Butuh seribu alasan untukku agar bisa bertahan
***
"Kok kamu datang tiba-tiba kayak gini?" Tanya Rafly
Dira yang memang sengaja mengambil waktu istirahatnya untuk datang menghampiri Rafly karena penasaran dengan apa yang Ghea ceritakan kemarin. Hampir semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan hal tersebut.
"Aku tadi ada perlu ke Ayah, jadi aku mampir sebentar ke ruangan kamu. Gapapa kan?" Bohong. Jelas saja Dira tidak mungkin repot-repot menemui Ayahnya sedangkan jaman sekarang banyak sekali teknologi canggih. Namun, permasalahannya dengan Rafly ini berbeda, Rafly bukan tipe orang yang akan menjelaskan sesuatu melalui perantara.
"Gapapa. Tapi aku kaget aja kamu ke sini." Ungkap Rafly
Dira mengambil ancang-ancang untuk memulai percakapan yang ia tunggu sedari tadi, tapi bagaimana? Apakah Rafly akan curiga jika ia tiba-tiba bertanya mengenai perempuan lain?
Ide yang buruk. Apa ini waktu yang pas untuk Dira menanyakan ketidaknyamanan yang Dira rasakan semalaman?
"Kok diem? Ada masalah?" Tanya Rafly
Dira gelagapan, bingung ingin menjawab apa. Seperti mendadak kehilangan kata-kata seolah ia lupa pernah belajar kosakata di sekolah.
"Dira? Kalau ada masalah cerita aja." Ucap Rafly masih tenang
Dira menggigit bibir bawahnya, apakah akan sia-sia jika ia pulang dari sini tanpa membawa kebenaran apa pun?
Baik, Dira akan mencobanya.
"Aku boleh tanya, Raf?"
Rafly mengangguk, "Tanya aja."
"Kamu kemarin ke mana?"
Good!
Rafly mengangkat sebelah alisnya, "Aku ke mana emang?" Tanyanya
Ini malah Dira yang dibuat bingung oleh Rafly. Justru yang Dira butuhkan adalah jawaban bukan pertanyaan.
"Kemarin kamu pergi?"
Jawabannya masih tetap sama yaitu jawaban yang berisi pertanyaan, "Aku ke mana emang, Dira?"
"Ya kamu ngerasa nggak?!" Tanya Dira dengan suara lebih tinggi seperti orang yang tersulut emosi.
"Nggak!" Jawab Rafly tak kalah tinggi
Diam.
Hanya itu yang terjadi di ruangan yang penuh kenangan ini. Beberapa kali terdengar suara hembusan napas dari masing-masing insan yang sedang berhadapan namun tidak berani untuk saling menatap.
Dira merasa Rafly tidak jujur dengan jawabannya. Ia merasa Rafly telah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku mau kamu jujur," Titah Dira dengan lirih
"Aku jujur, Dira." Jawab Rafly kekeh
Dira menyunggingkan senyumnya tak terasa matanya mulai berkaca-kaca. Rafly bukan tipe pembohong seperti ini. Tolong jelaskan pada Dira bahwa seseorang yang di depannya ini bukan Rafly, melainkan seorang pembohong.
"Kamu bukan Rafly yang aku kenal." Ucap Dira sambil berdiri dan meninggalkan ruangan Rafly.
Rafly tidak berusaha mengejar Dira karena rasanya percuma saja. Rafly butuh beribu alasan untuk mempertahankan semua ini. Rafly tidak mau orang-orang disekitarnya kecewa, jika Rafly jujur.
***
Dira kembali ke kantor karena jam istirahatnya sudah habis. Dira masih tidak menyangka Rafly membiarkannya pergi begitu saja. Bukan maksud Dira ingin diperlakukan spesial, namun tidakkah Rafly mengerti sedikit saja apa yang Dira inginkan?