DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]

1K 85 0
                                    

Abel sampai di tempat yang di bencinya lagi. Dia terpaksa ke tempat ini lagi. Karena ada hal mendesak yang harus dia beritahukan kepada keluarga Gladis.

Abel berlari melewati lorong-lorong, hingga sampailah dia di depan ruang rawat Gladis. Tepat saat itu dia berpapasan dengan Ama yang hendak keluar dari kamar rawat Gladis.

"Abel? Kamu kenapa kok kayak orang kesetanan?"

Abel mengatur napasnya yang memburu satu-satu. Setelah dirasa teratur, dia mengungkapkan maksudnya.

"Kak, Tante Nindi sama om Andi ada?"

"Ada di dalem, kenapa Bel?"

"Ini kak, ada hal penting yang perlu di ketahui tante Nindi sama om Andi, termasuk kakak dan Hani—adek kakak juga."

"Penting?" Ama mengerutkan dahinya samar.

"Iya kak, mungkin ini adalah alasan kenapa Gladis sampai ngelakuin percobaan bunuh diri."

Ama semakin mengerutkan keningnya dalam. Tanda tanya besar mencuat di otaknya.

"Kamu punya bukti yang jadi alasan itu?"

"Ada kak, di sini." Abel menunjukkan laptop yang dibbawanya. "Aku mohon kak, kalian harus lihat ini."

"Bentar, Kakak panggilin mereka dulu. Kamu duduk di sini ya,"

Abel menganggukkan kepalanya.

Tak lama kemudian, muncul Nindi, Andi, Ama dan Hani.

Nindi menatap sinis Abel.

"Kenapa kamu di sini?" suara itu begitu dingin.

Abel bangkit dari duduknya dan tersenyum kikuk, " Maaf tante sebelumnya kalau menganggu. Tapi ini penting sekali. Dan tante sama om harus tahu ini. Mungkin ini salah satu alasan kenapa Gladis berani melakukan hal seperti itu."

Nindi dan Andi saling pandang. Bingung arah pembicaraan Abel.

"Abel tahu, om dan tante pasti bingung. Mungkin malah menganggap Abel sedang bercanda. Tapi Abel serius, kalian semua harus lihat ini." Raut wajah meyakinkan terpancar jelas. Berharap orang tua sahabatnya itu percaya dengan apa yang dikatakannya.

Abel membuka laptopnya. Tadi laptopnya dalam mode sleep. Jadinya langsung membuka file yang dimaksud Abel.

Abel mengarahkan laptopnya ke keluarga Gladis. Membiarkan mereka melihat apa yang dilihat Abel. Membiarkan mereka merasakan apa yang dirasakan Gladis saat itu.

Seketika itu juga raut wajah mereka sama sekali tidak bisa dideskrepsikan. Terutama Nindi—mamanya Gladis.

Sungguh dia sama sekali tidak percaya jika anaknya mendapatkan perlakukan yang tak pantas. Dia sama sekali tidak tahu jika di sekolah putrinya itu menjadi bahan bullying yang menurut Nindi sudah terlewat batas.

Setelah vidio itu selesai, kaki Nindi langsung melemas. Dia duduk di dekat Abel. Memeluk Abel dan menangis di sana. Abel hanya diam dan membalas pelukan itu.

Nindi mengurai pelukan itu, dia menatap Abel lekat-lekat.

"Maafin tante ya Abel. Tante selama ini salah mengira kamu dan yang lainnya. Tante pikir gara-gara kalian Gladis jadi pembangkang dan gak mau menurut. Tante pikir dengan tante menekan dia, dia akan menurut. Ternyata itu malah ngebuat Gladis jadi di benci dan dijauhi teman-temannnya. Ini salah tante yang selalu membatasi ruang gerak dia. Pasti teman-temannya nyangka dia aneh." kalimat itu berisikan penyesalan.

"Gak papa tante, yang penting tante sekarang tahu kenapa Abel sampai kayak gitu." Abel tersenyum maklum.

"Tante salah misahin Gladis dari kalian. Sebenarnya tante ngelarang Gladis bertemu sama kalian. Karena tante pikir kalian membawa dampak yang buruk terhadap Gladis. Lagi-lagi tante salah. Ternyata kalian sebaliknya. Kalian itu dunia Gladis. Tempat Gladis jadi dirinya sendiri. Maafin tante ya Abel." Ada raut penyesalan tergambar jelas di mata Nindi.

-DEEP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang