda. Tenang aja, sebentar lagi aku bakal kerja kok." Ucap Dira sambil melanjutkan makannya
Bunda menatap Dira dengan tatapan sinis.