Insiden kwetiau siram menjadikanku lebih berhati-hati terhadap Meisya. Walau sedikit saja, aku tidak mau lagi percaya apalagi termakan omongannya. Sejak kejadian itu dia semakin terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan padaku, sengaja melontarkan kata-kata yang diharapnya membuat Aa membenci. Syukurnya, suamiku tidak pernah terpengaruh.
Hubunganku dengan Aa berkembang semakin baik. Dia menepati janji mengajak bermain dengan James, membantu agar aku tidak lagi takut pada anjing, setidaknya pada golden retriever kesayangannya itu. Setelah beberapa kali diajak bermain dengan James, dan karena anjing itu menunjukkan keramahan, aku sekarang sudah mulai berani membelainya. Tentu saja itu kulakukan hanya jika James diikat. Anjing itu terlalu ceria, sering kali kulihat dia melompat dan berlari ke arah Aa begitu dilepas, minta dimanja. Aku hanya akan membuat diri malu jika memberikan James kesempatan melakukan hal yang sama padaku.
Sungguhpun kehidupan rumah tangga sudah mengalami kemajuan, tidak demikian dengan kehidupan kampus. Aku mendapat teguran keras dari dosen karena tidak memiliki kelompok presentasi. Setelah omelan panjang, dosen menempatkanku kembali ke grup lama, yang mau tak mau harus diterima seluruh anggota kelompok, tetapi dengan catatan aku hanya akan mendapat setengah nilai.
Dosen juga sudah mengultimatum, nilai UTS dan UAS harus di atas delapan puluh jika ingin lulus mata kuliahnya dengan predikat minimal B. Jika UTS dan UAS-ku berada di bawah standar khususnya, aku hanya akan mendapat maksimal C.
"Positif aja, Ra. Ini lebih baik daripada kamu langusung dikasi nilai D." Kami duduk di taman karena aku belum bisa pulang. Pak Mahisa tidak ada di tempat biasa menunggu.
Lulu benar. Dosenku sudah sangat bermurah hati dengan mengembalikanku ke kelompok. Ini bukan akhir, aku masih memiliki kesempatan memperbaiki diri di UTS dan UAS.
"Iya, Ra. Kalau nggak dikasi nilai setengah, mungkin UTS dan UAS kamu harus minimal 85 atau 90," sambung Dudy.
"Dudy jangan nankut-nakutin Dara atuh!"
"Emang faktanya gitu kali, Ra," seloroh Lulu. "Btw, Ra, sorry banget ya, ini aku ada urusan jadi kalian kutinggal. Nggak apa-apa kan, Ra?" Aku menjawab dengan anggukan.
"Ah, paling juga mau ke salon karena ada janji sama berondong. Eh, ini temen lagi sedih begini jangan ditinggal woi!"
Lulu meledek Dudy sambil melambaian tangan. Kini, di taman hanya ada aku dan Dudy. Sudah berkali-kali kutelepon Pak Mahisa, tetapi tidak diangkat. Tumben sekali Pak Mahisa meninggalkan kampus tanpa memberi kabar.
"Dara tahu ini kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, tetapi tetap aja bikin was-was," cetusku penuh kesedihan.
"Tapi Ra, coba kamu bayangin kalau diusir dari kelas? Lebih nggak ada kesempatan lagi. Final, harus ulang tahun depan."
Dudy mendengarkan dengan saksama, memberikan beberapa saran juga berusaha membuat tertawa saat mataku terlihat berkaca-kaca karena ingin menangis. Namun, sekeras apa pun dia menghibur, tetap saja tidak mampu mengenyahkan kesedihan. Bahuku melorot, masih belum menemukan semangat untuk bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me + You = Us [TAMAT]
RomanceKarena bakti, Dara yang masih berkuliah menerima perjodohan dengan anak bos orang tuanya, sang juragan teh. Namun, Dirga yang dingin dan terkadang ketus membuat bingung kenapa mau menikah dengannya. Belum lagi, ada adik tiri Dirga yang membencinya s...