27. When Await Means I Did Nothing

2.3K 179 2
                                    

Sudah seminggu penuh kulalui tanpa kehadiran Aa juga kabar langsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah seminggu penuh kulalui tanpa kehadiran Aa juga kabar langsung. Pesan-pesan yang terkirim terasa sia-sia, semua berakhir di dua centang biru. Ternyata, begini rasanya pesan dibaca tanpa dibalas. Teman-teman kampus sering bercerita mengenai sakitnya 'di-read doang nggak dibalas' yang kukira hanya dilebih-lebihkan. Kini, aku tahu dengan sangat jelas sakitnya.

Akhir pekan terasa kelabu karena perasaan yang tidak kunjung membaik jika memikirkan Aa. Daripada terus bersedih, kuputuskan mengunjungi Qareen. Siapa tahu mereka punya kabar baik atau bahkan solusi. Mengingat kedekatan Aa dengan Ferdi, harusnya dia punya trik jitu menghadapi Aa yang tiba-tiba seperti anak kecil begini.

Pukul sembilan aku sudah berada di rumah Qareen, dia sendirian karena Ferdi sedang mengantar Anna mengunjungi kakek neneknya. Aku jadi merasa bersalah, mereka sepertinya punya rencana akhir pekan yang terpaksa dibatalkan karena kunjunganku.

"It's okay. Kami udah sering jalan-jalan bertiga. Lagipula, kamu lebih perlu aku sama Ferdi sekarang," hibur Qareen sambil mengusap lenganku.

"Jadi, Dara mesti gimana nih, Reen. Lihat deh, Dara udah banyak kirim pesan, dari yang biasa sampai yang norak, nggak ada yang direspons."

Kutunjukkan layar yang menampilkan percakapanku dengan Aa. Qareen menggulir pesan ke atas, membaca dari pesan pertama. Begitu sampai di bawah, ketawanya pecah.

"Qareen ngeledek, nih." rajukku.

"Ternyata, kamu bisa gini juga ya, Ra. Ada untungnya nih Dirga merajuk, jadi tahu kalau istrinya punya sisi romantis dan manis begini."

"Qareen ah, Dara kan malu."

"Aku ketinggalan apa, nih?" tanya Ferdi yang sedang berjalan ke arah ruang keluarga, tempat aku dan Qareen duduk mengobrol.

"Nih, Pa, lihat deh." Qareen menyerahkan ponsel pada Ferdi. Ingin kutangkap, tetapi Ferdi terlalu sigap.

"Wah, wah, wah! Kelepek-kelepek nih pasti Dirga di sana!" seru Ferdi yakin.

Aku memberikan tatapan ragu. "Kalau ngaruh, harusnya Aa balas."

"Kebalik, Ra. Justru ini bukti kalau ngaruh. Di sana, dia pasti girang, tersipu, jadi bingung mau balas apa."

"Bohong, ah," bantahku masih tidak percaya.

"Ra," Qareen menepuk bahu. "Dirga itu pernah dikecewain sama orang yang paling dia sayang dan percaya. Pasti susah buat dia nunjukin sayang. Dia takut kecewa, takut ditinggalkan."

Ferdi menjentikkan jari. "Betul banget, Ra. Dirga itu, semakin sayang sama orang, akan semakin sulit nunjukkin perasaannya. Kamu selama ini kalau dijahatin sama dia, itu sebenarnya cuma cara dia untuk melindungi dirinya."

Aku berusaha mencerna semua yang Qareen dan Ferdi katakan sembari berusaha mengingat kejadian-kejadian yang sudah terlewati.

"Ah, nggak yakin Dara."

Me + You = Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang