Sulit melepaskan sesuatu yang sudah tergenggam sejak lama
***
"Dira? Kita bisa ketemu 'kan?" tanya Rafly di saluran telepon.
Senyumnya mengembang, "Boleh. Ketemu di rumah aja gimana?"
"Aku nggak enak kalau di rumah, mending di luar aja."
"Mmm..oke, di mana?"
"Utara Cafe."
"Oke, see you."
Dira bersiap-siap untuk mengikuti permintaan Rafly, dengan memakai kaos disertai cardigan berwarna army miliknya Dira segera bergegas pergi.
***
Dira mencari ke sana kemari sosok yang ia ingin temui, namun di kafe ini sangat ramai sehingga Dira sulit menemukan keberadaan Rafly.
"Ketemu!" kata Dira sembari tersenyum.
Dira segera menghampiri Rafly dan duduk di depan pemuda itu. Rafly tersenyum kaku ke arah Dira. Hal yang membuat Rafly mengajak Dira untuk bertemu yaitu karena ia ingin memenuhi rasa penasarannya terhadap atasan Dira. Jujur, sejak ia melihat atasan Dira saat menjemput Hana membuat ia terus berpikir yang tidak-tidak.
"Orang yang sama kamu ketika kamu samperin aku makan siang siapa namanya?" tanya Rafly to the point.
Dira sedikit mengerutkan keningnya, "Tumben tanya, kenapa?"
"Dia atasan kamu 'kan?"
Dira mengangguk, "Namanya Deva, dia boss aku di kantor." jelas Dira.
"Kalian deket?"
Dira mulai kepedean karena Rafly bertanya seperti itu. Dira jadi berpikir bahwa hari ini Rafly akan mengajak ia balikan, tentu saja jika itu benar terjadi Dira akan jual mahal terlebih dahulu.
"Ya, deket. Kita sering cerita, bahkan kemarin dia ikut liburan sama keluarga aku."
Rafly tersenyum kecut, "Aku aja belum pernah kamu ajak pergi bareng keluarga kamu, Dir." Batin Rafly.
Dira kelewatan tidak kalau sampai memamerkan tentang Deva pada mantannya? Kesannya terlihat bahwa Dira mau memanas-manasi Rafly.
"Eh by the way, kenapa tiba-tiba tanya tentang Pak Deva?"
"Dia kenal sama Hana?"
Raut wajah Dira langsung berubah, pertanyaan yang sangat janggal. Mungkinkah Rafly benar mencintai Hana sampai menanyakan tentang hubungan dengan Deva?
Dira mengangguk, "Mereka temen sekolah ketika SMA."
"Shit! Dunia sempit sekali." batin Rafly.
"Mereka sering bareng?" tanya Rafly.
"Ya mana aku tau, emang kenapa sih?"
Rafly menggeleng.
"Kamu beneran cinta sama Hana?" tanya Dira.
"Alasan apa yang tepat untuk aku harus jawab pertanyaan kamu?"
Dira menghela napasnya, padahal di awal Dira sudah percaya diri bahwa Rafly akan mengajaknya balikan. Ternyata benar, tidak boleh terlalu berharap lebih pada manusia. Karena sifat manusia dasarnya memang menyakitkan apalagi tentang sebuah harapan.
"Dira, aku cuma mau tanya itu aja kok. Kamu bisa pulang sekarang. Makasih, ya." ungkap Rafly.
Lihat? Bahkan Rafly tidak menunjukkan rasa pedulinya terhadap Dira. Jadi, bukankah sia-sia Dira berharap pada orang yang sama?