10. Let's take a Step!

2K 186 0
                                    

"Hei, kok bengong?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, kok bengong?"

Aku memaksakan senyum saat Dudy menghampiri dan mengambil tempat di depanku. Hari ini, kuputuskan ikut ke kantin meskipun tidak memesan makanan. Kubuka kotak bekal berisi karedok buatan Bi Tuti ketika pesanan Dudy dan Lulu sudah datang.

"Kalian sebenarnya masih ngekos bareng nggak sih?" tanya Dudy, raut wajahnya menunjukkan keingintahuan yang besar.

Aku menatap Lulu, menjawil-jawil pahanya agar cepat memberikan respons pada Dudy. Kudengar Lulu menggeram pelan, tangannya menepis jawilan. Aku jadi ingin tertawa karena paham kalau sudah begini artinya Lulu pun bingung dan meminta waktu untuk berpikir.

"Kenapa malah senyum-senyum, Ra?"

"Eh? Nggak apa-apa, kok, Dud."

"Kalian sekarang main rahasia-rahasiaan ya, sama aku?" Kali ini Dudy memasang wajah cemberut.

"Bukan gitu Dudu sayang," pungkas Lulu cepat. "Lagian, bukan masalah besar juga kan kalau Dara pindah?"

"Bukan tentang pindahnya, Lulu."

Walaupun Dudy tidak melanjutkan kalimat, aku tahu apa yang sebenarnya menjadi keresahannya, ketidakterbukaan dariku dan Lulu. Aku menatap jari manis yang tidak mengenakan cincin, terasa janggal tapi juga masih belum ingin kukenakan ke kampus.

"Dara sekarang tinggal sama pamannya, dan pamannya itu supir pemilik kebun. Makanya dia udah nggak sama aku, terus sering diantar ke kampus sekarang. Kan, mobil itu pamannya yang pegang."

Alis yang bertaut, mata memicing, serta kerutan-kerutan di kening menunjukkan Dudy masih berusaha mencerna pembelaan Lulu. Aku sempat melihat mulutnya sedikit terbuka, tetapi Dudy tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut, malah mengangguk-angguk. Ada kelegaan menyusup karena tampaknya Dudy tidak ingin terus mempermasalahkan hal ini.

"Nggak usah segitunya lihatin aku, Ra. Nanti jadi naksir," ucapnya tiba-tiba.

Sebelum aku membalas, Lulu sudah lebih dulu merespons. "Hidih, kepedean. Dengar ya, Du. Kalau kamu memang tipenya Rara, aku yakin udah lama kalian jadian. Buktinya, udah dua tahun berteman, dia masih B aja."

Aku seperti melihat kegusaran di mata Dudy. Namun, dengan cepat dia tertawa dan berkata, "Jangan pesimis gitu, Lu. Mana tahu kan? Jodoh rahasia Tuhan. Misal besok kamu tiba-tiba naksir aku juga, ya siapa tahu."

Kalimat Dudy tentu saja berbuah pukulan dan umpatan dari Lulu. Gadis hitam manis itu terus memukuli dan memaksanya menarik kembali ucapan. Sambil tertawa, Dudy akhirnya menyatakan ampun agar Lulu berhenti.

"Tapi Dudy benar sih, Ra. Kamu banyak melamun hari ini," ujar Lulu seusai makan.

Aku dan Lulu masih duduk di kantin, sementara Dudy sudah pergi karena melihat adik tingkat manis ketika membayar makanannya.

"Aku bingung aja, Lu. A Dirga itu sulit aku pahami. Istri sepupunya yakin banget kalau dia sebenarnya sayang, tapi cuek dan dingin gitu."

"Ra, nggak semua orang bisa langsung terbuka sama pasangannya. Apalagi, kalian nggak pernah ketemu, lalu nikah. Wajar, kalau komunikasi susah karena yang tadinya nggak kenal tiba-tiba jadi pasangan hidup."

Me + You = Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang