DEEP [TIGA PULUH TUJUH]

933 76 0
                                    

Quinta sedang melihat drama korea di ruang tengah. Semua pekerjaan sudah terselesaikan. Pakaiannya juga sudah rapi. Hari ini dia ada janji dengan Amar. Dan waktu menunggunya digunakan untuk menonton drama korea.

Jam menunjukkan pukul empat sore. Harusnya Amar sudah menjemputnya. Tapi tak ada tanda-tanda Amar muncul.

Suara notif line membuat Quinta menghentikan drama koreanya sejenak dan melihat pesan itu. Ternyata dari Amar.

Amarld ❤🔐 : Sorry gue gak bisa pergi, minggu depan aja. Gue ada janji sama anak-anak PKA.

Setelah membaca pesan itu, mata Quinta memerah. Ini untuk kesekian kalinya Amar membatalkan janji dadakan dengannya. Bukan masalah Quinta sudah rapi dan sudha berganti pakaian. Tapi ini masalah Amar lebih memilih teman-temannya di banding Quinta. Jika janjiannya lebih dulu teman-temannya Amar, itu tak menjadi masalah bagi Quinta. Tapi ini Quinta yang ada janji duluan, sedangkan teman-temannya belakangan. Tapi yang di batalkan adalah janji Quinta bukan janji teman-temannya.

Katakanlah Quinta egois atau semacamnya. Tapi coba posisikan diri, siapapun yang menjadi Quinta pasti akan merasa kecewa dan tidak di prioritaskan. Dan ini bukan sekali atau dua kali. Melainkan sudah kesekian kalinya Amar seperti ini. Dan lagi-lagi Quinta hanya diam tanpa bisa protes.

Dia tidak ingin memperlebar masalahnya. Dia tidak ingin membuat semua menjadi kacau hanya karena masalah sepele.

Akhir-akhir ini juga Amar susah untuk di hubungi. Bahkan pesan dari Quinta akan di balas dua jam kemudian. Itupun hanya kadang sepatah kata atau paling panjang hanya tiga kata.

Quinta merasakan perubahan Amar. Ada apakah dengan diri Amar sebenarnya. Kenapa akhir-akhir ini dia selalu tidak ada kabar dan pergi begitu saja tanpa pamitan. Ketika di kirim pesan kadang cuma di baca saja.

Mengingat itu semua membuat kepala Quinta pening sendiri. Keanehan Amar tidak terpecahkan. Padaal dia sudah bertanya pada teman dekatnya Amar, tapi sama saja. Dia tidak mendapatkan jawaban apapun. Kata temannya Amar, Quinta harus memaklumi sifat Amar. Amar selalu lupa semua ketika dia sudah bersama game nya. Namun kurang memaklumi apa jika Quinta membiarkan Amar bermain game ketika sedang bersamanya? Bahkan sama sekali Quinta tidak pernah protes tentang Amar dan hobinya itu.

Lantas apa yang salah di diri Quinta hingga Amar bersikap tidak peduli padanya.

Dari pada memikirkan semua itu, Quinta memilih pergi ke kamar dan mengistirahatkan pikirannya. Dia terlalu lelah memikirkan semua.

🌊🌊🌊

Sudah berhari hari Arel menonaktifkan nomornya. Sudah berhari hari pula ia mulai menjauh dari Dekka. Untuk menghindari kecurigaan, Arel terpaksa menjauhi Abel juga. Karena Arel tahu, Dekka akan mencari informasi dari Abel. Belum saatnya Abel tahu. Dia akan memberi tahu Abel setelah dia berbicara kepada Nila. Setelah dia mendapatkan jawaban yang sebenarnya.

Rencananya sore ini Arel akan ke rumah Nila tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Arel memantapkan hati ke rumah itu. Dan di sinilah Arel sekarang. Di depan pintu rumah Nila. Arel memencet bel rumah itu berulang kali, dan munculah sang penghuni rumah.

"Arel?" Nila mengerutkan keningnya samar. Melihat Arel sendiri tanpa Dekka membuat Nila merasakan hawa-hawa tidak enak.

"Boleh gue ngomong sama elo?"

"Boleh, masuk yuk,"

Arel membuntuti Nila dari belakang. Mereka berdua duduk di sofa ruang tengah.
"Mau minum apa Rel?"

"Air hitam aja, eh kopi hitam."

Nila mengangguk.

Lima menit kemudian, Nila kembali dengan dua cangkir kopi hitam.

"Lo tadi mau ngomong apa Rel?"

Deg!

Jantung Arel berdetak tak karuan. Dia bingung harus memulainya dari mana. Harus mengawalinya dengan kata seperti apa untuk pembukanya.

Arel menarik napas dalam-dalam. Apapun resikonya dia harus bicara sejujur jujurnya. Semuanya.

Malam itu, mengalirlah semua apa yang di rasakan Arel. Dari awal dia menaruh hati dengan Nila sampai pada akhinya perasaan itu dia paksa pendam dia kubur dalam-dalam.  Waktu mempertemukan mereka berdua. Arel pikir perasaannya pada Nila telah hilang seiring berjalannya waktu. Nyatanya perasaan itu malah muncul dan berkembang pesat ketika tatapan itu beradu.

Dengan sabar, Arel menceritakan detail demi detail sikap Dekka yang menurutnya aneh. Yang menurutnya tidak biasa. Lebih dari sebelas tahun mereka bersahabat, dan Arel hafal betul gelagat Dekka seperti apa.

Sore berganti malam, Arel masih bercerita semua keanehan itu. Termasuk ketika Arel mendapati line yang di kirimkan Nila ke Dekka.

Malam itu Nila tahu semuanya. Dia tahu bagaimana rasa Arel padanya. Dia tahu kenapa Arel agak berbeda akhir-akhir ini padanya. Jujur saja Nila saat itu merasa kaget. Omongan Aruna tempo hari yang dianggapnya angin lalu ternyata malah terjadi.

Malam itu Nila dapat merasakan rasa Arel padanya begitu besar. Ia merasa beruntung cowok di depannya ini punya rasa padanya. Tapi sayang, hatinya masih untuk orang di sana. Orang yang menghuni hati Nila tanpa bisa diganti oleh siapapun.

Malam semakin larut, dengan perasaan campur aduk, Nila menceritakan dengan hati-hati sekali. Dia memilah milah kata agar dia tidak salah bicara. Dia menceritakan detail demi detail kata yang didengar kemarin dari Dekka.

Malam itu juga, Arel tahu jika dugaannya itu benar. Prasangka-prasangka itu ternyata nyata. Bukan hanya pikiran negatifnya saja. Perasan-perasaan tidak enak yang terus membayangi pikirannya ternyata terjadi juga.

Hati Nila tambah kacau setelah melihat perubahan air muka di wajah Arel. Dia di posisi serba salah. Di bingung. Dua sahabat itu ternyata punya rasa yang sama padanya. Dan tentu Nila tak dapat memilihnya.

Malam itu tak ada penyelesaian apapun baik dari Nila maupun dari Arel. Malam itu hanya masing-masing mengetahui apa yang seharusnya di ketahui.

Jam menunjukkan angka sepuluh. Arel berpamitan pulang.

Nila memandangi kepergian Arel dengan perasaan gamang. Entah kenapa air matanya jadi menetes. Dia merasakan perasaan yang sulit dijelaskan dengan kata. Di posisi serba salah tentu tak pernah ada enaknya.

Sedangkan Arel sudah menjauh pergi meninggalkan rumah Nila dengan perasaan yang kacau pula. Dia menepikkan mobilnya. Perasaanya tak karuan. Antara ingin marah tapi tidak bisa. Karena yang namanya rasa tidak bisa di salahkan. Antara kecewa tapi statusnya juga bukan siapa-siapa.

Arel pikir hal ini tidak akan terulang lagi. Nyatanya malah terulang dan ini lebih parah. Lebih menyakitkan dari sebelum-sebelumnya.

Arel mengacak rambutnya frustasi. Berteriak penuh keputusasaan.

Ini harus diselesaikan sekarang. Arel tidak mau semua ini berkepanjangan. Dia harus menemui sumbernya langsung untuk memastikan yang diceritakan Nila itu benar atau tidak.

Tanpa menghubungi terlebih dahulu, Arel langsung tancap gas ke rumah itu. Arel tidak mau tahu orang itu ada di rumah atau tidak. Yang jelas permasalahan ini harus segera di selesaikan.

🌊🌊🌊

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang