𝐗𝐗𝐈 - 𝐊𝐚𝐜𝐚𝐮

6.6K 1.5K 908
                                    

"Jangan terus menghindariku, (Name)."

Aku memalingkan pandanganku ke lantai dengan bungkam. Ah, rasanya deja vu. Menemukan satu lagi orang yang kuhindari berada di apartemenku―membuatku sadar, bahwa aku memang tidak akan pernah bisa menyukai tempat ini.

Asing sekali... apakah pernah sekali saja aku merasa damai selama berada di dunia ini?

"Minggir."

Aku berkata dingin. Netraku bergulir pada Mitsuya Takashi yang terus menatapku. Dia masih bergeming seraya berdiri di depan pintu apartemen―menutup aksesku untuk masuk dan mengabaikannya seperti yang selalu aku lakukan. Jujur saja, aku sedang lelah dan tidak ingin berargumen. Dia bukan Chifuyu apalagi Baji yang bisa langsung memahami maksudku berpihak pada Valhalla.

Selain itu, aku juga tak berniat membentuk hubungan semakin dalam dengannya. Berbeda dengan Chifuyu dan Baji, sepertinya Mitsuya... memiliki perasaan padaku.

Pengakuan Kazutora dan Mikey saja sudah membuatku terbebani. Mana mungkin aku suka rela membiarkan orang ini ikut mengakui perasaannya. Aku sendiri paham bahwa perasaan mereka terhadapku hanya hasrat sesaat. Setelah rasa penasaran mereka terjawab, rasa suka mereka juga akan memudar―dan sampai saat itu tiba, aku keberatan harus mengurus semuanya.

"Sebenarnya menurutmu, aku seperti apa?"

Pertanyaan Mitsuya membuatku sejenak terdiam, memikirkan maksudnya. Apakah Mitsuya ingin berkata bahwa dirinya bisa dipercaya? Dia ingin aku juga berbagi rahasia dengannya? Atau dia ingin bertanya tentang eksistensinya bagiku?

'Maaf, Mitsuya. Sebelum kau semakin terikat denganku, aku harus mengakhiri ini...'

"Kau orang yang sangat baik Mitsuya," aku menatapnya seraya melepaskan senyuman hambar, "Itulah alasanku selalu memanfaatkanmu selama ini."

Kejam ya? Aku tahu. Tapi dengan begini dia akan mundur, 'kan?

Seharusnya, aku juga melakukannya pada Kazutora agar dia tidak bergantung padaku. Tapi aku menundanya hingga arc Valhalla selesai dan akal sehat orang itu kembali―lalu perlahan-lahan aku akan menjauh darinya. Ini harus kulakukan kepada semua karakter yang berhubungan denganku. Agar saat kembali ke duniaku nanti, eksistensiku tidak mempengaruhi alur cerita.

"Aku tidak sebaik itu."

Balasan pemuda di hadapanku ini membuatku mengangkat alis, kulihat Mitsuya menggigit bibirnya sebelum kembali berkata, "Selalu bersama dengan seseorang yang membuatmu tertarik, menurutmu apa yang ada di dalam pikiran laki-laki sepertiku?"

Alisku yang sebelumnya terangkat kini bertaut bingung, "Apa maksudmu?" tanyaku tak paham.

"Kau tidak tahu seberapa keras aku menahan diri untuk tidak pernah menyentuhmu. Aku menghargaimu yang memiliki trauma dengan sentuhan laki-laki."

Irisku membulat mendengar pengakuannya. Sebentar, apa yang sedang Mitsuya coba katakan? Aku salah dengar 'kan? Maksudku, dia bukanlah karakter yang seperti itu. Soal trauma itu pun―aku hanya asal jawab karena dia mudah dibuat percaya. Jadi... bagaimana mungkin...

"Aku tidak sebaik yang kau pikirkan," Mitsuya memejamkan matanya, terlihat kesulitan untuk menghentikan ucapannya sendiri, "Entah sudah berapa kali aku membayangkan rasanya memelukmu atau berciuman denganmu."

Aku semakin tercengang karenanya. Perutku melilit tidak nyaman, "K-Kau..." gumamku kehilangan kata-kata.

Pemuda itu kembali membuka matanya dengan senyuman miris, "Kau terlalu naif, (Name). Kau selalu merasa aman dengan yang kau lakukan. Hanya karena laki-laki disekitarmu memperlakukanmu dengan normal―apa kau pikir isi pikiran kami akan sama? Terlebih orang-orang yang tertarik padamu."

𝐔𝐊𝐇𝐓𝐈 ☘ tokyo revengers ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang