24 - Hadapi Berdua

4.4K 607 143
                                    

Hadapi berdua, ya. Aku yakin kita pasti bisa. Tapi, seandainya belum bisa jangan dipaksa, aku tau itu sulit apalagi dasar kita aja udah berbeda. Semangat :)

***

Setelah sekian lama bersama-sama, antara Deva dengan Dira masih belum ada kepastian apa pun. Bahkan semakin hari, sikap Dira sudah menunjukkan bahwa dia memang sedikit tertarik pada aura bosnya itu. Deva sangat menjadikan Dira sebagai ratu di hidupnya, walaupun status mereka masih abu-abu, tetapi tak segan Deva dan Dira saling menunjukkan ketertarikannya masing-masing.

"Hari ini mau ke mana?" tanya Deva.

"Lho, saya kira Bapak ke sini punya tujuan." balas Dira.

"Tujuannya kamu 'kan?"

Dira tersenyum malu-malu.

"Nggak jelas deh." kata Dira.

"Apa? Hubungan kita butuh kejelasan?"

Bukan menanggapi lawan bicaranya, Dira pergi terlebih dahulu menuju mobil Deva. Setelah mendapati mobilnya terkunci, Dira menoleh. "Cepet keburu siang!" terik Dira.

Sepertinya memang Dira sedang salah tingkah. Deva tersenyum sambil menekan tombol di kuncinya, "Sabar dong."

***

"Jadi, kita mau kemana?" tanya Deva ketika mobil mereka tengah berhenti di lampu merah.

"Saya pengin ke Gedung Sate, Pak." kata Dira gemas.

Wajah Deva tampak kebingungan, "Ngapain?"

"Ya-main.."

"Seriously? Nggak ada tempat lain selain itu?"

"Ya, terserah."

"Cari tempat selain di situ."

"Nggak tau. Saya terserah Bapak aja."

"Kok gitu?"

"Saya 'kan udah kasih rekomendasi, tapi Bapak yang nggak mau. Ya udah, terserah." rajuk Dira.

Deva tau saat ini perempuan disebelahnya sedang marah. Tapi, apa tidak ada tempat lain selain di Gedung Sate? Huh, menyebalkan.

Di Kota Bandung ada apa?

"Oke-oke. Kita ke Gedung Sate." jawab Deva.

Sesampainya di sana, Dira tidak tau apa yang ia harus lakukan. Apa Gedung itu dibuka untuk umum? Ah, Dira penasaran di dalamnya seperti apa.

"Kenapa?" tanya Deva yang melihat raut wajah Dira merasa bingung.

"View-nya bagus. Boleh tolong fotoin?" pinta Dira.

Kenapa tidak? Deva langsung mengiyakan permintaan Dira. Pose yang pertama kali diambil ialah tersenyum manis ke kamera dengan latar bangunan Gedung Sate yang berdominan putih. Pose kedua adalah Dira yang tertawa menampakkan gigi putihnya sambil merentangkan tangan.

Deva menggelengkan kepalanya, "Emang anak alay. Untung sayang.."

"Kenapa?" teriak Dira kala melihat Deva yang menggeleng tadi.

"Nggak." jawab Deva.

Tiba-tiba Dira menghampiri Deva sambil meraih ponsel yang tadi di pakai sesi foto. Dira menekan tombol yang membuat kameranya berubah menjadi kamera depan.

"Selfie, oke?" ajak Dira. "Senyum dong, Pak!"

Cekrek!

Sama-sama tersenyum di foto itu, seperti tidak ada beban yang sedang menghalangi mereka bersama. Terkadang memang benar, suntikkan sedikit kebahagiaan agar lupa terhadap kenyataan yang tidak sesuai ekspektasi.

Dosen, Selalu Benar : Dira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang