DEEP [SEMBILAN BELAS]

1.2K 102 0
                                    

Gladis bersembunyi di balik pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Kepalanya sedikit mendongak keluar. Memastikan bahwa di luar tidak ada siapa-siapa. Terutama orang tuanya.

Setelah memastikan aman, Gladis melangkah pelan-pelan. Mengendap endap. Dia harus bisa keluar dari rumah ini untuk bisa ke rumah Dekka. Dia ingin bertemu dengan teman-temannya. Karena mereka adalah pelipur lara bagi hati Gladis. Mereka adalah pengobat hati dan pikirannya.

Baru saja Gladis melangkahkan kaki sampai ruang tamu, sebuah suara mengintrupsinya.

"Mau kemana kamu?" suara itu menyebar ke seluruh ruang tamu.

Gladis mengenal suara itu. Itu Nindi—mamanya. Pelan, Gladis menengokkan kepalanya ke belakang. Dan ia langsung melihat ekspresi tidak suka dan marah di raut wajah mamanya.

"Egg ... Mau ketemu sama temen-temen," ucap Gladis lirih.

"Apa? Ketemu temen-temen? Temen-temen kamu yang gak tau waktu itu? Gak. Gak boleh." jawab mamanya ketus.

"Tapi kenapa ma?"

"Mereka itu gak disiplin waktu. Gak bisa bedain mana waktu buat main mana waktu buat di rumah. Sore-sore begini kok mau keluar."

"Cuma sebentar kok ma,"

"Sebentar? Nanti tau-tau pulang jam 9 malam. Mau kamu mama aduin ke papa kamu?" Nindi mengancam.

"Ma, Gladis itu sumpek di rumah terus. Gladis pengen keluar. Gladis pengen punya temen juga Ma. Dan mereka yang bisa membuat Gladis jadi diri sendiri." terang Gladis dengan penuh sabar.

"Jadi diri sendiri gimana? Jadi diri sendiri yang urakan? Klayapan gak tau waktu? Berapa kali mama bilang sama kamu. Jauhi mereka. Mereka itu gak baik." Mamanya berbicara dengan penuh penekanan. Sarat akan amarah.

"Gak baik dari segi mana ma? Apa pernah Gladis jadi anak gak patuh semenjak sama mereka?" Gladis mulai menaikkan nadanya.

"Pokoknya kamu gak boleh main sama mereka!" 

"Kenapa mama selalu membatasi ruang Gladis? Adek sama kakak aja gak pernah mama batasi sampai kayak gini, kenapa Gladis dikayak giniin?" protes Gladis.

"Karena kamu belum bisa ngurusin diri kamu sendiri. Kamu itu ceroboh. Manja."

"Karena mama selalu mengatur semua yang Gladis lakukan. Gladis capek ma. Gladis bukan boneka mama." Mata Gladis memerah.

"Ini juga demi kebaikan kamu Gladis."

"Kebaikan dari mananya? Temen Gladis jadi sedikit gara-gara sikap mama yang terlalu over protective." terang Gladis. Emosinya mulai tersulut.

"Baguslah kamu temennya sedikit. Jadi kamu gak aneh-aneh."

"Sampai kapan mama mau kayak gini?"

"Sampai kamu dewasa."

"Tapi Gladis gak pernah dewasa di mata mama. Di mata mama Gladis hanya anak kecil yang merepotkan. Iya kan? Sebenernya Gladis ini anak mama bukan sih?" entah dapat keberanian dari mana, kata-kata ity terucap begitu saja.

"Jaga omongan kamu! Semenjak kamu bergaul sama mereka kamu tambah berani sama mama ya? Jauhi mereka. Atau mama yang akan membuat mereka jadi menderita!" ancam Nindi sadis.

"cukup ma! Mama boleh buat Gladis kayak gini. Tapi jangan mereka. Mereka gak salah. Oke Gladis akan jauhi mereka. Asalkan mama janji jangan buat mereka menderita."

Gladis begitu tak menyangka apa yang akan di lakukan mamanya jika ia tidak menuruti kemauannya.

"Ada apa sih ini ribut-ribut?" suara berat itu berasal dari Andi—papanya Gladis.

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang