Jangan pernah main-main sama rindu, dia bisa membunuh kamu
***
"Haduh, gue makan banyak nggak, ya?" Tanya Dira masih berkaca di depan cermin
"Tapi-tapi kalau gue nggak makan banyak kayaknya sayang banget udah ke restoran mahal tapi cuma bisa makan dikit. Kapan lagi 'kan bisa morotin uang boss?" Ucap Dira sambil terkekeh geli
Pikiran sesat macam apa ini bisa-bisanya Dira menjadi peran antagonis dengan memanfaatkan orang lain.
Dira merasa tidak pede dengan lipstiknya yang mulai memudar. Ia mengeluarkan lipstik berwarna peach dari saku roknya. Satu-satunya alasan kenapa Dira tidak pernah menyimpan lipstik di tas adalah karena ia seorang pelupa. Lihat saja, Dira tidak membawa tasnya, padahal bisa saja di dalamnya ada dompet yang sangat berharga. Bagaimana kalau Deva berbuat yang tidak-tidak terhadap dompetnya? Ah, sepertinya Deva bukan orang yang seperti itu.
Setelah selesai dengan lipstiknya, Dira langsung bergegas kembali ke tempat makannya. Kasihan Deva sendiri menunggu. Terlihat dari jauh mejanya bersama Deva dikelilingi oleh dua orang asing namun—tunggu, Dira seperti mengenali punggung seseorang yang membelakanginya saat ini.
'Prang!' Suara gelas yang pecah ke lantai dan sedikit cipratan minuman jeruk mengenai baju Dira. "Aduh! Maaf mbak, saya tadi buru-buru. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Saya mau melakukan apa saja asalkan mbak tidak melaporkan saya pada boss." Ucap seorang pelayan yang merasa bersalah
Dira yang tidak tega melihat pelayan di depannya ini langsung memaafkannya, lagi pula ini salahnya karena tidak fokus saat berjalan. Dira tersenyum awkward, "Gapapa kok. Ini salah saya juga, tenang aja saya nggak akan laporin mbak ke Bossnya. Tapi jangan diulangi lagi, ya." Ucap Dira
"Makasih, Mbak." Ucap sang pelayan lalu membersihkan sisa-sisa pecahan yang ada di lantai
Ke mana perginya laki-laki yang ada di mejanya tadi? Kenapa hanya tersisa Deva dan satu orang perempuan di sana?
Dira menghampiri Deva, "Maaf lama, Pak." Ucap Dira sungkan karena ada perempuan cantik di sebelahnya. Jangan-jangan itu pacarnya Deva? Pikirnya. Tapi, laki-laki tadi siapa?
"Lama banget. Terus kenapa lagi itu baju kamu kotor?" Tanya Deva
Sebelum menjawab, Dira duduk terlebih dahulu, "Tadi ada kecelakaan sedikit sama pelayan di sini." Balas Dira
"Kamu gapapa?" Tanya Deva sambil menatap mata Dira
Dira langsung salah tingkah ditanya seperti itu, "Eh—gapapa kok," Jawab Dira
"Ini pacar Bapak?" Tanya Dira sedikit berbisik namun masih terdengar oleh Hana
"Itu temen SMA saya." Ucap Deva membantah perkataan Dira
Dira mengangguk paham, "Halo, kenalin aku Dira, sekretarisnya Pak Deva." Ucap Dira memperkenalkan diri
"Aku Hana, cantik banget deh kamu. Sekretaris yang merangkap sebagai pacar, ya?"
Dira kikuk, "E—makasih, mbak Hana juga cantik kok. Tapi aku bukan pacar Pak Deva." Balas Dira
"Nggak usah ngomong formal sama aku, biasa aja kayak seumuran." Ucap Hana sok asik
Seumuran katanya?
Jangan ngadi-ngadi, Dira lebih muda daripada Hana.
"Iya."
"Tadi perasaan aku liat ada cowok di sini, iya nggak? Apa aku yang salah liat kali, ya?" Tanya Dira
"Oh, iya ada. Tapi tadi tiba-tiba ada panggilan. Biasalah dia 'kan Dosen gitu." Jawab Hana