DEEP [TUJUH PULUH DUA]

61 6 3
                                    

Quinta mengerjap ejapkan matanya. Cahaya matahari perlahan masuk melalui celah-celah jendela dan berhasil membangunkan dirinya yang tengah tertidur pulas. Ia meregangkan badannya sebentar. Quinta langsung mengecek handphonenya. Tadi malam ia tidur lebih awal karena saking capeknya bersih-bersih rumah seharian.

Kantuknya mendadak lenyap ketika ia membaca sebuah pesan yang twnryata sudah dikirimkan sejak semalam.

Amabel bawel

Ta, malem ini gue balik ke Jogja. Ada yang perlu gue selesein di sana. Besok  siang gue ke rumah lo. Gue harap lo bisa bantu cari jalan yang hah entahlah ruwet banget pokoknya. Tentang gue sama Dekka. See you soon cuk❤

Quinta Salsabela

Dekka? Lo belom selese sama dia? Kok bisa? Sorry gue semalem tidur. Capek abis jadi bahu njiir

Amabel bawel

Bawal lo nanti aja panjang ceritanya. Lo mandi sana. Bentar lagi gue otw. Nitip apa lo?

Quinta Salsabela

Sajen kek biasanya

Setelah membalas pesan dsri Abel, Quinta bergegas bangun dari tidurnya dan menuju kamar mandi. Sepanjang perjalanan menuju kamar mandi otaknya terus berpikir. Sebenarnya apa yang terjadi pada kedua sahabatnya itu? Bagian mana yang belum selesai? Atau jangan-jangan ada kaitannya dengan kejadian di pesta kemarin? Otaknya sungguh-sungguh tidak bisa berpikir jika perihal kedua sahabatnya yang benang ruwet aja kalah ruwetnya.

Sedangkan di sana Abel menatap kosong ke luar jendela dari ruang tamu. Hari ini cuaca bagus namun tidak hatinya. Sangat kacau dan banyak badai bergemuruh yang tak kunjung pergi. Banyak pertanyaan mencuat di otaknya yang minta diselesaikan segera mungkin.

Abel menghela napasnya kasar. Abel pikir hatinya sudah ikhlas dengan segalanya. Kepergiannya. Nyatanya hatinya masih saja tak segera menuju rela ketika nama itu disebut. Dan nyatanya semesta ingin bermain-main lagi dan lagi.

Bela mamanya Abel yang melihat anaknya gelisah langsung menghampirinya. Diusapnya kepala anaknya dengan lembut.

"Sayang? Are you okay?"

Abel menggeleng. Dia memang sedang tidak baik-baik saja. Sangat.

"Ma? Abel salah ya kayak gini? Abel salah ga dateng ke sini? Abel jahat ya sama Orion?"

Bela tersenyum, ia sangat memahami perasaan anaknya.

"Sayang, kamu ga salah. Mungkin semesta pengen kamu tahu segalanya. Biar segalanya jelas. Sayang. Dengerin Mama. Selesaikan apa yang seharusnya di selesaikan. Segalanya akan baik-baik aja. Percaya sama Mama. Apa yang menjadi pertanyaan kamu selama ini hari ini akan terjawab. Kamu hanya perlu mengikuti alurnya saja. Kamu ga salah sayang. Gaada yang pengen ini terjadi. Dekka juga berhak mendapat penyelesaian. Begitupun kamu. Kalo kamu nyelesein ini kamu juga ga nyakitin perasaannya Orion. Mama yakin Orion paham. Ta, hati tahu di mana dermaga abadinya. Ia tahu kemana harus berlabuh. Mau seberusaha apapun kalo dia bukan dermaga abadimu kamu bisa apa? Ikhlas, sabar, dan doa Sayang. Mama tahu kamu bisa."

Abel membenarkan perkataan Mamanya. Yah. Dia bisa melewati ini. Dia bisa melewati badai gemuruh ini. Yah. Bisa.

"Makasih yah Ma. Abel berangkat dulu ya. Nanti kalo Abel pulang malem Abel kabari. Kalo semisal Abel ga sempet ngabarin Orion minta tolong ya Ma dia dikabarin. Abel gamau dia khawatir,"

Bela mengangguk, "Take care sayang,"
Abel mengambil kunci mobil di atas meja ruang tamu dan segera melakukan mobilnya menuju rumah Quinta. Karena ini adalah tujuan pertamanya. Dari sini segalanya mungkin akan menemui petunjuk sebelum dia menuju ke intinya.

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang