Reen, Dara bingung.
Kukirim pesan pada Qareen di sela-sela jam kuliah. Hari ini, kami berada di bengkel, mulai merancang purwarupa untuk mata kuliah Desain Produk yang juga akan dipajang saat pameran tahunan nanti. Karena di bengkel suasananya lebih santai, aku bisa sesekali mengalihkan diri ke ponsel. Otakku sedang buntu dan tidak fokus, teringat kejadian semalam.
Kenapa, Ra?
Dengan cepat kubalas pesan Qareen, menceritakan masalahku dengan sedikit detail kejadian semalam.
Qareena: Udah kubilang, Dirga itu sayang sama kamu walau memang caranya beda dari yang lain.
Dara: Kalau memang sayang, bukannya harusnya Aa bisa percaya sama Dara?
Qareena: Menurutku sih, dia bukannya nggak mau, tapi emang belum bisa aja.
Dara: Kok, aneh?
Qareena: Emang dari sononya aneh kan si Dirga?
Dara: Reen, serius ini ...
Qareena: Nanti aku jemput deh, pulang kuliah. Aku izin Dirga dulu.
Aku sudah seperti ayam sakit yang akan mati, banyak termenung sampai Dudy dan Lulu sering kali harus mengulang pertanyaan mereka.
"Ra, woi, Ra!" Suara Lulu memekakkan karena berteriak di dekat daun telinga.
"Lulu berisik, deh," ucapku sewot.
"Habisnya, ditanyain nggak dijawab."
Kini, gantian Lulu sewot. Dia tadinya ingin merajuk, tetapi batal karena Dudy mengalihkan pembicaraan ke junior yang sempat dilihatnya pagi ini. Seketika, rajuknya menguap berganti semangat mencari tahu lebih lanjut mengenai sang junior. Aku melemparkan senyum penuh terima kasih pada Dudy, dibalasnya dengan anggukan dan acungan jempol.
Setelah memastikan Qareen mendapat izin menjemput, aku menghampiri Pak Mahisa. Ternyata, Pak Mahisa sudah mendapat telepon dari Aa dan sengaja menunggu agar bisa pamit.
"Nggak sopan kalau pakai hp, sementara sama-sama di kampus," dalihnya saat kubilang cukup kirim pesan dan langsung pulang.
Aku tahu, pesanku pasti tidak akan digubris oleh Aa. Namun, aku tetap ingin melakukannya, mengucapkan terima kasih karena mengizinkan Qareen menjemput.
Sedan putih Qareen sudah terparkir ketika aku mengarahkan pandangan ke jejeran kendaraan di area parkir sepulang kuliah. Lambaian tangannya menunjukkan semangat dan keceriaan saat melihat sosokku di depan gedung kampus.
"Mau jalan-jalan dulu?" tanyanya begitu aku menghempaskan bokong di jok penumpang di sampingnya.
"Anna gimana?"
"Dia lagi di rumah neneknya, aku udah izin jemput agak telat."
Qareen membawaku ke sebuah kafe dengan pemandangan kota Bandung. Tempat yang nyaman untuk menghabiskan sore dengan embusan angin lembut yang membuatmu tersegarkan sekaligus merasa tenang. Kubiarkan rambut tergerai agar bisa merasakan embusannya memainkan tiap helai rambut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me + You = Us [TAMAT]
RomanceKarena bakti, Dara yang masih berkuliah menerima perjodohan dengan anak bos orang tuanya, sang juragan teh. Namun, Dirga yang dingin dan terkadang ketus membuat bingung kenapa mau menikah dengannya. Belum lagi, ada adik tiri Dirga yang membencinya s...