DEEP [DUA]

3.3K 237 0
                                    

Deg! 

Suara itu. Suara yang sangat Abel kenali. Suara yang tak pernah dia dengar hampir 4 tahun lamanya. Suara yang begitu dia rindukan. Bahkan mendengar suarannya saja jantungnya ingin mencolos dari tempatnya.

Abel masih ada pada posisinya. Dia tak berkutik sedikitpun. Ingin bangkit namun kakinya lemas.

"Abel?"

Suara itu rasanya seperti ada di depannya. Dengan perasaan campur aduk, Abel memberanikan diri mendongakkan kepalanya. 

Dan akhirnya mata coklat milik Abel bertemu dengan mata abu milik Dekka. Waktu seakan melambat. Mata abu itu berhasil membuat Abel terpaku dalam waktu yang cukup lama.

Sungguh Abel rasanya ingin langsung berhamburan memeluk Dekka. Ia sangat rindu pelukan hangat cowok itu. Dan lihat. Tatapan mata itu akan meneduh jika di hadapan para sahabatnya. Tak ada yang berubah dari cowok di hadapannya ini. Selain bertambah tampan dan tinggi tentunya.

Mereka masih sama-sama diam. Abel masih saja betah menatap mata abu milik Dekka. Namun sesegara mungkin dia menetralkan jantung dan perasaan kacaunya.

"Are you okay honey?" Dekka melambai lambaikan tangannya di depan wajah Abel. 

"Huh? I'm okay." Abel tersenyum tipis.

"Ini punya elo."

"Gak ah,  gue gak napsu."

Karena kalo boleh terus terang,  rasa laparnya hilang ketika melihat Dekka lagi. Entahlah. Dia masih terlalu syok.

"Yakin?  Gue suapin deh,"

Dekka menyendokkan makanan ke Abel.

"Gak mau Ka," tolak Abel.

"Ucuk ucuk,  aaaaa, buka mulutnya dong sayang." Sekarang Dekka mirip seperti ayah yang menyuapi anaknya.

sayang? Sayangnya kita cuma teman?  Haha.

Mau tak mau Abel menerima suapan itu. Karena kalau tidak Dekka akan memaksanya terus.

"Ada yang temu kangen tuh," celetuk Arel.

"Obat nyamuk woy obat nyamuk!" Aruna menambahkan.

"Brisik ah lu pada. Nanti bebeb gue marah lagi nih!" Dekka pura pura marah."Iya kan Sayang?"

"Sayang pale lo peyang!" Abel menjitak Dekka. 

"udah dibilang sayang malah di campakkan, untung gak ditendang."

"Oh,  mau ditendang?" Abel nantang. 

"Hehe kagak makasih." Dekka nyengir.

Sedangkan yang lainnya tertawa melihat tingkah mereka berdua.  Bagaikan kucing dan anjing tingkah mereka. Bukan Dekka dan Abel kalo ketemu enggak berantem. Pasti ada aja yang diributin mereka berdua. Kadang berujung marah beneran.

Sekarang mereka duduk di atas karpet lembut.  Membentuk sebuah lingkaran. Biasanya kalau sudah seperti ini mereka akan saling bercerita satu sama lain.

"Gimana Ka,  enak Jakarta apa Jogja?" tanya Arel sambil menyendokkan seblak ke dalam mulutnya.

"Emm ... enakan di sinilah. Ada kalian yang bisa diajak hangout kapanpun dan ada Abel yang bisa gue kerjain."

"Jahat!" Abel memberengut. 

"Enggak,  Bebel sayang,  canda." Dekka mengelus puncak kepala Abel dan tersenyum manis ke arahnya. 

Tentu saja tak dapat dipungkiri jantung Abel kembali berdesir ketika dipanggil seperti itu. Di dekat Dekka ternyata bisa membuat kesehatan jantungnya terganggu. Mungkin habis ini Abel harus pergi ke spesialis jantung.

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang