5. The Other Side of You

2.3K 213 4
                                    

Pagi ini keluarga Ismawan berkumpul di meja makan, tentu aja selain A Dirga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini keluarga Ismawan berkumpul di meja makan, tentu aja selain A Dirga. Aku yang duduk di sebelah Riska, mengambil sedikit soto yang dihidangkan karena tidak mau terlalu kenyang. Sekali aja Aa menanyai kenapa hanya membawa seporsi makanan sudah membuatku ciut dan selanjutnya selalu membawa dua porsi sarapan ke atas. Jadi, kali ini aku harus menyediakan sedikit ruang untuk sarapan bersama Aa karena tidak enak menolak ajakan Papa Pram.

"Ayo, makan sama-sama, biar sedikit," ujar Papa Pram saat kukatakan ingin membuat sarapan untuk Aa.

Acara makan di kediaman Ismawan ternyata seperti mengheningkan cipta panjang, tidak ada yang bersuara setelah Papa Pram memasukkan suapan pertamanya yang juga kode bagi yang lain untuk memulai makan. Bahkan sendok-garpu pun malu berdenting di antara kesakralan acara makan keluarga Ismawan. Tadinya, aku mau langsung mulai makan setelah seporsi kecil soto berada dalam mangkuk, tetapi dijawil Riska yang kemudian berbisik, "Kita tunggu Papa, Teh."

Hal yang sama terjadi saat akan bangkit, harus Papa Pram dulu yang meninggalkan meja baru kemudian diikuti anggota keluarga lain. Aku yang resah ingin membuat sarapan, serasa duduk di kursi penuh duri karena harus menunggu Papa Pram selesai makan.

Ketika Papa Pram berdiri, aku pun buru-buru mengangkat bokong dan berjalan cepat ke dapur. kupilih asal sosis dan telur, lalu menggorengnya dengan sedikit mentega. Sambil menunggu, kuseduh teh juga menuangkan air minum ke dalam gelas.

Sesampainya di atas, Aa sudah bersantai di balkon sambil memainkan ponsel. "Tumben, lama," ucapnya sambil melirik baki yang kubawa.

"Tadi, disuruh Papa sarapan bareng di bawah." Melihat Aa ber-oh singkat, cepat-cepat aku menambahkan kalimat. "Dara cuma makan sedikit kok, A, biar bisa sarapan sama-sama."

Aa diam melihat dua porsi sarapan yang kuletakkan di meja. Dia melirik saat kumulai memasukkan suapan pertama. Sementara Aa memilih menyesap teh baru kemudian mengambil piring berisi telur dan sosis miliknya.

Setelah makan, perutku terasa penuh. Refleks kusandarkan badan dan menyentuh perut setelah meletakkan piring. Dua telur, dua sosis, dan sepertiga mangkuk soto berjubel dan berusaha berbagi tempat dalam lambung.

"Lain kali, jangan dipaksa. Badan kecil gitu mana mampu dua kali sarapan," tukas Aa ringan seraya menyeruput sisa teh.

Aku melirik tajam. Padahal, dia yang menempatkanku pada posisi sulit, seenaknya saja bicara begitu. Jika bukan suami, mungkin aku sudah mengomel panjang karena Aa tidak memberikan pilihan selain dua kali sarapan. Menolak Papa Pram di saat pertama kali melihat mereka semua duduk bersama tentu saja menjadikanku menantu tidak sopan. Namun, Aa juga tidak mau turun untuk sarapan bersama anggota keluarga lain. Minggu yang harusnya secerah langit malah jadi terkesan kelabu karena pagi-pagi aku sudah berdilema.

"Kemarin kamu mau belanja ke mana?" Pertanyaan Aa membuatku berpikir sejenak.

Oh, pasti maksudnya saat aku meminta izin belanja beberapa waktu lalu. Sesungguhnya, aku masih belum tahu ke mana akan pergi karena biasanya belanja kebutuhan pribadi di toko swalayan kecil dekat tempatku menyewa kamar. Aku bisa aja pergi ke sana, menyusul Lulu, dan memintanya menemani.

Me + You = Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang