6. It Wasn't Just Your Life, Darl!

2.2K 220 14
                                    


Senin kembali mendatangkan mimpi buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin kembali mendatangkan mimpi buruk. Aa masih berkeras agar aku segera pulang seusai kuliah juga membawa bekal makan siang. Bi Tuti membuat nasi goreng untuk sarapan, aku segera mengemasi bekal sebelum wanita paruh baya itu melakukannya untukku.

"Kenapa baju itu masih dipakai?" Nada sinis A Dirga terdengar jelas ketika melihatku masih mengenakan pakaian lama.

"Bajunya masih bagus kok, A," kilahku sambil memperhatikan kombinasi kemeja dan celana kanvas yang menempel di badan.

"Ganti," perintahnya.

Melihatku masih mematung, Aa membuka lemari, mengambil blus berwarna moka dan denim putih, lalu menyorongkannya padaku.

"A, putih gini nanti kotor kalau udah mulai ke bengkel."

"Memangnya kamu mau guling-guling di lantai bengkel?"

"Nggak, A," jawabku lemah lalu masuk kamar mandi.

Di kampus, Lulu meledek gayaku yang tiba-tiba berubah, dari celana berbahan kain ke denim, sepatu kets atau flat shoes menjadi sepatu berhak rendah.

"Selamat Pagi, Teh, saya cari anak kampus sini yang namanya Andara Purwaningrum. Teteh kenal nggak?" ledeknya dengan wajah super jail.

"Jangan gitu atuh, Lu!"

"Udahlah, Lu. Cantik kok, Dara kayak gini. Diledekin nanti merajuk," bela Dudy.

Kejadian selanjutnya sudah bisa ditebak. Lulu dan Dudy saling berargumen tidak penting mengenai lebih cocok mana aku mengenakan pakaian lama atau berganti dengan gaya baru. Pertengkaran terus berlanjut hingga kami sudah mengambil tempat di kelas.

Syukurnya, hari ini dosen masih memberikan materi jadi aku tidak perlu khawatir terlihat jorok saat berada di bengkel. Hari ini, dosen memberikan gambaran kegiatan studio selama satu semester dan meminta kami membentuk kelompok setelah tidak ada pertanyaan dari mahasiswa.

"Kenapa, Ra? Bengong melulu. Hari ini kamu banyak mendesah, sadar nggak?" tanya Lulu setelah semua kelas usai. Aku menggeleng pelan karena memang tidak menyadarinya.

"Kalau ada masalah, cerita, Ra, jangan disimpan sendiri."

"Nggak apa-apa kok, Lu," balasku sembari menggeleng pelan.

Aku yakin, dibalik semua sifat dingin dan ketusnya, Aa memiliki tujuan baik. Kurekam semua momen hangat ketika kami berada di rumah Ferdi dan Qareena, A Dirga yang sebenarnya pasti seperti itu.

Aku berusaha tersenyum dan pamit pada Lulu saat driver ojol datang. Nanti saja, saat semua sudah benar-benar membaik, baru akan kubagi cerita bahagiaku. Sekarang, aku harus berusaha agar keadaan perlahan berpihak padaku.

Ketika tiba di rumah, aku mendengar riuh rendah dari dapur. Ternyata, Mama Wina, Meisya, dan Riska sedang membuat kue. Riska sibuk menuang bahan dalam pantauan Mama Wina, sementara Meisya sibuk dengan ponselnya sambil sesekali mengomeli Riska yang dianggap tidak becus.

Me + You = Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang