6

37 9 2
                                    

Keesokan harinya, Dara pun memasuki kelas 10A. Ia mengambil tempat duduk di pojok paling depan sebelah kanan, persis di depan meja guru. Ia duduk sendirian.

Tidak lama kemudian, ada seorang siswi yang bertanya.
"Halo, boleh duduk di sini ga?" sambil menunjuk kursi di sebelah Dara.
"Boleh." kata Dara sambil tersenyum.
"Terimakasih. Namaku Nia." katanya.
"Halo Nia, salam kenal, namaku Dara." kata Dara.
"Halo Dara." kata Nia sambil tersenyum.
Sejak itu, mereka pun bersahabat baik.

Hari demi hari berlalu, Dara mulai memiliki banyak teman. Pertemanan-nya dengan Keisya dan Jean juga semakin erat.

Hingga akhirnya, pada pembagian rapor semester 1, Dara menjadi murid dengan nilai semester 1 tertinggi di angkatan kelas 10.

Di samping itu, Tristan. Murid yang paling sering bolos di sekolah juga berhasil menjadi murid dengan nilai semester 1 tertinggi di angkatan kelas 11.

"Keren juga, padahal kerjaan dia bolos, tapi nilainya bisa tinggi." gumam Dara dalam hati.

Oleh karena prestasinya itu, Dara mendapat kesempatan mengobrol langsung dengan Pak Jaka saat bagi rapor. Kesempatan ini sangat ia tunggu-tunggu.

Beginilah isi percakapannya.
Pak Jaka: Selamat pagi, Dara. Silahkan duduk.
Dara: Selamat pagi Pak. Terimakasih.
Pak Jaka: Selamat ya, sudah menjadi murid dengan nilai semester 1 tertinggi, tetap semangat belajar dan pertahankan prestasi.
Dara: Terimakasih pak.
Pak Jaka: Kamu SMP di mana?
Dara: Homeschooling pak.

(Iya, Dara SD-SMP nya homeschooling di LIN. Sekalian belajar ilmu intel.)

Pak Jaka: Oh begitu. Terus orangtua kamu mana? Gak ikut ambil rapor?
Dara: Saya sudah tidak punya orang tua pak. Sekarang saya dirawat nenek saya.

"Ngarang dikit gapapalah." kata Dara dalam hati.

Pak Jaka: Ah, maaf. Bapak ga maksud.
Dara: Tidak apa-apa pak.
Dara: Pak, saya boleh tanya sesuatu?
Pak Jaka: Silakan. Tanya apa saja boleh.
Dara: Kenapa bapak dikawal sebegitu ketatnya?
Pak Jaka: Eh. B-Bapak ini pemilik beberapa bisnis. Nah, salah satu bisnis ini banyak rivalnya. Bapak takut rival tersebut menyerang Bapak. Makanya, Bapak menyewa pengawal.

"Sebenarnya bukan rival sih, tapi intel dan polisi. Tapi yasudahlah, dia juga tidak akan mengerti" kata Pak Jaka dalam hati.

"Rival ya katanya." kata Dara dalam hati.

Pak Jaka: Ngomong-ngomong, sekolah ini juga merupakan salah satu bisnis Bapak. Dalam bisnis ini, Bapak bekerjasama dengan Pak Aldi, ayah dari Tristan.
Dara: Wah-. Oh begitu, jadi, sekolah ini milik Bapak ya?
Pak Jaka: Betul.
Dara: Pak, saya ada pertanyaan lagi. Tristan kan sering bolos. Apa karena Pak Aldi jadi Bapak tidak menghukumnya?
Pak Jaka: Ya, sebenarnya terkadang Bapak merasa tidak adil terhadap murid lain, tapi Bapak tidak mau usaha Bapak hancur karena Tristan. Saya takut dibilang gagal mendidik anaknya dan dia memutuskan kontrak kerja.
Pak Jaka: Selama ini, Pak Aldi tahu Tristan anak disiplin dan pintar karena Pak Aldi tidak pernah dipanggil Pak Suryo ke sekolah. Padahal, saya yang melarang Pak Suryo untuk memanggil Pak Aldi jika Tristan ketawan bolos. Awalnya, Pak Suryo keberatan. Namun, lama-kelamaan beliau menjadi terbiasa.
Pak Jaka: Pak Aldi tahunya Tristan anak pintar dan disiplin. Akan tetapi, sebenarnya Tristan anaknya sering bolos dan melanggar aturan sekolah. Jadi, saya dan Tristan membuat perjanjian. Dia boleh bolos dan melanggar aturan, asalkan nilai dia bisa di atas rata-rata. Saya tahu dia anak pintar, hanya bandel saja. Eh benar kan, sekarang dia menjadi murid dengan nilai semester 1 tertinggi di angkatan kelas 11.
Pak Jaka: Saya membuat perjanjian ini agar Pak Aldi percaya bahwa anaknya memang anak disiplin dan pintar.

"Ya.. dan agar kontrak kerja bersama Pak Aldi tidak putus." kata Pak Jaka dalam hati.

Dara: Keren, aku saja heran saat tadi pengumuman. Kalau Bapak bagaimana? Anak Bapak umur berapa sekarang?
Pak Jaka: Bapak tidak punya anak. Oleh karena itu, Bapak mendirikan sekolah. Agar bisa merasakan memiliki anak.
Dara: Ah Pak, saya tidak bermaksud membuat bapak sedih.
Pak Jaka: Tidak apa-apa Dara.

"Nampaknya dia anak yang ingin tahu segala hal dan juga polos, terlihat dari beberapa pertanyaan yang barusan ia ajukan. Mungkin tidak salah kalau aku membocorkan sedikit rahasia gelap sekolah ini." kata Pak Jaka dalam hati.

Pak Jaka: Kamu mau tahu sesuatu? Sekolah ini berdiri di atas tanah ilegal, milik pemerintah. Namun berkat Pak Aldi yang memiliki "orang dalam" di pemerintahan, sekolah ini tetap bisa berdiri.
Pak Jaka: Pak Aldi memberi syarat agar ia tidak melaporkan bahwa sekolah saya berdiri di tanah pemerintah.
Pak Jaka: Syarat itu adalah saya harus berhasil mendidik anaknya yaitu Tristan agar ia memiliki nilai yang bagus dan kedisiplinan tinggi.
Pak Jaka: Tristan sudah beberapa kali dikeluarkan dari SMA karena ia terlalu sering melanggar aturan sekolah dan nilainya juga tidak pernah mencapai KKM.
Pak Jaka: Oleh karena itu, saya membuat perjanjian dengannya.
Pak Jaka: Ya walaupun sebenarnya Tristan masih sering bolos, tapi setidaknya nilai dia memuaskan.
Pak Jaka: Selain itu, syarat lainnya adalah saya harus memberikan sejumlah uang kepada Pak Aldi setiap bulannya.
Dara: Oh jadi begitu ceritanya.
Pak Jaka: By the way, sudah jam segini. Sekarang adalah giliran Tristan yang mengobrol dengan Bapak. Terimakasih ya sudah bertukar cerita.
Dara: Baik pak, saya pamit ya. Terimakasih juga pak.
Pak Jaka: Hei, jangan bocorkan hal tadi kepada orang lain ya.
Dara: Siap pak.
.
Hai semua. Maaf kalo ceritanya aneh:(
Jangan lupa votenya ya. Terimakasih banyak.

Dara (END!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang