DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]

472 37 10
                                    

Ini mulmednya gak kalah uwu nih, didengerin kuy sambil baca.

recomended sih :)

.

..

...

....

Hari ini kota Jogja diguyur hujan deras dari tadi pagi. Sepertinya hujan sangat betah berlama-lama di kota penuh kenangan ini. Sementara itu dibalik jendela kamarnya, sambil terus memantau handphone, Quinta nampak gelisah. Bagaimana tidak? Hari ini genap dua tahun Abel sekeluarganya pergi tanpa memberitahu keberadaanya sekarang. Dekka pun juga sama. Semua akses untuk menghubungi Abel dan dekka sengaja diputuskan oleh Abel dan Dekka sendiri. Dan hari ini juga, ke lima sahabat itu sepakat untuk membicarakan ini sama-sama. Mencari keberadaan Abel dan Dekka sama-sama. Mereka berencana kumpul dirumah Quinta jam 3 sore. Rasa-rasanya Quinta hampir saja ingin putus asa mencari keberadaan sahabatnya itu. 

Tes!

air matanya menetes begitu saja. dua tahun. Dua tahun Quinta dan sahabat-sahabatnya mencari keberadaan Abel dan Dekka hampir ke penjuru kota bahkan ke luar kota yang kemungkinan Abel dan Dekka ke sana. Namun lagi-lagi hasilnya  nihil. tidak ada sesosok Abel dan Dekka di sana. Quinta merasa menjadi sahabat yang belum baik untuk Abel dan Dekka. Abel dan Dekka selalu memendam masalahnya sendiri tanpa bercerita kepada siapapun. Dia adalah gadis yang memilih bungkam selagi dia bisa menyelesaikannya. Ah gadis itu membuat Quinta benar-benar merasa sangat rindu. Begitupun Dekka. Jail namun Membuat rindu jua. Di tatapnya hujan dari balik jendela kamarnya. Quinta menghampiri meja belajarnya. Dibukanya laci meja nomer dua. Amplop berwarna merah itu menampakkan dirinya. Amplop yang hanya Quinta satu kali bersama sahabat-sahabatnya dan semenjak itu tidak pernah dibuka lagi. Pelan,  diambilnya amplop itu. Tangannya gemetar seakan-akan memegang uang ratusan miliar. Kaki Quinta lemas seketika. Sial. semakin deras menambah suasana menjadi kacau. Dengan apik, surat ditangan Quinta dan suara hujan diluar membuat otak Quinta memutar kembali kejadian itu bak film dokumenter. 

Flashback On

Entah kenapa pagi ini awan hitam menyelimuti Jogja dan seperti enggan pergi. Awalnya Quinta ingin jalan-jalan menyusuri kompleks rumahnya, namun niat itu dibatalkan melihat suasana pagi sedang tidak bersahabat. Quinta memilih menuju dapur. Membantu mamahnya memasak sarapan pagi. Di tengah kesibukannya di dapur, tiba-tiba tukang kebun rumahnya tergopoh-gopoh memanggil-manggil namanya. 

"Mbak, mbak Quinta"

Quinta yang mengdengar namanya dipanggil menghentikan ativitasnya. 

"Gimana Pak?"

"Ini mbak, tadi dikotak surat saya nemuin surat ini. Di sini tertera lima nama, ada nama mbak Quinta di sini." Pak Slamet menyerahkan surat di tangannya.

Quinta menerima surat tersebut. 

"Makasih Pak"

"Nggih sami-sami mbak." Pak Slamet pergi meneruskan aktivitasnya.

"Siapa Ta?"

"Gatau mah, aneh. Zaman udah maju masih aja pake surat." 

Setelah berkata seperti itu, Quinta maah penasaran. Sebenarnya siapa pengirimnya?

Quinta meninggalkan aktivitasnya dan memilih duduk di meja makan. 

Ia mengerutkan keningnya. Alisnya menyatu saking bingungnya. Di bolak baliknya surat berwarna merah itu. Dan di sana Quinta menemukan nama pengirimnya. Dari Abel. 

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang